Menulis tulisan ini bagi saya agak berat sekali, butuh waktu 2 hari untuk merealisasikannya. Penuh pertimbangan.
Beberapa waktu lalu, seorang teman yang ikut rombongan kunjungan menteri koordinator bidang kesejahteraan rakyat (menkokesra) dan menteri hukum dan HAM ke Papua, tepatnya Jayapura bercerita soal penyerahan rumah bagi pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM) Nicolas Jouwe dan sertifikat WNI baginya.
Pendiri OPM yang mengasingkan diri ke Belanda dan telah berusia 87 tahun itu dalam dua tahun ini ramai diperbincangkan. Ketika pemerintahan pertama SBY, ia sudah menyampaikan niatnya untuk datang ke Indonesia.
Ketika itu, Aburizal Bakrie masih menjabat sebagai menkokesra. Ia merupakan salah satu pihak yang dimintai untuk menyiapkan segala hal yang berkaitan dengan proses kepulangan pendiri OPM itu.
Kini, setelah lebih dari setengah abad lari dari Indonesia, ia didampingi keluarganya kembali ke Bumi Papua. Kepulangannya menjadi perhatian besar pemerintah. Meski oleh pihak-pihak tertentu dianggap biasa-biasa saja.
Nicolas yang sudah tidak muda lagi, kepulangan dan niatan untuk menjadi WNI lagi menjadi hal yang menggelitik buat pihak-pihak yang mencermati sepak terjangnya selama ini.
Pertanyaan menarik yang teman lontarkan ke penulis, "Apakah dia kini memiliki pengaruh besar di OPM?"
Memang tidaklah mudah untuk mencari jawabannya. Apalagi ketika kepulangannya dikala usianya sudah senja.
Lalu, ketika teman yang ikut kunjungan menteri tersebut menceritakan kondisi rumah yang dibuatkan Pemerintah Republik Indonesia. Kesannya, "Ruarrrr biasaaaa..."
Menurut teman, rumah tersebut menghabiskan dana sekitar 6 miliar rupiah. Perabotan di dalamnya mewah. Lahan yang ditempatinya luas dan berada di atas bukit di Angkasapura, Jayapura.
Rumah semewah dan perabotan yang demikian wah tentu membuat siapapun yang melihatnya 'ngiler'. Apalagi didapatkannya secara gratis pula. Termasuk teman yang menceritakan pengalamannya itu juga berpikir sama.