Mohon tunggu...
Usman Jambak
Usman Jambak Mohon Tunggu... profesional -

Yang gelisah.......

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menyoal Kekerasan Agama Meneropong dari sudut Pandang Maqasid Syari'ah

25 Maret 2011   04:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:27 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali kita jumpai kesenjangan antara idealitas dengan realitas atau antara teori dan praktek, oleh karena itu ketentuan-ketentuan dan kete­tapan-ketetapan hukum yang dalam tataran idealitas bersifat baik bahkan bernilai sempurna dalam implementasinya sering berbeda dalam kenyataannya. Orientasi paham ke-Islaman yang berpihak pada maslahah al-’ammah (kesejahteraan umum) dan sebagai titik pun­caknya adalah berfungsi sebagai rahmat lil ’alamin (rahmat bagi alam semesta) dalam tataran historis malah sering ditam­pilkan oleh umat Islam sendiri dengan nilai yang sebaliknya.

Seperti kasus yang telah diungkapkan di awal bagai­mana bisa agama yang mem­punyai maqashid atau tujuan kepada maslahah al’ammah, malah terjebak dalam persoalan kekerasan? Adakah reformulasi baru yang pantas dan layak ditawarkan sebagai peredam atau bahkan mengarahkan konflik yang terjadi menjadi konflik yang lebih agamis? Bukankah Islam sendiri menga­kui adanya perbedaan?.

Berpijak dari persoalan-persoalan diatas, bagaimanakah semestinya umat Islam harus bertindak dan perprilaku, tidak hanya sebagai umat yang memiliki fungsi dasarnya sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia tetapi juga sebagai umat yang tidak pernah kehilangan landasan dasar atas keyakinan dan budayanya. Telah banyak solusi yang telah ditawarkan oleh para pemikir dan ilmuan Islam terhadap pesoalan-persoalan di atas, salah satunya adalah Fazlur Rahman melalui gerakan Neo-mo­dernismenya, bagi Fazlur Rahman bahwa persoalan umat Islam terutama disebabkan oleh semakin menjauhnya landasan etis yang solid, teru­tama dibidang hukum. Oleh karena itu dalam pandangan Rahman sudah saatnya umat Islam menafsirkan kembali ajaran-ajaranya dalam sinaran teologi, etika dan moral seperti yang diekspresikan dalam Alquran atau dalam bahasa Fazlur Rahman ditum­buhkan­nya kembali semangat etika Alquran.

Etika Alquran dalam gaga­san Rahman adalah upaya perumusan kembali tiga matra pemikiran Islam, yaitu pertama tentang perumusan pandangan dunia (weltanschauung) Al­quran, yang berkaitan dengan konsepsi kita tentang Tuhan, hubungan Tuhan dengan manu­sia dan alam semesta serta peranan-Nya dalam sejarah manusia dan masyarakat.

Dengan menjernihkan kem­bali pemahaman tentang hake­kat pentingnya Tuhan bagi eksistensi manusia akan meng­hasilkan ajaran-ajaran moral Alquran yang pada giliranya menghasilkan etika Alquran, inilah langkah kedua yang jika dilanjutkan akan menghasilkan rumusan sistem dan formula hukum yang selaras dengan kebutuhan kontemporer umat Islam.

Permasalahan moral dan etika dalam literature ke­islaman sering dianggap sebagai kajian yang masuk dalam wilayah privat melalui per­kembangan disiplin keilmuan tersendiri (tasawuf), karena itu perkembangan pemikiran dalam bidang ini dianggap tidak memiliki relefansinya de­nganpermasalahan-perma­salahan publik, apalagi per­maslahan global kemanusiaan.

Pendekatan etika seperti saat ini memiliki maknanya yang sangat signifikan saat institusi hukum tidak lagi dapat dian­dalkan untuk dapat mem­bentuk dan mengubah prilaku kehi­dupan manusia, misalnya tentang persoalan yang keke­rasan yang bermotifkan agama, bagaimana manusia bersikap dan bertindak terhadap golo­ngan yang tidak sepaham atau bahkan menyimpang dari pemahaman yang dimiliki. Karena pandangan-pandangan itulah yang akan membentuk tindakan-tindakan dan kebia­saan-kebiasaan yang menjadi nilai dan norma yang dianut manusia. Sebagaimana dike­tahui bahwa Alquran telah menggariskan pandangan bagi umat manusia tentang tatanan berkehidupan yang dinamis, dalam suatu pengertian bahwa pesan Alquran yang berasal dari Tuhan tentu sesuai dengan fitrah makhluk-makhluk-Nya, karena itu Islam juga disebut sebagai agama fitri (berarti agama yang ada dalam hakekat alamiah). Semangat yang ditumbuhkan dalam peran manusia menurut Alquran tidak diarahkan untuk memandang dunia alam sebagai “musuh” yang harus ditun­dukkan, melainkan sebagai bagian integral dari jagat religius manusia yang bersamasama mewarisi kehidupan dunia ini.

Agar umat Islam tidak terje­bak pada sikap hidup kekinian dan kedisinian (hedonistis) maka selayaknya umat Islam mengem­bangkan landasan episte­mologisnya untuk mengembangkan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan oleh Alquran dan as-sunnah, de­ngan terus menggali dan merevisi ser­ta merevitalisasi khazanah ilmu pe­ngetahuan yang telah ada, sesungguhnya kajian epistemologi hukum Islam (ushul al-fiqh) awalnya adalah ditujukan untuk memberikan solusi bagi persoalanpersoalan baru yang tidak terdapat ketentuan hukumnya dalam ketetapan-ketetapan hukum yang ada (fiqh).

Melalui maqasid syari’ah diharapkan kita dapat meng­gunakan logika dalam mengem­bangkan hukum dan landasan moral dan etika sebagai dasar pijakan dalam setiap tindakan, karena maqasid al-syari’ah berfungsi sebagai metode analisa terhadap realitas yang tak terbatas berdasarkan pada teks yang secara kuantitas terbatas, guna me­ngembangkan nilai-nilai yang Islami agar tidak terjebak sakralisasi dan keva­kuman moral, sehingga cita-cita penegakan syari’ah itu sendiri dapat diwu­judkan bukan malah sebaliknya, dikang­kangi. Wallahu‘alam bisshawab.

USMAN JAMBAK

(Mahasiswa Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang/ Penggiat IKAMTI-Pasir)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun