Mohon tunggu...
KUNTJOJO
KUNTJOJO Mohon Tunggu... Lainnya - Saya menikmati menulis karena saya senang bisa mengekspresikan diri dan ide-ide saya.

"Menulis sesuatu yang layak dibaca atau melakukan sesuatu yang layak ditulis."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesiapan Bayi Neonatal dalam Menghadapi Kehidupan

11 Februari 2023   08:00 Diperbarui: 28 Februari 2023   20:03 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1: Refleks menghisap (Sumber: Ciccarelli & White, 2015: 318)

A. Pertumbuhan dan Perkembangan pada Periode Bayi

Periode bayi berlangsung sejak kelahiran sampai usia kira-kira 2 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan pada periode ini sangat menarik untuk dibicarakan, bukan hanya bagi pakar perkembangan tetapi juga bagi orang tua dan mereka yang pekerjaanya berhubungan dengan bayi misalnya tenaga medis.  Pada saat dilahirkan bayi dalam keadaan tidak berdaya dan kelangsungan hidupnya tergantung sepenuhnya pada pemeliharaan pihak lain, dalam hal ini yang terutama orang tua. Waktu yang dimiliki bayi sebagian besar untuk tidur. Namun dalam hitungan bulan terjadi perubahan yang luar biasa pada berbagai aspek. Perubahan tubuh dan perkembangan otak berlangsung luar biasa. Selama dua tahun pertama, berat badan naik empat kali lipat dan berat otak naik tiga kali lipat (Berger, 2016: 237). Koneksi antara sel-sel otak tumbuh padat, dengan jaringan dendrit dan akson yang kompleks. Kematangan otak mendasari perkembangan semua indera. Melihat, mendengar, dan bergerak maju dari refleks menjadi tindakan yang disengaja dan terkoordinasi, termasuk fokus, menggenggam, dan berjalan.

Bayi merupakan makhluk yang memiliki daya tarik luar biasa. Penampilan bayi baik secara fisik maupun gerik-gerik perilakunya, dan bagaimana mereka menunjukkan kemampuan bahasanya selalu menarik perhatian. Keterbatasan kemampuan motorik membuat gerik-gerik bayi terlihat lucu. Ekspresi wajah dan sorot mata yang polos sangat menggemaskan. Ucapan yang tidak jelas dan kalimat satu atau dua kata yang sering dipakai bayi untuk berkomunikasi sering membuat orang-orang disekitarnya bingung tetapi juga tertarik. Pada usia 1 tahun, bayi biasanya berbicara satu atau dua kata. Pada usia 2 tahun, mereka berbicara dalam kalimat pendek dan menambah kosakata setiap hari. Bahasa berkembang melalui penguatan, pematangan neurologis, dan motivasi sosial; ketiga proses ini digabungkan untuk menciptakan balita yang sangat suka berbicara (Berger, 2016: 237).

Perkembangan motorik dan kognitif menyebabkan bayi mandiri untuk beberapa hal misalnya mengambil dan mengembalikan maninan, naik dan turun ke dan dari tempat tidur, dan seterusnya.  Eksplorasi adalah bagian penting dari bagaimana seorang anak kecil belajar berhubungan dengan orang lain dan dengan hal-hal di sekitar mereka. Ketika rasa ingin tahu akan sekitarnya muncul dan didukung oleh keterampilan motoriknya, keinginan bayi bereksplorasi sangat kuat. Mereka berusaha mendekati atau memegang objek-objek yang menarik perhatiannya namun belum memahami bahwa objek-objek tertentu berbahaya bagi dirinya. Itu yang menyebabkan ada pernyataan bahwa periode bayi merupakan periode yang berbahaya sehingga pengasuhan harus dilakukan dengan hati-hati. Jangan sampai karena kelengahan pengasuh, bayi mengalami peristiwa yang tidak diharapkan.  

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam 2 tahun pertama setelah kelahiran sungguh luar biasa. Tidak ada perubahan pada periode perkembangan lainnya dalam rentang hidup ini mendekati apalagi menyamai perubahan dramatis di tahun-tahun awal ini.  Periode satu bulan pertama atau empat minggu sejak lahir disebut masa bayi baru lahir (newborn period atau neonatal period). Pada periode neonatal, bayi mengalami perubahan fisiologis dan anatomis karena beradaptasi dengan lingkungan barunya. Sebelum lahir, bayi terbungkus dalam kantung berisi cairan, berarti bayi tidak menghirup udara. Semua nutrisi, hormon, antibodi, dan seterusnya diperoleh dari ibu melalui plasenta. Tetapi begitu bayi lahir, mereka tidak lagi terhubung dengan ibunya, dan mereka harus belajar mandiri. Bayi-bayi baru lahir dalam keadaan tidak berdaya tetapi  mereka memiliki berbagai potensi untuk mampu menghadapi situasi yang baru. Dengan potensi yang dimiliki, mereka mampu mengembangkan kemampuan menyesuaikan diri dan kemampuan berkenaan dengan upaya mempertahankan hidup. 

B. Penyesuaian-penyesuaian Bayi Neonatal

Masa neonatal merupakan masa terjadinya penyesuaian yang radikal.   Dikatakan demikian karena lingkungan  yang dihadapi setelah dia dilahirkan jauh berbeda dengan lingkungan sebelumnya yaitu rahim ibunya. Oleh karena itu bayi neonatal menghadapi tugas berat yaitu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan pasca lahir. Empat area penting penyesuaian untuk bayi baru lahir adalah pernapasan, pencernaan, sirkulasi, dan pengaturan suhu (Ciccarelli & White, 2015: 348).

1.  Pernapasan

Pada saat lahir, paru-paru bayi berisi cairan, bukan udara. Belajar bernapas adalah hal pertama yang dilakukan bayi baru lahir saat keluar dari jalan lahir, dan itu bukan hal yang mudah. Untuk mengembang paru-paru dan mengisinya dengan udara, bayi yang baru lahir membutuhkan menghirup udara secara masif. Menghirup udara ini tidak hanya memperluas paru-paru, tetapi juga mengubah laju pernapasan dan tekanan darah. Tangisan lahir biasanya muncul saat pernapasan dimulai dan berfungsi untuk mengembang paru-paru. Awalnya pernapasan tidak teratur dan tidak sempurna. Bayi menguap, terengah-engah, bersin, dan batuk untuk mengatur proses pernapasan.

2.  Pencernaan

Selama dalam kandungan, bayi memperoleh makanan dari ibunya secara tetap melalui tali pusatnya. Setelah dia dilahirkan, dia mengandalkan refleksnya dalam menghisap dan menelan. Dalam konteks ini reflek mencari (rooting) dan refleks menghisap memiliki peranan yang sangat urgen.  Sistem pencernaan mungkin membutuhkan waktu paling lama untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar rahim. Proses penyesuaian pencernaan adalah alasan lain dari kelebihan lemak tubuh bayi dan merupakan penyediakan bahan bakar sampai bayi mampu makan sendiri dengan cukup (Ciccarelli & White, 2015: 317).

3.  Sirkulasi Darah

Selama dalam kandungan, janin bergantung pada ibunya untuk kebutuhan makanan dan oksigen. Karena janin tidak menghirup udara, sirkulasi darahnya berbeda dengan sirkulasi setelah lahir. Plasenta adalah organ yang berkembang dan tertanam di rahim ibu selama kehamilan dan memiliki peran vital dalam pertumbuhan bayi selama dalam kandungan. Janin terhubung ke plasenta oleh tali pusar. Semua nutrisi, oksigen, dan dukungan hidup yang diperlukan dari darah ibu melewati plasenta dan ke bayi melalui pembuluh darah di tali pusat. Saat lahir, perubahan besar terjadi. Bayi tidak lagi menerima oksigen dan nutrisi dari ibunya. Dengan menghirup udara pertama, paru-paru mulai mengembang. Paru-paru jantung bayi mulai berfungsi sebagaimana orang dewasa. Darah sekarang hanya bersirkulasi di dalam sistem tubuh bayi.

4.  Pengaturan Suhu Tubuh

Pada saat bayi berada di dalam rahim ibunya suhu udara yang dihadapi relatif  tetap. Dalam lingkungan pasca kelahiran, bayi nenonatal menghadapi lingkungan yang suhu udaranya berbeda-beda, tergantung di mana bayi berada dan juga bisa berubah-ubah, misalnya suhu udara pagi, siang, dan malam hari yang berbeda. Dalam menyesuaikan diri dengan suhu udara, suhu tubuh diatur oleh aktivitas bayi dan lemak tubuh (yang bertindak sebagai isolasi), bukan oleh cairan ketuban (Ciccarelli & White, 2015: 317).

C. Refleks dan Pola Aktivitas Harian Bayi Neonatal

Pada masa lalu, bayi lahir dianggap sebagai makhluk yang rapuh dan tidak berdaya dalam menghadapi kehidupan.  Anggapan seperti itu didasarkan kenyataan bahwa  berbagai keterampilan sebagaimana dimiliki orang dewasa belum dimilikinya.  Keterampilan keterampilan atau kemampuan manusiawi yang merupakan hasil belajar memang belum dimiliki oleh bayi. Yang mereka miliki adalah kemampuan potensial yang menunggu pematangan dan proses belajar dari lingkungannya. Namun demikian mereka telah memiliki kemampuan bawaan yang diperlukan untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.

Fakta yang mengejutkan adalah bahwa bayi yang baru lahir jauh lebih siap untuk hidup dari pada yang diasumsikan oleh para orang tua, tenaga medis, dan pakar (Shaffer & Kipp, 2014: 132). Semua indera bayi yang baru lahir dapat berfungsi dengan baik. Selain itu mereka juga memiliki kemampuan bawaan untuk beradaptasi dengan dengan lingkungan yaitu refleks dan pola aktivitas harian atau keadaan gairah (state of aurosal) yang dapat diprediksi.

1. Refleks

Refleks adalah respons terpola yang terjadi secara otomotis terhadap stimulus tertentu (Shaffer & Kipp, 2014: 132).  Refleks merupakan respons yang tidak disengaja terhadap rangsangan, seperti saat mata secara otomatis berkedip sebagai respons terhadap hembusan udara. Refleks bukan merupakan hasil belajar tetapi kemampuan yang telah dimiliki bayi sejak lahir. Menurut von Hofsten,  reaksi yang tampaknya sederhana ini sebenarnya adalah pola perilaku yang cukup bervariasi dan kompleks yang memberi bayi cara untuk mulai berinteraksi dengan dunia mereka (Sigelman & Rider, 2018: 136). Refleks merupakan pola perilaku yang mengagumkan dan menarik perhatian. Bagi ahli perkembangan, refleks bayi baru lahir adalah mekanisme untuk bertahan hidup, indikator pematangan otak, dan sisa-sisa sejarah evolusi dan bagi orang tua, refleks sebagian besar menyenangkan dan terkadang luar biasa (Berger, 2015: 126).

Ada bermacam-macam refleks yang dimiliki bayi yang baru lahir.   Beberapa refleks disebut refleks bertahan hidup (survival reflexes) karena memiliki nilai adaptif yang jelas (Sigelmen & Rider, 2018: 136). Dengan refleks bertahap hidup yang dimilikinya, bayi mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan yang baru, yang jauh berbeda dengan lingkungan sebelumnya, dan memenuhi berbagai kebutuhan biologisnya. Berger (2015: 126), mendiskripsikan beberapa fungsi refleks bertahap hidup sebagai berikut.

  • Refleks menjaga suplai oksigen. Refleks pernapasan (breathing reflex) dimulai bahkan sebelum tali pusar, dengan suplai oksigennya, terputus. Refleks tambahan yang mempertahankan oksigen adalah refleks cegukan (hiccup reflex) dan refleks bersin (snezzing reflex), serta meronta (menggerakkan lengan dan kaki) untuk menghindari sesuatu yang menutupi wajah.
  • Refleks menjaga suhu tubuh konstan. Saat bayi kedinginan, mereka menangis, menggigil, dan melipat kaki di dekat tubuh. Saat kepanasan, mereka mencoba menyingkirkan selimut dan kemudian diam.
  • Refleks mengatur pemberian makan. Refleks menghisap (sucking reflex) menyebabkan bayi baru lahir menghisap apa pun yang menyentuh bibir mereka, misalnya: jari tangan, kaki, selimut, serta puting susu. Dalam refleks mencari (rooting reflex), bayi mengarahkan mulutnya ke arah apa pun yang menyentuh pipi mereka. Bayi mencari puting secara refleksif  dan mulai menyusu. Refleks menelan (swallowing) juga membantu pemberian makan, seperti halnya menangis saat perut kosong dan meludah jika terlalu banyak ditelan dengan cepat. Foto di bawah menggambarkan refleks menghisap.

Refleks bertahan hidup tidak hanya menawarkan perlindungan terhadap stimulasi permusuhan dan memungkinkan bayi untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi refleks tersebut  mungkin juga memiliki dampak yang sangat positif pada ibu atau pengasuhnya (Shaffer & Kipp, 2014: 132). Ibu, misalnya, mungkin merasa cukup bersyukur dan kompeten sebagai orang tua ketika bayinya yang lapar segera berhenti rewel dan mengisap puting dengan mudah.

Kelompok refleks yang lain disebut refleks primitif (primitive reflexes) yang tidak begitu jelas fungsinya dan banyak yang meyakini sebagai sisa-sisa sejarah evolusi yang telah melampaui tujuannya, contoh refleks Babinski (Sigelmen & Rider, 2018: 136).  Bagi Berger (2015: 126), refleks-refleks tersebut tidak diperlukan untuk bertahan hidup tetapi menandakan keadaan fungsi otak dan tubuh bayi. Refleks membantu mengungkap apakah sistem saraf bayi baru lahir bekerja dengan baik. Misalnya bayi dengan kerusakan saraf skiatika (sciatic nerve) tidak menunjukkan refleks penarikan (withdrawal reflex),  begitu pula beberapa refleks menghilang selama masa bayi, jika refleks tetap ada, ini menunjukkan adanya masalah dalam sistem saraf yang berkembang (Kail & Cavanaugh, 2016: 80). Selain itu, refleks juga berhubungan dengan kemampuan seseorang di kemudian hari, misalnya refleks moro. Refleks moro diyakini kelak menjadi mekanisme untuk menyelamatkan diri dengan cara perpegangan pada benda lain ketika ada peristiwa yang menyebabkan seseorang akan jatuh (Santrock, 2011: 126). Beberapa refleks berikut ini menurut Berger (2015: 126)  mengindikasikan bahwa fungsi otak dan tubuh bayi berkembang normal.

a. Refleks menggenggam Palmar (Palmar grasping reflex). Ketika sesuatu menyentuh telapak tangan bayi yang baru lahir, bayi mencengkeramnya dengan erat.

Gambar 2: Refleks menggenggam (Sumber: Shaffer & Kipp (2014: 132)
Gambar 2: Refleks menggenggam (Sumber: Shaffer & Kipp (2014: 132)

b. Refleks Babinski (Babinski reflex). Saat kaki bayi yang baru lahir dibelai, jari-jari kakinya mengembang ke atas.

c. Refleks melangkah (stepping reflex). Saat bayi baru lahir diangkat tegak, kaki menyentuh permukaan datar, mereka menggerakkan kaki seolah-olah berjalan.

Gambar 3: Refleks melangkah (Sumber: Ciccarelli & White (2015: 318)
Gambar 3: Refleks melangkah (Sumber: Ciccarelli & White (2015: 318)

d. Refleks renang (swimming reflex). Saat dipegang secara horizontal di perut mereka, bayi yang baru lahir mengulurkan tangan dan kakinya.

e. Refleks moro (moro refleks). Ketika seseorang menepuk permukaan tempat berbaring, bayi yang baru lahir mengibaskan tangan mereka ke luar dan kemudian menyatukan mereka di dada, menangis dengan mata terbuka lebar.

Gambar 4: Refleks moro  (Sumber : Kail & Canavaugh, 2016: 81)
Gambar 4: Refleks moro  (Sumber : Kail & Canavaugh, 2016: 81)

2. Pola Aktivitas Harian Bayi

Bayi baru lahir juga menunjukkan pola aktivitas harian yang teratur (states of aurosal) yang dapat diprediksi dan mendorong hasil perkembangan yang sehat. Bayi baru lahir menunjukkan pola aktivitas secara bergantian berupa pola aktivitas harian yang terdiri dari lima macam. Selama 1 bulan, pola aktivitas harian bayi bisa berganti dengan cepat dari satu keadaan ke keadaan lain. Menurut Berg dan koleganya, bayi baru lahir menggunakan sekitar 70 persen dari waktu mereka (16 hingga 18 jam sehari) untuk tidur dan hanya 2 hingga 3 jam keadaan waspada, tidak aktif (tapi perhatian), ketika mereka paling menerima rangsangan eksternal (Shaffer & Kipp, 2014: 134).

Pola aktivitas harian bayi baru lahir berupa: (1) tidur teratur, (2) tidur tidak teratur, (3) mengantuk, (4) terjaga tenang, dan (5) aktivitas terjaga dan menangis (Berk, 2012: 139). Siklus tidur bayi biasanya singkat, berlangsung dari 45 menit sampai 2 jam. Sering tidur siang bayi dipisahkan oleh periode kantuk, waspada atau tidak aktif, dan menangis.. Hasil penelitian bayi yang baru lahir menunjukkan adanya individualitas dalam pola aktivitas harian (Shaffer & Kipp, 2014: 132).  Misalnya, ada bayi baru lahir tidur teraturnya lebih lama dibanding bayi-bayi yang lain. Demikian pula, ada bayi yang lebih sering menangis dibanding bayi-bayi yang lain.  Perbedaan ini memiliki implikasi yang jelas bagi orang tua, yang mungkin merasa jauh lebih menyenangkan menghadapi bayi yang tidurnya lebih lama dan tidak sering menangis.

Berkenaan dengan tangisan bayi, Kail dan Cavanaugh (2016: 82) menyatakan bahwa para ilmuwan dan orang tua dapat mengidentifikasi tiga jenis tangisan yang berbeda: tangisan dasar (a basic cry), tangisan marah (a mad cry), dan tangisan rasa sakit (a pain cry). Tangisan dasar dimulai dengan lembut dan secara bertahap menjadi lebih intens; biasanya terjadi ketika bayi lapar atau lelah. Tangisan marah adalah versi yang lebih intens dari tangisan dasar; tangisan rasa sakit dimulai dengan tangisan yang tiba-tiba dan lama diikuti dengan jeda yang lama dan terengah-engah. Menangis merupakan cara pertama bayi baru lahir dalam komunikasi interpersonal. Melalui tangisan, bayi memberi tahu orang tuanya bahwa mereka lapar atau lelah, marah atau terluka. 

DAFTAR PUSTAKA

Berger, K. S. (2015). The Developing Person: Through Childhood and Adolescence. New York: Worth Publisher.

Berk, L.E. (2012). Development Through the Lifespan: Dari Prenatal Sampai Remaja. (Alih Bahasa: Daryatno). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ciccarelli, S.K. & White, J.N. (2015). Psychology. Boston: Pearson.

Kail, R.V. & Cavanaugh, J.C. (2016). Human Development: A Life-Span View. Boston: Cengage Learning.

Santrock, J. (2011). Life-Span Development. New York: McGraw-Hill,

Shaffer, D.R., & Kipp, K. (2014). Developmental Psychology: Childhood & Adolescence Ninth Edition. Belmont: Jon -- David Hague.

Siegelman, C.K. & Rides, E.A. (2018). Life-Span Human Development. Bonston: Cengage Learning.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun