Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Seniman Malang Membutuhkan Gedung Kesenian

19 Maret 2015   17:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:25 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Seniman Malang Membutuhkan Gedung Kesenian

Oleh Abdul Malik

HUJAN tak membuat surut para seniman untuk berkumpul di Galeri Malang Bernyanyi, Perum Griya Shanta Blok G-407 Kota Malang (Rabu, 18/3). Silaturahmi dan Dialog dengan Moreno Soeprapto, anggota Komisi X DPR RI dimulai pukul 16.23 wib. Ada 50 an undangan yang hadir sore itu termasuk Joko dan Roro Kabupaten Malang.

Sebelum acara dimulai, di ruang tengah Galeri Malang Bernyanyi, Moreno Soeprapto (32) tampak asyik berdiskusi dengan Sylvia Saartje (57), lady rocker. Sebuah skripsi dari Septanti Ariani berjudul Sylvia Saartje: Lady  Rocker di Indonesia 1978-1997 menjadi bahan perbincangan.  Moreno menyimak serius penuturan Sylvia Saartje. Skripsi dari Septanti Ariani, Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya, 2014 menjadi salah satu koleksi Galeri Malang Bernyanyi. Melengkapi dokumentasi piringan hitam, kaset, majalah musik, kliping, alat musik yang tertata rapi di Galeri Malang Bernyanyi.



Wah, saya belum lahir saat album Biarawati dirilis,” kata Moreno saat Sylvia Saartje menunjukkan piringan hitam Biarawati, album pertamanya. Album Biarawati merupakan debut pertama Sylvia Saartje. Direkam oleh Irama Tara tahun 1978, dan Ian Antono sebagai penata musik.  Album tersebut memuat komposisi Biarawati, Balada gadis tua, Biarkan aku bebas, Pendeta durna, Opera dosa, Lelaki durjana, Gadjah mada, Kereta terakhir ke Djakarta.

[caption id="attachment_404031" align="aligncenter" width="300" caption="Moreno Soeprapto dan Sylvia saartje di galeri Malang Bernyanyi. (dok.Abdul Malik)"][/caption]

Diskusi

Seni budaya adalah garda depan ketahanan NKRI adalah point of view dari paparan Moreno Soeprapto.“Destinasi wisata tak akan punah namun budaya bisa punah”. Demikian Moreno menyampaikan hal tersebut di hadapan para undangan. Moreno menambahkan informasi bahwa ada penambahan anggaran pariwisata untuk promosi di APBN. Forum Silaturahmi dan dialog bersama Moreno Soeprapto berlangsung hangat. Turut mendampingi Moreno adalah Ida Ayu Made Wahyuni, KepalaDinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang, Sylvia Saartje, Redy Eko Prastyo (Galeri Malang Bernyanyi), Ciciel Sri Rejeki.

Secara garis besar  ada tiga hal yang dapat dicatat dalam acara serap aspirasi tersebut. Pertama adanya kebutuhan seniman di Malang akan gedung kesenian yang representative. Sylvia Saartje, lady rocker pertama Indonesia asal Malang mengharapkan adanya sebuah concert hall untuk musik. Jippy, panggilan akrab Sylvia Saartje,  mencatat bahwa  Malang pernah memiliki kebanggaan dengan adanya  gedung untuk konser musik seperti Tenun, Pulosari. Setelah gedung tersebut hilang maka roh Kota Malang juga hilang. GOR Ken Arok yang ada di Buring menurutnya masih gaung.

[caption id="attachment_404032" align="aligncenter" width="300" caption="Moreno Soeprapto menyerap aspirasi dari Yongki Irawan, Lembaga Kesenian Indrokilo. (dok.Abdul Malik)"]

14267594291025750577
14267594291025750577
[/caption]

Gedung Kesenian Gajayana di Jalan Nusakambangan 19 Malang dan Gedung Dewan Kesenian Malang di Jalan Mojopahit, belum bisa direnovasi total karena kedua gedung tersebut tidak memiliki sertifikat,” kata Ida Ayu Made Wahyuni, KepalaDinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang.

Ida Ayu menambahkan bahwa Gedung Kesenian Gajayana boleh dipakai gratis untuk pentas seni tradisi. Saat ini Gedung Kesenian Gajayana lebih banyak disewa untuk pernikahan dengan biaya sewa tiga ratus ribu per hari.

Terkait gedung kesenian, Yongki Irawan dari Lembaga Kesenian Indrokilo merasakan keprihatinan yang mendalam atas hilangnya gedung seni di Malang antara lain Gedung Flora, Pulosari, Indrokilo yang pernah mengorbitkan Ucok AKA dan Karisma Alamnya. Menurut Yongki Irawan kini sejumlah seniman dan komunitas membuat aktivitas kesenian di eks Gedung Bioskop Kelud.

Kebutuhan akan ruang publik diutarakan Totok Kacong dari Arema Rescue.Dia pernah menggagas pasar seni rakyat di eks Gedung Pulosari. Namun Totok Kacong harus menelan kekecewaan karena eks GOR Pulosari kini berganti menjadi Giant. Sejumlah ruang publik pun menjadi bidikannya sebagai alternative: eks Bioskop Universitas Merdeka Malang, Pasar loak  Comboran, Pasar Bunul. Totok Kacong yang juga pengurus Karang Taruna, menggagas berdrinya Kampung Arema dimana  industri musi berdampingan dengan kerajinan tempe, keramik. Menurut Totok Kacong gagasan Kampung Arema masih dimungkinkan di Kota Malang yang terdiri lima kecamatan dan 57 kelurahan.

Poin kedua yang muncul dari silaturahmi dan dialog antara seniman Malang dan Moreno Soeprapto adalah menggairahkan kembali topeng malang sebagai seni tradisi yang patut dilestarikan. Yongki Irawan dari Lembaga Kesenian Indrokilo menambahkan informasi akan hilangnya unsur sastra dari wayang topeng Malang.

Hal ketiga yang mengemuka adalah adanya tuntutan agar tanggung jawab pendidikan hendaknya diserahkan kepada institusi pendidikan bukan publik. Yang terjadi saat ini adalah pendidikan budaya hampir zero pada institusi pendidikan formal. Mindset orang tua bahwa pendidikan adalah matematika, fisika sementara pendidikan diserahkan ke publik.  Hal tersebut diutarakn oleh Anang Brotoseno, pekerja musik. Lebih lanjut Anang Brotoseno mengungkapkan keprihatinannya akan serbuan budaya India lewat tayangan televisi. “ Saya sepakat dengan mas Moreno bahwa kebudayaan adalah garda terdepan NKRI. Lalu bagaimana jadinya kalau anak-anak lebih mengenal  wayang versi India ketimbang wayang purwa?”

Leopold Godowsky

Satu hal menarik dari silaturahmi dan dialog dengan Moreno Soeprapto  di Galeri Malang Bernyanyi adalah munculnya temuan bahwa tahun 1925 seorang musisi dari Lithuania bernama Leopold Godowsky (1870-1938)  melakukan perjalanan ke Pulau Jawa. “Leopold Godowsky merilis album bertajuk Phonoramas, tonal journeys for the pianoforte”, demikian diungkapkan  Anang Brotoseno, pekerja musik asal Malang. Anang Brotoseno telah menelaah karya dan perjalanan Leopold Godowsky. Menurutnya, album Phonoramas, tonal journeys for the pianoforte, memuat 12 komposisi, masing-masing berjudul Gamelan, Wayang purwa, Hari besaar, Chattering monkeys at the sacred lake of Wendit, Boro budur in Moonlight, The Bromo volcano and the sand sea at daybreak, Three dances, The gardens of Buitenzorg, In the street of Old Batavia, In the Kraton, The ruined water castle of Djokja, A court pageant in Solo. Anang Brotoseno dan kawan-kawan seniman di Malang berencana menampilkan karya Leopold Godowsky bulan Nopember 2015 di Malang.

[caption id="attachment_404033" align="aligncenter" width="300" caption="Ciciel Sri Rejeki, Ida Ayu Made Wahyuni, Moreno Soeprapto, Sylvia Saartje, Redy Eko Prastyo. (dok.Abdul Malik)"]

1426759645596757328
1426759645596757328
[/caption]

Perjumpaan dan sharing

Hadir di acara silaturahmi dan dialog bersama Moreno Soeprapto di Galeri Malang Bernyanyi saya mencatat kegiatan seni budaya yang akan diselenggarakan di Malang. Musisi Malang Bersatu (MBB) akan mengadakan Malang Music Carnival, 101 Guitar Show. Parade 101 gitaris di Sengkaling Food Festival, 26 April 2015 mulai pukul 13.00-20.00 wib. Kegiatan ini sebagai kado ulang tahun Kota Malang ke-101. “Kegiatan Malang Music Carnival murni pergerakan Aremania,” demikian penjelasan perwakilan dari Musisi Malang Bersatu.

RocKelud akan digelar 16 Mei 2015 di eks Bioskop Kelud. Wahyu Eko Setiawan, Lumbung Damai Bhumi Arema, mewakili panitia menyatakan even RocKelud rencananya menampilkan 21 group band dalam satu hari.

Festival Kampung Cempluk ke-6 tahun ini kembali akan digelar 21 September 2015.  Priyo Sunanto Sidhy, Festival Kampung Cempluk, berharap adanya undang-undang kebudayaan yang melindungi baik seni, budaya, maupun aliran kepercayaan. Menurutnya tak ada pariwisata di Kota Malang, yang terjadi Kota Malang hanya persinggahan semata. Priyok berharap diadakan sarasehan seni budaya di Kota Malang, membahas bagaimana mengangkat seni budaya di Kota Malang bukan pariwisata saja.

Sebuah kota dapat lebih dikenal lewat even tahunan yang digelar. Festival Ken Dedes, Festival Malang Kembali, Festival Kampung Cempluk adalah even  seni budaya dan pariwisata di Kota Malang yang layak diapresiasi.Meski demikian kemacetan jalan yang melanda Kota Malang akhir-akhir ini boleh jadi akan  membunuh dirinya sendiri. Seperti diungkapkan Ida Ayu Made Wahyuni, KepalaDinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun