A. Paradigma Pemrosesan Informasi
Selama paruh pertama abad kedua puluh, pemikiran-pemikiran di bidang psikologi, terutama di Amerika didominasi oleh behaviorisme. Berkenaan dengan dinamika perilaku manusia, para behavioris hanya mempelajari perilaku yang bisa diamati secara langsung karena menurut mereka objek itulah yang bisa dipelajari secara ilmiah. Para behavioris mengabaikan peristiwa mental, seperti pikiran, perhatian, imajinasi, motivasi, dan seterusnya yang sering disebut kognisi. Pandangan demikian membuat cara kerja kognisi seperti misteri yang tidak bisa diungkap. Namun, sekitar tahun 1940-an, komputer muncul, memberikan metafora kepada para ahli psikologi untuk menjelaskan bagaimana pikiran manusia berfungsi.Â
Metafora tersebut membantu mereka menjelaskan berbagai proses yang dilakukan otak, termasuk perhatian dan persepsi, yang dapat dibandingkan dengan memasukkan informasi ke dalam komputer dan memori, yang dapat dibandingkan dengan ruang penyimpanan komputer. Pandangan yang demikian disebut sebagai pendekatan pemrosesan informasi. Â Komputer modern pertama, yang dikembangkan oleh John von Neumann pada akhir 1940-an, menunjukkan bahwa mesin mati dapat melakukan operasi logis dan ini menunjukkan bahwa beberapa operasi mental mungkin seperti dilakukan oleh komputer, memberi tahu manusia sesuatu tentang cara kerja kognisi manusia (Santrock, 2018: 253).
Teori pemrosesan informasi, menurut Shuell, fokus pada bagaimana manusia menghadapi peristiwa lingkungan, menyandikan informasi yang akan dipelajari dan menghubungkannya dengan pengetahuan dalam memori, menyimpan pengetahuan baru dalam memori, dan mengambilnya sesuai kebutuhan (Schunk, 2012: 164). Menururt Matlin, meskipun ada teori tertentu dijadikan acuan dalam pembahasan pemrosesan informasi, Â tetapi tidak ada satupun teori yang dominan, dan beberapa peneliti tidak mendukung teori apa pun saat ini (Schunk, 2012: 164).Â
Mengingat hal yang demikian, mungkin ada yang menyimpulkan bahwa teori pemrosesan informasi tidak memiliki identitas yang jelas. Hal demikian bisa saja terjadi karena pengaruh kemajuan di berbagai bidang ilmu pada pemikiran tentang belajar, termasuk teknologi komunikasi dan informasi  serta ilmu saraf. Konsep-konsep tertentu dari ilmu-ilmu tersebut dipakai dalam pembahasan pemrosesan informasi.
Ahli teori pemrosesan informasi menentang pandangan behaviorisme  bahwa belajar melibatkan pembentukan asosiasi antara rangsangan dan tanggapan. Ahli teori pemrosesan informasi tidak menolak asosiasi, karena mereka mendalilkan bahwa pembentukan asosiasi antara pengetahuan-pengetahuan membantu memfasilitasi perolehan dan penyimpanannya dalam memori, sebaliknya, para ahli teori ini kurang peduli dengan kondisi eksternal dan lebih fokus pada proses internal (mental) yang mengintervensi antara rangsangan dan tanggapan (Schunk, 2012: 165).
Menurut teori pemrosesan informasi, peserta didik adalah pencari dan pengolah informasi yang aktif. Mayer menegaskan, tidak seperti behaviorisme yang memandang  bahwa peserta didik merespons ketika rangsangan menimpa mereka, ahli teori pemrosesan informasi berpendapat bahwa orang memilih dan memperhatikan fitur lingkungan, mengubah informasi, menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya, dan mengatur pengetahuan untuk membuatnya bermakna (Schunk, 2012: 165).
Ada asumsi bahwa pemrosesan informasi dapat dianalogikan dengan pemrosesan komputer, setidaknya secara metaforis. Proses belajar manusia mirip dengan cara kerja komputer: proses penerimaan informasi, menyimpannya dalam memori, dan mengambilnya jika ada kebutuhan untuk itu. Para peneliti, menurut  Farnham-Diggory dan koleganya, juga berasumsi bahwa pemrosesan informasi terlibat dalam semua aktivitas kognitif: mengamati, berlatih, berpikir, memecahkan masalah, mengingat, melupakan, dan seterusnya (Schunk, 2012: 165).
B. Model Skema Sistem Pemrosesan InformasiÂ
Para psikolog kognitif telah mengembangkan model pemrosesan informasi dengan meminjam istilah-istilah yang lazim digunakan pada bidang pemrograman komputer seperti input, output, accessing, dan information retrieval (Wade & Tavris, 2007: 67). Sama seperti komputer yang terdiri dari perangkat keras (hardware), berupa: disk drive, unit pemrosesan pusat, dll.), dan perangkat lunak (software) berupa program-program  yang digunakannya, teori pemrosesan informasi menyatakan bahwa kognisi manusia terdiri dari perangkat keras mental dan perangkat lunak mental. Perangkat keras mental mengacu pada struktur kognitif, termasuk berbagai memori tempat informasi disimpan dan perangkat lunak mental mencakup serangkaian proses kognitif yang terorganisasi, yang memungkinkan orang untuk menyelesaikan tugas tertentu, seperti membaca kalimat, bermain video game, atau memukul bola, dan seterusnya (Kail & Cavanaugh, 2014: 12).
Proses kerja kognisi dalam pemrosesan informasi dapat digambarkan seperti cara kerja komputer. Seperti komputer menerima masukan, kognisi menerima masukan (informasi) melalui indera. Jika ada perhatian pada informasi,  maka informasi masuk ke memori jangka pendek (short term memory). Sementara dalam memori jangka pendek atau memori kerja (working memory), kognisi mampu menggunakan informasi untuk berinteraksi dengan lingkungan. Informasi tersebut kemudian dikodekan ke memori jangka panjang (long term memory), di sini informasi tersebut kemudian disimpan. Informasi tersebut dapat diperoleh kembali bila perlu dengan menggunakan eksekutif pusat. Eksekutif pusat dapat dipahami sebagai pikiran sadar. Eksekutif pusat dapat menarik informasi dari memori jangka panjang kembali ke memori kerja untuk digunakan. Seperti komputer memproses informasi, begitulah cara berpikir pikiran manusia memproses informasi. Output yang akan dihasilkan komputer dapat diibaratkan sebagai output pikiran informasi melalui perilaku atau tindakan.  Proses kerja sebagaimana didiskripsikan di atas sering di visualisasikan melalui  model memori sebagai berikut.