Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Akulah Bisma, Laki-laki yang Selalu Tersudut Di Pojok Lingkaran

12 April 2015   20:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1428845648587704558

Akulah Bisma, Laki-laki Yang Selalu Tersudut Di Pojok Lingkaran

Oleh Abdul Malik

[caption id="attachment_409538" align="aligncenter" width="300" caption="Pambudi sedang baca puisi di acara pernikahan salah satu sahabatnya di GKI Kebonagung. (dok.Pambudi)"][/caption]

Tentang Bisma

Aku bertemu lelaki itu di suatu siang di warung Mak Ni, kantin Univeritas Islam Malang (Unisma). Lelaki itu begitu mengagumi Bisma. Seorang ksatria dalam epos Mahabharata yang teguh pada sumpahnya untuk tidak menikah sepanjang hidupnya. Meski seorang Dewi Amba, putri Kerajaan Kasi begitu mencintai dirinya, dia tetap teguh pada sumpahnya.

Lelaki itu suka menulis Akulah Bisma, Laki-laki Yang Selalu Tersudut di Pojok Lingkaran, pada status di facebooknya.

Aku suka menulis kalimat tersebut setelah mengalami dua kali peristiwa tak terlupakan dalam hidupku,” kata lelaki itu memulai perbincangan.

PERTAMA. Setelah bertemu Yoyok Pujo Prayogo, mahasiswa STIBA Malang asal Pasuruan. Dia bertanya kepada lelaki itu “Apa yang kau banggakan dari dirimu? Sebagai aktor kamu ecek-ecek, kamu tidak bekerja, pinter juga nggak”.  Pertanyaan itu diajukan Yoyok, salah satu penghuni Batok Foundation di  warung kopi Pak Rin di ujung Jl.Batok. Dua hari lelaki itu gelisah tak bisa tidur nyenyak. Malam berikutnya lelaki itu menemui Yoyok di tempat yang sama. Lelaki itu bertanya apa solusi untuk mengurai persoalan hidupnya. “Membaca lah” kata Yoyok. “Membaca itu menambah kosa kata di dalam otak kita. Membaca apa saja, buku atau apapun yang dapat dibaca, juga membaca kehidupan ini.”

Buku pertama yang dibaca lelaki itu adalah komik Donald Bebek koleksi adiknya. Lelaki itu menyukai kecerdikan Donald Bebek menghadapi sang Paman Gober. Di salah satu edisi diceritakan bahwa Paman Gober memiliki banyak uang namun pelit. Didepan rumahnya ditulis papan DILARANG MASUK. Donald Bebek menambah tulisan menjadi DILARANG MASUK KECUALI DONALD BEBEK. Kecerdikan Donald Bebek itu menjadi penyorong lelaki itu bergiat di dunia hacker.

Pelajaran kedua dari Yoyok adalah membuat kliping. Kliping pertama yang dikerjakan dan dipuji oleh Yoyok adalah resep masakan dari koran Jawa Pos Minggu. Kliping itu masih disimpannya hingga hari ini.

KEDUA. Lelaki itu dipilih oleh Mohammad Sinwan (Lek Bos), pimpinan Teater Ideot untuk tampil dalam perhelatan Sewindu Teater Ideot. Pasangan mainnya Wukir. Dalam waktu hampir bersamaan, lelaki itu mendapat undangan pentas di Rajer Babat sebuah peristiwa kebudayaan di saat bulan purnama, di Negara, Bali. Undangan ditujukan ke Teater BELLGOMBEST. Yayak Marsose, sahabatnya, memberi saran kepada lelaki itu untuk tampil bersama Teater BELLGOMBEST saja di Negara, Bali. Lelaki itu seperti tersudutkan pada pilihan yang sulit. Tuhan tidak pernah memandang dari satu sudut, lelaki itu mengingat dengan baik kalimat bijak itu. Pada akhirnya, lelaki itu tampil bersama Teater BELLGOMBEST di Rajer Babat dengan naskah Hening atawa Nyanyian Terakhir. Lelaki itu mengalami pengalaman mistik. Auranya dibuka Sokran, mahasiswa Fisip Universitas Muhammadiyah Malang. Lelaki itu tubuhnya seolah melayang. Sekelilingnya hening, senyap, megah seperti istana. Semua menunduk pada lelaki itu. Tubuh lelaki itu lemas. Diapun terbaring sambil menyaksikan para aktor bermain: Gimbal, Yowry, Nana Veno, Rombeng dibawah guyuran sinar purnama.

Lelaki itu dengan suka cita menyebut dirinya Si Tanpa Otak.Sebentuk kerendahhatian yang luar biasa. Menghancurkan kesombongan dirinya. Mengosongkan dirinya. Bagaimana air bisa masuk jika gelas masih berisi penuh? Isi lebih penting ketimbang kulit, kata lelaki itu. Lelaki itu berjalan kaki dari rumahnya di Bareng menuju kampus Universitas Islam Malang (Unisma) 2 di Jl.MT Haryono. Dia bersetia dengan rute yang dilailuinya: Bareng-Kawi-Pulosari-Gede-Surabaya-masuk kampus IKIP Malang-depan rumah Pak Hazim Amir-belok kiri-pos satpam-belok kanan-belakang kampus 2 Universitas Muhammadiyah Malang-gang silet-menuju depan kampus IAIN-perempatan daging belok kiri-MT Haryono-kampus 2 Unisma. Pakai sandal jepit. Itu dilakoninya dengan spirit luar biasa. Untuk sebuah bab kabudayan yang bernama TEATER. Aku mengikutinya dengan seksama. Dia berlatih lakon Nakamitsu bersama Yayak Marsose, Deddy Obeng dan kawan-kawan dari Teater IDEOT. Mereka akan tampil di Pekan Teater Naskah-naskah Jepang di Sasana Krida IKIP Malang.Menjelang subuh latihan selesai dan lelaki itu berjalan kembali ke Bareng, terkadang ke Jl.Batok I/133 “sekretariat” Batok Foundation.

Di Batok Foundation hampir semua kamar penuh dengan buku, kliping, majalah, koran, rekaman kaset dari banyak peristiwa budaya. Lelaki itu membaca semuanya. Membaca berbendel-bendel kliping tetang Emha Ainun Nadjib koleksi Eko, pegawai salah satu hotel di Malang. Membaca buku-buku Posmodernisme yang sedang trend saat itu koleksi Agung Priyo Wibowo, aktivis Forum Sikat Gigi; buku-buku jurnalistik koleksi Danial Ahmad, salah satu pendiri Teater Danta STIBA Malang.  Memutar kaset lagu-lagu Banjar karya Anang Ardiansyah, maestro seni Banjar koleksi Riswan Irfani (yang juga putra pak Anang Ardiansyah). Membaca kliping cerita bersambung Agus Sunyoto di Surabaya Post koleksi Sugiarto, mahasiswa STIBA Malang, dan pengelola Padepokan Padas Gempal. Memutar rekaman kaset Franky Sahilatua saat tampil memainkan gitar akustik di Lemah Tanjung; wawancara Permadi SH yang bikin heboh Orba; baca puisi Setiawan Djody, Rendra, Emha Ainun Najib di Taman Surya Surabaya; pengajian Emha Ainun Najib di ITN; diskusi dan baca puisi Wiji Thukul di Unisma; diskusi Sawung Jabo di STIBA Malang; diskusi teater Afrizal Malna di aula STIBA Malang diselenggarakan Forum Sikat Gigi; pentas Leo Kristi di Gedung Kesenian Gajayana diselenggarakan mahasiswa STIBA Malang; Nyanyian Anak Negeri (Yusdi Imansyah-Riswan Irfani cs), diskusi musik Slamet Abdul Sjukur di PPIA Surabaya. Foto kopian majalah jazz Downbeat dari Perpustakaan PPIA Surabaya; buku-buku sastra terbitan Revitalisasi Sastra Pedalaman (RSP), kaset Leo Kristi, musik new age dan jazz, gitar akustik, tertata rapi di kamar Riswan Irfani.

Akulah Bisma, Laki-laki Yang Selalu Tersudut Di Pojok Lingkaran adalah kalimat yang senantiasa hadir dalam naskah yang ditulis dan disutradarai lelaki itu. Trilogi teater Silaturahmi Para Binatang. Ditulis oleh Nana Veno, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Malang berdasarkan gagasan dan pemikiran lelaki itu. Pentas pertama di lapangan tengah Unisma, saat Hari Bumi didukung aktor Teater Geor FMIPA Unisma; kedua di Aula KH Oesman Mansoer Unisma, didukung aktor Teater Geor FMIPA Unisma dalam rangkaian Parade Teater Unisma; ketiga  di Gedung Merah Putih Balai Pemuda dalam rangkaian Festival Seni Surabaya. Ini masuk seni rupa. Didukung pemain: Tyok mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Ijul Teater Bangkit FKIP Unisma, Umam mahasiswa FIA Unisma dan lelaki itu.

Tahun 2003 lelaki itu mulai bersentuhan dengan IT. Lelaki itu mendapat tawaran dari Eko Kodok, jurnalis Radar Malang, alumni Universitas Muhammadiyah Malang. Lelaki itu tanpa berpikir dua kali menyambut tawaran untuk membuat pentas seni kolosal di kampus Universitas Muhammadiyah Malang. Balada Orang-orang Tercinta Menjelang 2004 pun digelar di Dome Universitas Muhammadiyah Malang. Kala itu separuh Dome terpakai untuk pentas. Ada dua screen besar saling berhadapan. Pak Jopo yang dikenal lelaki itu semasa proses di Teater Ideot, menjadi penata tari untuk komunitas teater UMM, sanggar seni rupa. Inilah pentas kolosal yang melibatkan banyak unsur multimedia. Inilah momentum lelaki itu bersentuhan dengan dunia IT, dunia yang asing baginya. Pentas pun berjalan lancar, meski demikian lelaki itu jujur mengaku belum sepenuhnya puas dengan hasil pentas Balada Orang-orang Tercinta Menjelang 2004. Sesungguhnya lelaki itu ingin mengusung peristiwa Lemah Tanjung yang tak jauh dari rumahnya di Bareng dalam pentas multimedia. Nampaknya Tuhan masih belum mengijinkannya.

Tiga bulan lelaki itu ngambek. Tak berminat melakukan apapun. Tuhan menuntunnya menuju ke Puskom Universitas Islam Malang. Dia bertemu Pak Ashar Asikin. Mulailah lelaki itu membongkar komputer, memasangnya kembali, membuat partisi hingga jatuh hati pada Linux. Begitu kagumnya pada Linux, nama anak keduanya adalah Debian, salah satu program Linux.

Lelaki itu mengenal tasawuf dari pergaulannya dengan Dewo (mahasiswa IAIN Sunan Ampel, adik dari Mamack, dedengkot Teater Bangkit FKIP Unisma) dan Beton (mahasiswa IAIN). Mereka banyak berdiskusi di Warung Mak Yah, Pasar Dinoyo. Mengikuti jejak sang kakak, Dewo bermurah hati meminjamkan hampir seluruh buku bertema tasawuf koleksinya. Lelaki itu mengikuti saran Yoyok untuk membaca apa saja. Kosa kata tasawuf di memori lelaki itu bertambah dengan pesat. Kosa kata tasawuf muncul tanpa disadari lelaki itu saat sedang mendisain program kebudayaan.

Laki-laki Yang Selalu Tersudut Di Pojok Lingkaran itu kini telah bertransformasi. Laki-laki itu adalah Setyo Pambudi, salah satu sahabatku.  Kini dia bekerja sebagai salah satu pengendali di Ruang Komputer Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun