Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Empat Tahun Festival Gambuh Condro Purnomo Dewan Kesenian Kota Mojokerto

1 Juni 2016   11:01 Diperbarui: 1 Juni 2016   11:03 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya banyak yang masih salah menafsirkan festival itu ya lomba. Kami, pengurus Dewan Kesenian Kota Mojokerto saat itu berharap Festival Gambuh Condro Purnomo dapat bersinergi dengan program Pemkot Mojokerto dalam hal pariwisata. Pagelaran Sendratasik DEWI SRI dihadiri banyak kawan-kawan dari luar Kota Mojokerto, bahkan liputannya dimuat dalam harian Kompas Minggu, 26 Februari 2012 halaman 21 dengan judul MENGHIDUPKAN DEWI SRI Oleh Idha Saraswati. Sementara itu Radar Mojokerto, Minggu, 26 Februari 2012 memuat liputan dengan judul  KRITIK KESABARAN DALAM BERMASYARAKAT oleh Imron Arlado.

Bagaimana respon seniman tradisi yang diundang tampil dalamFestivalGambuhCondroPurnomo?

Dengan adanya kegiatan Festival Gambuh Condro Purnomo yang sederhana dalam pelaksanaannya, besar harapan kami, pengurus Dewan Kesenian Kota Mojokerto, untuk menampung semua bentuk kesenian yang ada di Kota Mojokerto  sekaligus ebagai apresiasi terutama seni tradisi dimana kelompok-kelompok tradisi cenderung berpikir bahwa pentas itu tanggapan. Maka dengan adanya Festival Gambuh Condro Purnomo mereka berbenah diri untuk menampilkan kualitas penyajian yang terbaik, mereka tergerak untuk menampilkan bentuk sajian yang lebih menarik.

Disisi lain, bagi kami pengurus Dewan Kesenian Kota Mojokerto, dituntut untuk lebih giat lagi blusukan ke segala sudut Kota Mojokerto untuk mencatat dan mengolah database seni budaya, baik seniman tradisi maupun modern. Kami menemukan sejumlah fakta adanya kelompok seni tradisi yang hampir tutup karena tak adanya tanggapan, seniman tradisi yang kondisi perekonomiannya masih kurang beruntung namun tetap gigih dan setia berkesenian.

Bisa diberikan contoh?

Bapak Junaidi, kelompok jaran kepang yang ada di Balongrawe baru (Baraba), dimana Pak Junaidy setiap hari ngamen nari jaran kepang dengan memutar kaset bersama anaknya yang berusia 15 tahun berkeliling menyusuri Kota Mojokerto. Sampai pada saatnya kita bertemu di warung kopi di Pasar Tanjung Kota Mojokerto. Dari obrolan warung kopi siang hari itu, terkuaklah bahwa Pak Junaidi punya kelompok jaran kepang. Karena sepinya tanggapan maka dia memilih untuk mengamen menyusri Kota Mojokerto. Lalu saya menawari Pak Junaidi untuk tampil di Festival Gambuh Condro Purnomo. Beliau  sangat setuju dan menyambut gembira tawaran itu. Mengingat seni tradisi jaran kepang yang dia geluti belum pernah ditanggap dalam festival seni maupun oleh Pemkot Mojokerto. Singkat cerita, Pak Junaidi dan kelompok jaran kepangnya tampil sukses dalam perhelatan Festival Gambuh Condro Purnomo di halaman sekretariat Dewan Kesenian Kota Mojokerto dengan honor Rp 1.500.000,- dengan durasi 2,5 jam. Menurut Pak Junaidi , kalau ditanggap di kampung,  honor sebesar itu bisa tampil semalam suntuk. Kelompok jaran kepang Pak Junaidi didukung sekitar 50 orang. Yang dapat kami catat sebagai pengurus Dewan Kesenian Kota Mojokerto: pentas jaran kepang Pak Junaidi dihadiri penonton yang membludak. Apakah ini sebentuk kerinduan masyarakat pada seni tradisi atau memang kelompok seni tradisi yang tampil di Festival Gambuh Condro Purnomo memang memiliki fans penonton yang sudah segmented dan banyak.

Bagaimana dengan pola dan distribusi  publikasiFestivalGambuhCondroPurnomo?

Kami membuat undangan, poster. Ada yang kami cetak, dan yang pasti kami sebarluaskan lewat jejaring medsos khususnya facebook. Ada catatan menarik khususnya poster yang kami buat seukuran A3. Seusai pentas di Festival Gambuh Condro Purnomo, para pemain dan pendukung kelompok seni tradisi biasanya berebut poster yang menampilkan sosok wajah mereka. Bagi kawan-kawan seni tradisi yang tampil di Festival Gambuh Condro Purnomo, hal itu merupakan hal baru dan surprise. Ada kesenian tradisional jaranan Eyang Macan Putih pimpinan Yudi Indramawan dari Balongkrai Pulorejo yang sangat senang dengan desain poster yang kami desain. Akhirnya Mas Yudi Indramawan, pimpinan jaranan Eyang Macan Putih, minta soft copy dan desain poster yang kami buat dan dipakai hingga saat ini. Hanya diganti tanggal dan tempat penyelenggaraan. Bagi kami itu hal-hal kecil yang membahagiakan.

Demikian juga dengan poster reog Pandhego Prawiro Wicaksono pimpinan Pak Hartono,  Balongsari gang 8, yang menampilkan banyak wajah pendukung reog.

Fokus utama seniman yang diundang tampil dalam FestivalGambuhCondroPurnomo?

Kami mengutamakan seniman dari Kota Mojokerto, meskipun tidak menutup bagi seniman luar Kota Mojokerto untuk tampil. Penari Didik Nini Thowok dari Jogja pernah kami undang. Festival Gambuh Condro Purnomo menghadirkan even  tari bertajuk ‘Tari dan Klenteng’ dalam memperingati Hari Tari Dunia 29 April 2012. Dalam even itu Didik Nini Thowok menari di halaman klenteng dan acara puncak – Didik Nini Thowok menampilkan karyanya berjudul ‘Dewi Sarag Jodag Gandrung’. Venue pentas di halaman bangunan tua  bersejarah Klenteng Hok Siang Kiong. Klenteng yang dibangun pada tahun 1823.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun