Mohon tunggu...
KUNTJOJO
KUNTJOJO Mohon Tunggu... Lainnya - Saya menikmati menulis karena saya senang bisa mengekspresikan diri dan ide-ide saya.

"Menulis sesuatu yang layak dibaca atau melakukan sesuatu yang layak ditulis."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peranan Motivasi Berprestasi dalam Keberhasilan dengan Keunggulan

17 Desember 2022   08:00 Diperbarui: 17 Desember 2022   08:18 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pengertian dan Indikasi Motivasi Berprestasi

Dalam psikologi pendidikan, jenis motivasi yang paling sentral, dan yang telah mendapatkan perhatian paling teoritis dan empiris, adalah motivasi kompetensi,  sering diberi label motivasi berprestasi (Salkind, 2008: 688). Konsep tentang motivasi berprestasi menjadi terkenal stelah McClelland mengemukakan hasil pemikirannya tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), yang sering disingkat dengan n-Ach.  Kebutuhan untuk berprestasi,  menurut McClelland, adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien dari pada yang dilaksanakan sebelumnya  (Sabur, 2003: 185).

Sementara itu, Heckhausen menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri siswa yang selalu berusaha dan berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan (Djaali, 2008: 103).  

Standar keunggulan tersebut menurut Heckhausen (dalam Djaali, 2008: 103) terdiri atas tiga komponen, yaitu standar keunggtulan tugas, standar keunggulan diri, dan standar keunggulan siswa lain. Standar keunggulan tugas merupakan standar yang berhubungan dengan pencapaian tugas sebaik-baiknya. Standar keunggulan diri merupakan standar yang berhubungan dengan pencapaian prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi yang pernah dicapai sebelumnya. Standar keunggulan siswa lain adalah standar keunggulan yang berhubungan dengan dengan pencapaian prestasi yang lebih tinggi dengan prestasi yang dicapai oleh siswa-siswa lainnya.

Motivasi berprestasi, menurut Dave dan Anand (dalam Singh, 2011: 165), adalah sebagai suatu usaha  untuk  mencapai  hasil  yang  sebaik-baiknya  dengan  berpedoman  pada  suatu  standar keunggulan tertentu (standards of exellence). Sedangkan Slavin (2009: 118), mendefinisikan motivasi berprestasi atau motivasi pencapaian sebagai keinginan untuk mengalami keberhasilan dan berpartisipasi ke dalam kegiatan di mana keberhasilan bergantung pada upaya dan kemampuan pribadi. 

Setelah membahas beberapa definisi motivasi dari beberapa ahli, Komarudin (2013: 25) kemudian menyatakan bahwa  motivasi berprestasi pada hakikatnya merupakan keinginan, hasrat, kemauan, dan pendorong untuk dapat  unggul yaitu mengungguli prestasi yang pernah dicapainya sendiri atau prestasi yang dicapai orang lain.  Dalam hubungannya dengan olahraga, Komarudin (2013: 25) menjelaskan bahwa motivasi berprestasi memberikan kesempatan kepada atlet untuk mencapai sesuatu dengan sempurna, meningkatkan kebugaran pada tingkatan tertinggi, dan berlatih secara maksimal.

Berdasarkan pendapat dari para ahli sebagaimana diuraikan di atas selanjutnya dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan atau keinginan dalam diri seseorang untuk mendapatkan hasil yang tinggi,  lebih tinggi dari yang sudah dicapainya dan juga lebih tinggi dari yang dicapai oleh orang lain. Upaya pencapaian hasil yang tinggi tersebut dilakukan dengan tindakan yang terencana, efisien, dan bertujuan.

Ada beberapa pendapat dan hasil penelitian yang menggambarkan karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi.  Berikut dikemukakan beberapa diantaranya. Friedman dan Schustack (2008: 320) menyatakan bahwa seseorang dengan kebutuhan akan pencapaian yang tinggi cenderung tekun, bahkan terdorong untuk memenuhi tugas yang masyarakat tetapkan untuk dirinya, mereka mungkin memperoleh sederet gelar kesarjanaan  atau penghargaan,  mereka cenderung berada di posisi puncak dalam bisnis, terutama jika kuantitas lebih lebih dari pada kualitas, atau jika ketakutan atau ketekunan menghasilkan kemenangan. Slavin (2009: 118) menegaskan bahwa peserta didik yang termotivasi pencapaian ingin dan berharap untuk berhasil; ketika mereka gagal, mereka melipat gandakan upayanya hingga mereka benar-benar berhasil.

Hasil penelitian Murray dan koleganya  (dalam Mariyanti dan Meinawati, 2007: 1) tentang individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dideskripsikan sebagai berikut:

  • memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi;
  • memiliki program kerja berdasarkan rencana dan tujuan yang realistik serta berjuang untuk merealisasikannya;
  • memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil risiko yang dihadapinya;
  • melakukan pekerjaan yang berarti dan menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan;
  • mempunyai keinginan menjadi orang terkemuka yang menguasai bidang tertentu.

Komponen Motivasi Berprestasi Menurut Tripartite Model of Motivation for Achievement

Menurut Klose (2008: 13),  motivasi berprestasi,  khususnya pada peserta  didik, terdiri dari komponen-komponen:   social  comparison;    ability   and  effort;  reward salience; dan  task preference. Dengan  perbandingan sosial (social comparison), orientasi motivasi yang  positif akan diwakili oleh keyakinan bahwa perkembangan pribadi dan penguasaan terhadap suatu tugas atau pekerjaan lebih penting daripada membandingkan kinerja seseorang kepada orang lain. Kemampuan dan usaha berhubungan erat. Prestasi dapat dicapai jika ada usaha untuk mencapainya dan usaha tersebut harus didukung oleh adanya kemampuan. Arti penting suatu hadiah (reward salience) adalah orientasi prestasi yang mencerminkan keyakinan siswa tentang perhargaan dari kelas dan sekolahnya.

Komponen-komponen  motivasi berprestasi, berdasarkan   Tripartite Model of Motivation for Achievement  yang dikembangkan oleh Tuckman (2014: 1-2),  terdiri dari tiga variabel generik, yaitu attitude (sikap), drive (dorongan), dan  strategy  (startegi).

1. Sikap 

Berdasarkan model tripartite, sikap yang dimaksud dalam dalam hubungannya dengan motivasi berprestasi adalah efikasi-diri, atau bagaimana keyakinan seseorang akan kemampuannya sendiri. Tanpa sikap, tidak ada alasan untuk percaya bahwa seseorang mampu melakukan tindakan tertentu untuk memperoleh hasil baik yang diinginakan.  Ada bukti yang cukup untuk mendukung pendapat bahwa efikasi-diri berkontribusi pada dicapainya prestasi akademik.

2. Dorongan  

Keyakinan bahwa ada kemampuan untuk  melakukan suatu saja masih belum cukup untuk bisa mencapai keberhasilan yang memuaskan.  Diperlukan energi agar keyakinan tersebut berkembang menjadi suatu tindakan.  Dalam konteks inilah dorongan (drive) diperlukan. Tanpa dorongan yang kuat seseorang enggan untuk berbuat, takut menghadapi tantangan dan persaingan, serta mudah putus asa. Salah satu sumber potensial dari dorongan untuk melakukan adalah nilai insentif kinerja, teori insentif  menunjukkan bahwa orang akan melakukan tindakan bila kinerjanya cenderung mengakibatkan beberapa hasil yang mereka inginkan, atau yang penting bagi mereka.

3. Strategi 

Strategi dibutuhkan berkenaan dengan usaha melakukan tindakan yang efektif.  Tanpa strategi tidak ada acuan untuk membantu memilih dan membimbing tindakan yang diperlukan. Dalam dekade terakhir, bukti yang dikumpulkan untuk peran strategi dalam motivasi untuk pencapaian telah cukup, terutama dalam kerangka belajar mandiri. Selain percaya pada kemampuan sendiri, dan memiliki keinginan untuk mencapai hasil tertentu,  mampu melaksanakan strategi tertentu dapat mencapai  sukses dalam berbagai bidang, misalnya penulis, atlet, musisi, dan seterusnya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

Henry Murray, penggagas studi kepribadian yang didasarkan pada motivasi, menggunakan istilah kebutuhan (need) yang merujuk pada kesiapan untuk merespons dengan cara tertentu dalam kondisi tertentu (Friedman dan Schustack, 2008: 320).  Menurut Murray kebutuhan dasar manusia meliputi  kebutuhan akan pencapaian, afiliasi, dominasi dan eksibisi (Friedman & Schustack, 2008: 320). Kebutuhan akan pencapaian sebagaimana dikemukakan oleh Murray selanjutnya diteliti secara intensif oleh David C. McClelland dan koleganya. Mc Clelland kemudian mengembangkan Achievement Theory of Motivation yang berkisar pada tiga aspek penting, yaitu achievement, power dan affiliation.

Walgito (2004: 227-228), menyatakan bahwa motivasi berprestasi merupakan motif sosial yang dipelajari secara mendetail dan orang yang memiliki memiliki motivasti tersebut akan berusaha meningkatkan performance, sehingga dengan demikian akan terlihat kemampuan prestasinya.  Sebagai motif sosial, motivasi prestasi dipengaruhi harapan sosial, dukungan sosial, situasi kompetitif dalam komunitas sosial, dan seterusnya.

Dalam pandangan teori imbalan dengan prestasi (Yudhawati dan Haryanto, 2011: 88),  motivasi berprestasi, khususnya dalam bekerja seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal, yaitu: (1) persepsi seseorang mengenai diri sendiri, (2) harga diri, (3) harapan pribadi, (4) kebutuhan, (5) keinginan, (6) kepuasan kerja, dan (7) prestasi kerja yang dihasilkan, maupun faktor eksternal, yaitu : (1) jenis dan sifat pekerjaan, (2) kelompok kerja di mana seseorang bergabung, (3) organisasi tempat kerja, (4) situasi lingkungan pada umumnya, dan (5) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

Motivasi Berprestasi dan Keberhasilan Belajar 

Ada beberapa penelitian tentang peranan motivasi berprestasi dengan keberhasilan belajar atau pencapaian akademik, diantaranya sebagai berikut. Sabina Koodziej dari Kozminski University, Polandia, dalam penelitiannya yang berjudul The Role of Achievement Motivation in Educational Aspirations and Performance, Koodziej (2010: 47) menyimpulan dan memberikan  rekomendasi sebagai berikut:

  • Motivasi berprestasi adalah salah satu faktor psikologis penting yang menentukan kesuksesan akademik dan pekerjaan di masa depan. Oleh karena itu, pendidikan umum dan profesional harus dilengkapi dengan pelatihan yang berfokus pada keterampilan psikologis yang berguna dan diinginkan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Pembentukan kompetensi siswa tanpa mempraktikkan dan mengembangkan komponen-komponen psikologis yang diperlukan tidak akan membiarkan lulusannya terdidik secara komprehensif dan dapat mengakibatkan kegagalan mereka di pasar tenaga kerja.

Penelitian tentang peranan motivasi dalam keberhasilan belajar yang dilakukan oleh Gupta dan koleganya menghasilkan kesimpulan bahwa  "Adolescents with high achievement motivation showed better academic achievement than the students with low achievement motivation" (Gupta, Devi, dan Pasrija, 2012: 143).  Bahwa peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menunjukkan pencapaian akademik yang lebih baik dibanding peserta didik yang memiliki motivasi berprestasi yang lemah. Peneliti lainnya, Erhuvwu dan Adeyemi, melaporkan hasil penelitiannya yang berjudul Achievement Motivation As A Predictor Of Academic Achievement Of Senior Secondary School Student In Mathematics (2019). Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi berprestasi secara signifikan memprediksi prestasi akademik siswa sekolah menengah atas,  bahwa motivasi berprestasi terbukti memiliki hubungan yang lebih kuat dengan prestasi belajar matematika siswa (Erhuvwu dan Adeyemi, 2019: 44).

Motivasi berprestasi bukan hanya berpengaruh pada keberhasilan akademik dan pekerjaan tetapi juga pada kehidupan. Berkenaan dengan hal ini Singh (2011: 164) menyatakan sebagai berikut:

  • Motivasi berprestasi membentuk dasar bagi kehidupan yang baik. Orang yang berorientasi pada prestasi pada umumnya menikmati hidup dan merasa memegang kendali.
  • Menjadi termotivasi membuat orang tetap dinamis dan memberi mereka harga diri. Mereka menetapkan target yang cukup sulit tetapi mudah dicapai, yang membantu mereka mencapai tujuan mereka".

Motivasi Berprestasi dan Harapan

Hubungan motivasi berprestasi dengan kebutuhan dapat dijelaskan berdasarkan teori kebutuhan (Expectancy-Value  Theory) yang dikembangkan oleh Victor H. Vroom.  Dalam menyusun teorinya, 

Vroom, seperti dikutip oleh Lunenburg (2011: 1-2), mendasari dengan empat asumsi sebagai berikut ini.

  • Bahwa orang bergabung dengan organisasi dengan harapan berkaitan dengan kebutuhan, motivasi, dan pengalaman masa lalu mereka.
  • Bahwa perilaku individu adalah hasil dari pilihan sadar.
  • Bahwa orang menginginkan hal yang berbeda dari organisasi (misalnya, gaji yang baik, keamanan kerja, kemajuan, dan tantangan).
  • Bahwa orang akan memilih di antara alternatif untuk mengoptimalkan hasil bagi mereka secara pribadi.

Berdasarkan  asumsi-asumsi tersebut selanjutnya  Vroom mengembangkan teorinya  yang di dalamnya terdapat 3 komponen sebagaimana dinyatakan oleh Lunenburg (2011: 1) sebagai berikut:    The  expectancy  theory  based  on  these  assumptions  has  three  key  elements: expectancy,  instrumentality, and valence. Berkenaan dengan hubungan ketiga elemen tersebut,  Soemanto (2014: 193) menjalaskan hubungan antar ketiga komponen tersebut sebagi berikut.  Expectancy atau harapan adalah kadar kuatnya keyakinan seseorang bahwa  upaya kerja akan menghasilkan penyelesaian tugas.  Instrumentality atau intrumentalitas menunjukkan keyakinan bahwa dirinya akan memperoleh suatu imbalan apabila tugas dapat diselesaikan. Sedangkan valence mengacu kepada kekuatan 

preferensi dirinya untuk memperoleh imbalan dan merupakan ungkapan kadar keinginannya untuk mencapai suatu tujuan.

Intisari dari teori harapan menyatakan bahwa jika seseorang mengharapkan sesuatu dan dia yakin bahwa peluang untuk memperolehnya besar maka yang bersangkutan memiliki dorongan yang kuat untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Menurut Pace dan Faules (dalam Sabur, 2003: 287),  seseorang termotivasi  untuk melakukan suatu tindakan dengan sungguh-sungguh  jika dirinya percaya bahwa : (1) perilaku  tertentu  akan mengantarkan pada hasil tertentu (expectancy); (2)  hasil tersebut mempunyai nilai positif baginya (valence / value), dan (3) hasil tersebut dapat dicapai melalui suatu usaha (instrumentality).

Daftar Pustaka

Djaali, H. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Erhuvwu, O.S. & Adeyemi, F.T. (2019). "Achievement Motivation As A Predictor Of Academic Achievement Of Senior Secondary School Student In Mathematics".  European Journal of Educational and Development Psychology Vol.7, No.3, pp.36-45, October 2019.

Friedman, H.S. dan Schustack, M. W. (2008). Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern. (Penterjemah: Fransiska Dian Ekarini, Maria Hany, dan Andreas Provita Prima). Jakarta: Erlangga. 

Gupta, M., Devi, M., & Pasrija, P. (2012). "Achievement Motivation: A Major Factor in Determining Academic Achievement". Asian Journal of Multidimensional Research Vol.1 Issue 3, August2012, ISSN 2278-4853.

Klose, L. M. (2008). "Understanding and Fostering Achievement Motivation". Principial Leadership, December 2009, 12.

Koodziej, S. (2010). "The Role of Achievement Motivation in Educational Aspirational and Performance". General and Professional Education 1/2010.

Komarudin. (2013). Psikologi Olahraga. Bandung: PT Remaja Roskakarya.

Lunenburg, F. C. (2011). Expectancy Theory of Motivation: Motivating by Altering Expectations. International Journal of Management, Business, and Administration Volume 15, Number 1, 2011.  

Mariyanti, S. dan   Meinawati, R. (2007). "Peranan Motivasi Berprestasi dalam Prestasi Kerja pada Agen yang Bekerja di Kantor Operasional Pondok Gede dan Kalimalang AJB Bumiputera 1912 Jabang Jakarta Timur". Jurnal Psikologi Vol. 5 No. 1, Juni 2007.

Salkind, N.J. (Editor) (2008). Encyclopedia of Educational Psychology. California: Sage Publications.

Soemanto, W. (2012). Psikologi Pendidikan : Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Singh, K. (2011). "Study of Achievement Motivation in Relation to Academic  Achievement of Students". International Journal of Educational Planning & Administration. ISSN 2249-3093 Volume 1, Number 2 (2011), pp. 161-171.

Slavin, R. E. (2009). Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. (Penterjemah: Marianto Samosir). Jakarta: Indeks.

Tuckman, B.W. (2014). "A Tripartite Model of Motivation for Achievement: Attitude, Drive, Strategy". Paper Paper presented in the Symposium, Motivational Factors Affecting Student Achievement -- Current Perspectives. Annual Meeting of the American Psychological Association, Boston. Retrieved February 17, 2005. Tersedia pada:  http://dennislearningcenter.osu.edu/all-tour/apa99paper.htm. Diakses pada tanggal 1 Agustus 2020.

Walgito, B. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Yudhawati, R. dan Haryanto, D. (2011). Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun