Tapi nyatanya, waktu tak pernah kembali. Hari demi hari berlalu, kesibukan merenggut perhatianku dari dirinya. Pesan-pesan yang aku kirim tak lagi dia balas. Telepon dariku yang berbunyi tak pernah lagi dia terjawab. Yang membuat dirinya pergi menjauh dari kehidupanku, melanjutkan hidup di negeri orang.
   Kadang aku merasa egois dan terlalu mementingkan diri sendiri tanpa pernah menyadari ada seorang sahabat sejati yang selalu ada buatku ketika aku membutuhkan, tapi aku tak pernah memikirkan apakah dia membutuhkanku.
  Ternyata kuatku belum cukup tanpa seorang teman, dan hari hariku tak berwarna hanya dengan mementingkan diri sendiri, ada satu hal penting yang hilang dalam diriku, yaitu sahabat...
   Hingga suatu hari, kabar itu datang. Dia sekarat sakit. Hatiku terkejut seketika. Rasa bersalah menghantam dengan keras, membuatku terjebak dalam jurang penyesalan yang tak berujung. Menyesal akan waktu yang telah aku sia-siakan ketika dulu bersama Ayana.
   Â
   Ingin sekali aku menjeguk Ayana yang terbaring sakit. Tapi jauhnya jarak tak mungkin aku tempuh.
   Kini, malam-malam seperti ini menjadi saksi bisu dari kehampaan hidupku. Aku hanya bisa duduk, memandangi foto itu, dan bertanya-tanya, andai waktu bisa kuputar kembali, apakah aku akan memperbaiki semuanya? Tapi aku tahu, penyesalan selalu datang terlambat, dan tak ada yang bisa kulakukan selain menerima kenyataan pahit ini.
  Â
   Saat ini, penyesalan bukan lah solusi dan jalan keluar yang tepat akan apa yang telah aku alami.
   Â
   Aku menunduk, air mata perlahan jatuh. Hanya sebuah doa yang bisa kusampaikan, berharap dia bisa memaafkanku. Dan akupun berharap kesembuhan secapatnya buatmu, Ayana.