Hari ini langit yang memayungi kota siantar amat cerah, namun tidak secerah raut muka pak Tommy, seorang buruh harian lepas disebuah pabrik dikotaku.
Dia adalah satu dari angka 2 juta pekerja harian yang telah dirumahkan akibat wabah covid19.
Hari ini seperti biasa orang-orang berlalu lalang didepan rumahku, tapi tidak dengan Namboru Rumina, seorang pedagang sepatu disebuah pasar dikotaku.
Dia harus menerima pil pahit dengan lesunya penjualan sepatu akibat covid19. "Tarhona manuhor sipatu, mangan pe nga terancam." curhatnya menggambarkan betapa sulitnya situasi orang-orang hanya untuk memenuhi kebutuhan primair semata.
Hari ini seperti biasa aku berdiam diri dirumah, walau dengan seribu kebosanan, kegabutan dan terkadang mengundang stress pada diriku.
Aku hanya bisa seharian duduk didepan Televisi, mendapati data angka Covid19 kian hari kian meningkat dinegeriku.
Potret itu hanya secuil saja, dari jutaan keluh-kesah lainnya yang terpendam dalam lubuk hati saudara-saudariku. Ya, keluh-kesah itu muncul semata-mata akibat wabah covid19 yang mengancam seluruh sendi-sendi kehidupan manusia.
Pandemi yang telah membunuh 154 ribu lebih jiwa ini tak hanya mengancam hidup semata namun juga keberlangsungan hidup umat manusia.
Tak pelak pandemi yang menjangkit 2,2 juta umat manusia di dunia ini telah menimbulkan banyak masalah dan jutaan kesesakan bagi seluruh umat manusia terutama bagi mereka yang terkena dampak secara ekonomi, cultural dan juga pendidikan.
Belum lagi kita lihat bagaimana ganasnya wabah menjangkit kita, data perhari ini sudah mencapai 6.575 kasus, 686 kasus sembuh dan 582 kasus meninggal dunia. Parahnya lagi angka ini terus melonjak naik setiap harinya sampai jangka waktu yang sulit diprediksi.
Sungguh menyeramkan, bukan? Bagaimana virus yang bernama Coronavirus Disease 2019 ini nyata mengancam kehidupan kita, bak difilm-film.