Egoku Yang Berujung Sesal
        Â
"Kadang aku bertanya pada diriku sendiri, apakah aku seorang teman yang terlalu jahat???"
   Seketika aku tesentak dari lamunanku, terkejut antara senang dan sedih, ternyata disampingku sudah berdiri seorang teman yang akrap aku panggil Ayana.
"Kamu lagi ngelamunin apa sih Zifa?" tanya Ayana kepadaku.
Dan lanjut barkata, tanpa memberi kesempatan padaku untuk menjawab.
"Kamu tidak jahat Zifa, hanya waktu yang tak memberimu pilihan. Kamu seorang teman yang lebih dari saudara...
 Ayana pun berlalu pergi meninggalkanku.
   Malam itu angin berhembus lembut, membelai wajahku yang penuh rasa bersalah. Di kota yang berjulukan kota dingin ini, di sudut ruangan, aku duduk termenung, memandangi foto usang di atas meja. Wajahnya, wajah wanita yang pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupku, menatapku penuh cinta, seakan bertanya, mengapa kau pergi?
   Dulu, aku merasa segalanya begitu mudah. Keegoisan dan ambisi membuatku lupa akan dirinya, membuatku beranjak jauh tanpa pamit, mengejar cita-cita. Namun kenyataan berkata lain. Semakin aku mendaki, semakin jauh pula aku dari dirinya.
 "Dia pasti mengerti," pikirku kala itu. "Toh, semua ini demi masa depan".