Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Gendhies Di Kebonagung

28 Juli 2014   23:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:58 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEBONAGUNG adalah sebuah desa berjarak 5 km selatan Kota Malang. Di desa ini, Tan Tjwan Bie tahun 1905 mendirikan Pabrik Gula Kebon Agung. Nama pabrik gula ini sangat ikonik. Acapkali menjadi ‘ancer-ancer’ untuk menunjukkan alamat rumah kita di Kebonagung. Nama ‘gula’ menjadi sumber inspirasi bagi sejumlah anak muda di Kebonagung tahun 70-an untuk mendirikan sebuah Paguyuban Pecinta Seni bernama GENDHIES. Akronim dari Generasi Anak Desa.  Disini gendhis dapat juga diartikan sebagai gula.

Salah satu founding father GENDHIES adalah Pak Suroso Effendi (58). Tidak sulit menemukan alamat rumah Pak Suroso. Dari arah Kota Malang menuju Kepanjen, sampai di pertigaan Kacuk ke arah selatan. Tak seberapa jauh dari pertigaan, di sebelah kanan jalan ada Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kebonagung dan Sekolah Kristen Pamerdi. Silakan masuk ke kanan, ada jalan ke arah barat. Monggo bertanya kepada salah satu warga, “Dimana rumah Pak Os Ketua RW?”.   Tentu warga tersebut akan dengan ikhlas menunjukkan rumah Pak Os. “Lurus..setelah portal..lurus dikit..depan Balai RW itu rumah Pak Os.”  Memang, Pak Suroso di kampung lebih akrab dipanggil Pak Os. Sosok yang familiar bagi warga Magersari Utara.

Saya sudah 20 tahun menjadi Ketua RW 01 di Magersari Utara,” Pak Os membuka perbincangan (Selasa, 22/4). “Gimana ya, lha wong setiap akan ada pergantian Ketua RW, calon yang dipilih pindah rumah karena pensiun dari PG Kebon Agung. Karena rumah saya disini, mau tidak mau saya ketiban sampur menjadi Ketua RW pas ada pilihan Ketua RW,” jelas Pak Os dengan tersenyum. Depan rumah Pak Os adalah perumahan untuk pegawai PG Kebon Agung. Awalnya Pak Os tinggal di Kebonagung gang satu, setelah menikah pada bulan Desember 1982, Pak Os pindah ke perumahan pabrik gula tahun 1986. Rumah Pak Os bersebelahan dengan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Kebonagung.

Udara segar di Magersari Utara seusai hujan turun….

Pak Os masih ingat betul dengan perjalanan GENDHIES. Membuka memori lawas yang berlintasan dalam kepala. “Mengurai perjalanan GENDHIES tak bisa dipisahkan dari keberadaan Sekolah Pendidikan Guru PGRI di selatan PG Kebon Agung” Pak Os memulai kisah Kebon Agung tempo doeloe.  SPG berdiri tahun 79-80 an di sebuah SD. Pelajaran di siang hari setelah siswa SD pulang. Beberapa siswa SPG yang masih diingat Pak Os adalah Lolok asal Karangploso, Tatik asal Tumpang. Waktu itu, Pak Os belum bekerja.

Ikhwal nama GENDHIES, menurut penuturan Pak Os adalah usulan dari Minggus S.Desilo, karyawan PG Kebon Agung asal Ambon. Ide Pak Minggus diteruskan ke beberapa teman saat berkumpul  di Wisma Bhakti selatan pabrik gula dan semuanya sepakat memakai nama GENDHIES. Terpilih susunan pengurus; Eko Hari Purnomo (Ketua, kini Ketua II Majelis GKI Kebonagung), Suroso Effendi (Pak Os, Wakil) dan Nunuk (sekretaris). Disepakati juga logo GENDHIES adalah gunungan wayangan. Lewat Pak Gatot nama Paguyuban Pecinta Seni GENDHIES didaftarkan secara resmi di Dinas Pendidikan Kabupaten Malang. Pak Gatot adalah pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Malang yang rumahnya di  Kebonagung. Setelah dicatatkan secara formal, GENDHIES mulai menebar aktivitas seni budaya di Kebonagung. Beberapa ciri yang menonjol dari anggota Paguyuban Pecinta Seni GENDHIES adalah berusia muda, yang laki-laki sebagian besar berambut gondrong yang memang sedang trend, berasal dari berbagai desa dan lintas agama.

Semua hal bermula dari niat. Itu telah dibuktikan pengurus dan anggota GENDHIES. Latihan rutin yang diadakan di Wisma Bhakti membuat orang yang lalu lalang di depan gedung tertarik untuk masuk dan mengikuti latihan tari, teater dan vokal. Termasuk beberapa siswa SPG yang letaknya tak jauh dari Wisma Bhakti. Berbagai aktivitas GENDHIES  pun menebarkan aura positif ke berbagai arah. Salah satu yang menangkap energi positif tersebut adalah Mul, warga Kebonagung yang kuliah di Institut Kesenian Jakarta.  Saat Mul pulang kampung, dia sempat melihat penampilan GENDHIES. Mul  tertarik lalu bergabung.Selanjutnya Mul yang muslim tersebut didapuk menjadi pelatih  tari dan teater. Orang berikutnya yang menangkap energi positif dari GENDHIES adalah Pak Ireng dari Dempo, yang nantinya melatih teater. Makin solid.

Pernah suatu kali yang hadir  saat latihan di Wisma Bhakti  sebanyak 50 anak muda, latihan teater dan tari. Anggota dan pelatih tari saat itu: Endang Purwarini (SPG Kristen, Jl Semeru Malang angkatan 76),Tanti Tri Warianti ( PGAK Suwaru Gondanglegi Malang), Lina (putri Pak Askur, Jl.Raya Kebonagung 31, samping Apotek Nurus Syifa’, sekarang tinggal di Glintung, Malang). Yang menarik, setelah latihan selesai, pengurus mengantar anggota  perempuan pulang sampai ke rumah masing-masing. Kebiasaan ini diam-diam menanamkan kepercayaan pada orang tua anggota khususnya yang perempuan bahwa GENDHIES mempunyai tujuan yang positif  bagi pembinaan moral pada anak muda.

Tanggal 31 Desember 1973, Pak Hazim Amir dkk mendirikan Dewan Kesenian Malang. Namun saya belum menemukan korelasi apakah berdirinya Dewan Kesenian Malang menumbuhkan pengaruh pada berdirinya Paguyuban Pecinta Seni GENDHIES di Kebonagung.

Merunut kembali album kenangan GENDHIES, Pak Os mencatat salah satu even yang paling berkesan saat diadakan di Balai Pertemuan PG Kebonagung  (samping utara GKI Kebonagung). Peristiwa kebudayaan tersebut terjadi tahun 80-an dengan mengusung lakon Minakjinggo Kontemporer. Pak Os ikut main sebagai Minakjinggo. Saat menggelar even tersebut banyak kemudahan dalam menggunakan Balai Pertemuan. Pak Os, Pak Eko statusnya adalah pegawai PG Kebon Agung. Ayah Bu Nunuk (sekretaris GENDHIES), juga pegawai PG Kebon Agung setingkat pimpinan.  Pak Os menjelaskan bahwa pegawai di PG Kebon Agung terbagi atas  pimpinan, pegawai satu, pegawai dua. Sambutan masyarakat pada pentas Minakjinggo Kontemporer sangat baik sehingga pagelaran berlangsung sukses. Fase ini dapat dicatat bahwa secara tidak langsung PG Kebon Agung menjadikan GENDHIES sebagai pencitraan dan branding bahwa PG Kebon Agung memiliki kepedulian yang tinggi pada seni budaya.

Peristiwa kebudayaan lain yang patut dicatat adalah saat GENDHIES mengikuti lomba di kampus Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Jl.Kawi. Untuk lomba vokal diwakili Joko (putra salah satu karyawan PG Kebon Agung, sekarang tinggal  di Pasuruan),  lomba tari menampilkan  Endang Purwarini (kini pendidik di SDN Bandungrejosari l Kota Malang), Tanti Tri Warianti (kini pendidik di SD Kristen Pamerdi), Lina dan Ita Puji Rahayu. Endang Purwarini dan Tanti Tri Warianti adalah putri Pak Riman (seniman seni tradisi) dan Bu Siti Astuti, sedangkan Ita Puji Rahayu pegawai pabrik gula. Bu Endang  Purwarini menikah dengan Pak Happy Yulianto (pendidik di SDN Kebonsari 4 Kota Malang) tahun 1979, lelaki yang setia menemani saat latihan dan pentas bersama GENDHIES. Pak Happy bahkan masih menyimpan satu kaos yang ada logo GENDHIES.

Memori kenangan Pak Os masih lekat saat menceritakan GENDHIES diundang tampil pada Perayaan Natal di Wisma Bhakti. Penyelenggaranya Katolik Kring 10 Kebonagung. Pak Os, Pak Eko HP turut tampil dalam drama Natal di depan  200-an jemaat.

Gedung Tennis Ban milik PG Kebon Agung menjadi saksi penampilan GENDHIES berikutnya di Perayaan Natal yang dihelat PG Kebon Agung. Selain drama yang naskahnya mengusung pesan-pesan religius, ada baca puisi juga. Salah satu pembaca puisi adalah Pak Eko Hari Purnomo.

Senyum menggurat di bibir Pak Os kala menuturkan bahwa lewat panggung seni Pak Os bertemu pasangan hidupnya: Pujiatmi Josep, kelahiran Tulungagung, 13 Februari 1959.Saat itu ada pentas seni di IKIP Malang  (kini Universitas Negeri Malang). Pak Os dan Didik dari GENDHIES diajak Bu Hermin Pujiastuti (teman seangkatan Tengsoe Tjahjono di IKIP Malang 1982, kini pendidik Bahasa Indonesia di SMAN 2 Kota Malang). Kebetulan Bu Hermin membutuhkan pemeran  tokoh laki-laki. Latihan diadakan di IKIP Malang seminggu sekali selama 3 bulan. Setelah pentas teater  dengan judul Novel karya Pedro Sudjono, Pak Os berkenalan dengan Pujiatmi Josep (Bu In), teman kuliah Bu Hermin Pujiastuti. Dari perkenalan singkat tersebut berlanjut ke jenjang pernikahan pada bulan Desember 1982. Sandi Novellias lahir 8 Desember 1983. “Sandi berarti sandiwara, Novel adalah judul naskah yang saya mainkan saat pentas seni di IKIP Malang karya Pedro Sudjono,” jelas Pak Os. GENDHIES vakum setelah Pak Os menikah. Namun Pak Os menyampaikan kabar gembira bahwa beberapa ‘alumni’ mulai kangen untuk kumpul-kumpul lagi. Mereka merencanakan Reuni GENDHIES dalam waktu dekat.

“Menyatukan lewat seni lebih ampuh,” pungkas Pak Os, yang kini tercatat sebagai anggota jemaat GKJW Kebonagung. Dan itu telah dibuktikan Pak Os dan kawan-kawan melalui Paguyuban Pecinta Seni GENDHIES sekitar 37 tahun silam di Kebonagung, salah satu desa di Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang (*)

[caption id="attachment_350019" align="aligncenter" width="300" caption="Logo Paguyuban Pecinta Seni Gendhies Malang. (foto: dok.Eko Hari Purnomo)"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun