Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sepotong Kisah Pak Frans Edward Klavert

31 Juli 2014   00:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:49 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14067175951048563834

S'perti rusa rindu sungai Mu/Jiwaku rindu Engkau/
Kaulah Tuhan hasrat hatiku/ Kurindu menyembahMu
(S'perti Rusa Rindu Sungai-Mu)


DALAM PERHELATAN Kidung Senja Malang, Pertemuan Akrab Lanjut Usia Malang IX (PALM) di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Tumapel Jl.Tumapel 24 Malang, saya terkesan pada sesosok bapak diantara peserta. Bapak tersebut bermain gitar dibarisan belakang  paduan suara Komisi Lansia Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kebonagung.  Tampil di nomor urutan 5 dari 8 peserta.  Paduan suara Komisi Lansia GKI Kebonagung membawakan dua lagu. Kegiatan diadakan Rabu, 7 Mei 2014 mulai pukul 09.00 wib dan dihadiri oleh Herlin  Pirena, penyanyi gerejawi dari Jakarta. Seusai acara, saya menyalami bapak tersebut yang memiliki nama Frans Edward Klavert (62).

Seusai perhelatan PALM IX saya berniat untuk mengenalnya lebih dekat. Tuhan mengabulkan doa saya, Jumat, 2 Mei 2014 pukul 15.00 wib saya berkesempatan silaturahmi ke rumah Pak Frans Edward Klavert di Jalan Kauman 14 Kebonagung. Rumahnya menghadap ke utara. Ruang tamunya teduh dan bersih. Saat itu Pak Frans sedang menyoder piranti sound system.

Nama Klavert cukup asing sebagai nama fam di Desa Kebonagung. “Tahun 1955 Pak Jon Klavert, adik papa, menjadi  pimpinan Pabrik Gula Kebonagung. Saat itu umur saya baru 3 tahun,” Pak Frans membuka perbincangan santai. Seputaran tahun 1960, Pak Frans ikut orang tuanya, Pak Leo Klavert, tinggal di perkebunan kopi di Sumber Gesing, Dampit, kemudian berpindah ke perkebunan kopi Bangelan ( berkisar tahun 1969). Tahun 1988 Pak Frans mulai menetap di Kebonagung.

Darah seni menggalir dalam tubuhnya. Musik adalah pilihan hidup. Menggeluti gitar sejak sebelum menikah. Bukan hanya itu. Seni pahat juga  ditekuni bersama sahabatnya Bandi, saat Pak Frans tinggal di Klampok Kasri tahun 1986. Pak Frans memang kreatif, bagaimana tidak, gitar yang dipakainya pun dibuatnya sendiri.  “Saya sekolah taman kanak kanak Jl.Merapi 16 Malang. Guru saya waktu itu Bu Sri,” Pak Frans membuka kisah masa lalunya. Pak Frans melanjutkan SD, SMP hingga SMA di sekolah Kristen di Jl. Merapi  16. “ Kepala sekolah SD waktu itu Pak Thei Naonahum dan  kepala sekolah  SMA Pak Lindri.” Pak Hari, salah satu guru SD Kristen di Jl. Merapi ,  sempat menjadi Kepala Sekolah SMP Kristen Pamerdi di Jl.Raya 5 Kebonagung.  Setelah lulus SD Kristen di Jl.Merapi 16, Pak Frans ikut orang tua pindah ke perkebunan kopi di Sumber Gesing, Dampit. Setelah pensiun, orang tuanya ikut kongsi sebuah perusahaan transportasi. Perusahaan itu bangkrut, imbasnya mengena juga pada orang tuanya. Dan sebagai anak, ikut merasakan juga pengaruhnya, antara lain pada biaya sekolah. Kalau sekolah diteruskan maka biayanya bakalan tak terbayar. Keluarga pun memutuskan jalan terbaik, siapa diantara saudara yang paling pandai ya itu saja yang dibiayai. “Nilai rapor SMP saya kurang baik jadi ya tidak dibiayai. Kalau diteruskan SMA nya bisa, namun lebih baik diteruskan ke saudara yang lain. Akhirnya, saya nganggur 1 tahun. Ngloyong di Klampok, jagongan, bakar jagung. Sempat akrab dengan kawan-kawan di Talun,” kenang Pak Frans.

BAND BAND AN

Tahun 1980 saya ikut band  Delarosa di Jl.Welirang. Nama band itu diambil  dari  nama pengarang buku dan cerita percintaan jaman kerajaan,” Pak Frans bersemangat bercerita.  Dalam formasi band Delarosa, Pak Frans memainkan bas,  Albert , warga Jerman campuran memainkan drum, Kristian pada rhytm pengiring, Siu memainkan melodi dan  vocal rhytm.  Penyanyinya Susi, Rini, Tutik dari Jl.Mundu. Untuk pemain kibor Lutfi (musisi dari band Irama Abadi), Beni Panderman. Dimanakah personil Delarosa band kini?  “Kristian di Jember, Albert menikah dengan Rini. Lima tahun lalu mereka mantu di Rampal. Rumah Albert dulu di Jl. Pahlawan Trip. Albert kini tinggal di Songgoriti setelah rumahnya dibeli dokter. Siu di Rampal menikah dengan anaknya tentara”, tutur Pak Frans. Selain Delarosa band, Pak Frans melakoni kehidupan musikalnya bersama beberapa grup musik. Tercatat  band Armed bersama Yopi, dan Beni Panderman; Band PTP XXIII  di perkebunan Bangelan. Orang tua Pak Frans sudah pensiun. Tahun tahun itu, Pak Frans memutuskan menjadi pemain music bon bon an. Rambut kribo, celana komprang, sepatu bots putih. Gaya khas flower generation tahun 70-an.

Pak Frans senantiasa sumringah saat berkisah tentang perjalanan musikalnya. Ada banyak suka cita. “Ada undangan dari Rokok Bentoel main di Sumber Waras, Lawang dan  Halal bi Halal di Aula Bentoel belakang. Yang tampil Bentoel Band dan Delarosa.” Peristiwa lain yang berkesan terjadi saat pentas di Lumajang tahun 1976. Mereka sangat menghargai dan memiliki apresiasi yang tinggi. Tampilnya di Gedung Bioskop. Didukung 3 penyanyi. Mereka membawakan lagu-lagu dari Tetty Kadi, Iis Sugianto, Erni Djohan, D’loyd.

Pak Frans bercerita saat pentas musik di Bangil adalah kisah paling tidak berkesan. Penonton saat itu hanya 57 orang, acara nikahan. Setiap lagu selesai dialunkan, yang hadir mengurak Pak Frans dkk,  bahkan dibalangi. Mereka memutuskan lebih baik turun daripada jadi masalah. Honor cukup diganti transportasi ke Malang. Peristiwa itu terjadi kisaran tahun 1967-1968 di Bangil yang dikenal sebagai kota santri, dimana sholawat an lebih diterima publik ketimbang musik rock maupun top 40.

Tahun 1970-an, Pak Frans runtang runtung dengan Siput , pemain gitar melodi. Rumah Siput di Talun. Sesama gitaris saling mengeksplorasi kemampuan bermain musik. Ibaratnya tiada hari tanpa musik. Bak kisah-kisah romantis dalam film. Pak Frans berpacaran dengan Ibu Tineke Kusmiatin. “ Lebih baik menikah ketimbang jadi morfinis,” tukas  Pak Frans.  Cinta adalah seluruh keherananku pada manusia, begitu tulis penyair Afrizal Malna.  Frans Edward Klavert pun menikah dengan Tineke Kusmiatin, gadis asal Jl. Kaliurang. Mereka menikah di Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat ( GPIB ) alun alun Malang tahun 1978. Dikarunia 3 putra: Sandy Christyan Klavert (36), Natra Renart Klavert (31), Rico Arison Klavert (27).

KLAVERT FAMILY

Pak Frans Edward Klavert adalah anak ke-5 dari 8 bersaudara. Saudara Pak Frans menetap di Bali, Malang ,  Surabaya  dan  Belanda. Ibunya bernama Francine Agustine (asal Sembung, Jombang). Ayahnya, Leo dari Ternate kemudian tinggal di Probolinggo.  Pak Leo pernah bekerja di toko roti Cozy Corner  di Jl. Diponegoro Surabaya; kemudian di  Roti Enak Harum di Jl.Pajajaran Malang. Opa Pak Leo bernama Klavert, salah satu fam dari Ternate yang terlahir sebagai pelaut. Opa Ibu Agustine menikah dengan orang Madura di Sembung, Jombang. Jika ditelusuri, dalam tubuh Pak Frans teraliri darah Ternate, Madura, Ambon, Jawa, Belanda ( dari buyut). Meski demikian yang pasti Pak Frans adalah nasionalis tulen !

KEBONAGUNG

Tahun 1988, Pak Frans  masuk Kebonagung. Bertemu Pak Busono yang waktu itu bekerja di PG Kebonagung. Pesan Pak Busono waktu itu, agar Pak Frans melanjutkan pelayanan sebagai generasi penerus di GKI Kebonagung. Pak Frans pernah berujar kalau sang istri mau ke gereja, biarlah apa yang ada diserahkan ke gereja. Hari ini Ibu Tineke Kusmiatin (58) adalah salah satu penatua di GKI Kebonagung. Hari ini nubuat itu telah digenapi oleh Pak Frans Edward Klavert dengan mempersembahkan talenta musiknya untuk pelayanan di gereja. (*)

[caption id="attachment_350214" align="aligncenter" width="300" caption="Frans Edward Klavert (berambut kribo), bersama salah satu sahabatnya, Bandi. (foto: dok.Frans Edward Klavert)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun