Mohon tunggu...
kuninggg
kuninggg Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

be yourself

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Derana

15 Juni 2024   16:44 Diperbarui: 15 Juni 2024   17:14 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu tuh ya, selalu aja gak becus!"

"Maaf, Bu. Tangan Rea tadi licin," ujar anak kecil tersebut sembari menahan tangis.

Dia sedang membawa kue di atas nampan. Namun karena tangannya licin, puluhan kue yang berada di atas nampan hancur tak berbentuk lagi. Padaha kue-kue tersebut akan dijual.

"Sana masuk kamar! Jagain Gia!"

Rea masuk ke dalam kamar sang adik. Adiknya yang maih berumur 3 tahun itu masih tertidur pulas, walaupun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tadi malam, adiknya tidak tidur-tidur. Mau tidak mau, dia harus menjaga adiknya sampai tertidur.

Kamar yang hanya memiliki satu kasur yang biasa dipakai oleh kakak dan adiknya itu terlihat empuk di mata Rea yang setiap harinya tidur di lantai beralaskan sarung. Ya, rumah yang hanya berukuran  meter ini hanya memiliki satu kamar. Sedangkan bagian yang lain yaitu dapur dan sepetak ruang tamu. Sembari menunggu adiknya, Rea melipat baju yang belum sempat dilipatnya semalam. Bangun tidur, membantu ibunya membuat kue, serta menjaga adiknya sudah menjadi rutinitas nya sejak dia memiliki adik. Ibunya harus bekerja keras untuk menafkahi ketiga anaknya, mengingat sang ayah sudah tiada sejak adiknya masih dalam kandungan.

Setelah melipat bajunya, Rea akan membersihkan dapur. Ibunya sudah berangkat ke pasar untuk menjual kue-kuenya. Ibunya akan pulang saat kue-kuenya habis atau ketika sudah larut malam walupun jualannya tidak habis.

Ketika sedang menyapu lantai, dia mendengar suara adiknya yang memanggilnya. Dia hanya akan memandikan adiknya, lalu berjalan-jalan sekitar rumah agar adiknya tidak merasa bosan.

Terkadang ada sapaan dari para tetangga yang dibalas ramah oleh Rea. Dia hanya menuntun sepeda dengan adiknya yang berada di boncengan. Melihat banyak anak-anak seusianya pulang sekolah, Rea malu. Rea pernah bertanya kepada ibunya, mengapa dia tidak sekolah seperti kakak perempuannya. Ibunya menjawab bahwa mereka tak punya uang. Lalu Rea berfikir mengapa kakaknya bisa sekolah jika ibunya tidak memiliki uang.

"Ibu mau kakak kamu jadi orang sukses. Kalo ibu ngebiayain 2 orang, ibu gak mampu," ujar ibunya saat itu.

Lama kelamaan, rasa iri kepada kakaknya hilang. Sekarang ini, dia hanya ingin membantu ibunya. Dia tidak akan memaksa untuk sekolah, karena dia tau hal tersebut tidak akan pernah terwujud. Dia terkadang belajar dari kakak nya cara menulis dan membaca ketika kakak nya punya waktu, mengingat sang kakak juga sangat sibuk di luar rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun