Mohon tunggu...
kuninggg
kuninggg Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

be yourself

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lara Dera

24 Mei 2024   22:16 Diperbarui: 24 Mei 2024   22:19 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wajahnya ketakutan. Hal yang biasa, namun bukanlah kebiasaan yang menyenangkan. Rasanya selalu saja gugup. Melewati koridor sekolah dengan tenang. Fokusnya hanyalah jalan menuju kelasnya. Dengan tangan yang memegang tali tas dan kaki yang dibalut sepatu, yang bahkan bagian bawahnya sudah menganga.

***

Menjadi anak tunggal dengan ibu yang jarang di rumah sudah menjadi hal biasa bagi Dera. Dia bukanlah anak dari keluarga mampu dengan ayah dan ibu yang memanjakannya mengingat dia anak tunggal. Faktanya dia hanya memiliki seorang ibu. Jika ditanya dimana ayahnya, maka dia hanya akan diam.

"Kamu udah makan, Nak?"

Pertanyaan sang Ibu yang baru saja pulang dari bekerja sebagai penjual aneka kue basah hanya dijawab oleh gelengan.

"Maaf ya, Ibu lupa masak tadi. Ibu juga gak beli makanan apapun. Kita makan kue ini aja yuk?"

"Iya Bu," jawab Dera.

Sambil memakan kue yang terlihat masih lumayan banyak, Dera merenungkan banyak hal. Tentang mengapa ibunya tidak memasak adalah bukan karena lupa. Tetapi karena kenyataannya mereka memang tidak memiliki beras. Perkataan ibunya tentang tidak membeli makanan apapun juga karena kue yang dibuat ibunya masih sangat banyak. Bahkan di umurnya yang masih belum dewasa ini, Deri bisa melihat bahwa sang ibu memang menutupi banyak hal.

"Ibu mau ngasih kue ke tetangga dulu ya. Kalo udah selesai makan langsung aja tidur."

"Siap Bu," ujar sang anak dengan tangan yang membentuk gerakan hormat, membuat sang ibu terkekeh melihatnya.

***

"Bu, aku punya ayah gak sih?"

Masih teringat dalam ingatan Dera, ketika dulu dia bertanya tentang ayahnya yang hanya dijawab oleh keterdiaman sang ibu. Ibunya selalu mengalihkan peerhatian kepada hal lain. Karena tidak pernah menemukan jawaban mengenai ayahnya, akhirnya Dera mulai berhenti untuk bertanya tentang eksistensi sang ayah. Baginya, bersama dengan ibu adalah suatu kecukupan.

Berjalan sendiri sepulang sekolah adalah hal yang biasa bagi Dera. Biasanya dia akan menuju pasar, membantu sang Ibu untuk berjualan. Akan tetapi jika sedang lelah seperti kemarin, dia hanya akan berada di rumah.

"Bu, aku muter dulu ya."

"Iya hati-hati. Kalo capek langsung kesini lagi ya."

Sambil membawa kotak berisi aneka kue basah buatan ibunya, Dera berteriak tanpa rasa malu.

"Kue ... kue .."

Begitulah keseharian dari seorang Dera. Anak yang ramah dan sopan. Bahkan teman-teman ibunya yang berada di pasar sampai mengenalnya, karena Dera sering ke pasar. Dia adalah anak yang kalau kata tetangga patut dicontoh. Dia tidak pernah malu dengan fakta bahwa ibunya hanyalah seorang penjual kue ataupun fakta bahwa dia tidak memiliki ayah.

Ketika lelah, Dera akan berhenti di pinggir jalan dan duduk. Hal yang disukainya ketika sedang menjual kue adalah ketika ia bertemu dengan anak jalanan yang sama-sama sedang menjajakan barang dagangannya. Terkadang, mereka beristirahat bersama. Melihat mereka yang masih bisa tertawa membuat Dera merasa bahwa kehidupannya jauh lebih beruntung. Banyak anak jalanan yang tidak memiliki rumah dan tidak bersekolah. Hal itu membuat Dera menjadi pribadi yang lebih bersyukur.

***

"Yang sabar ya, Bu."

"Kamu harus ikhlas ya, Rin"

Beberapa orang mengelus pundak dari wanita yang sedang menangis di depan seseorang yang sudah terbujur kaku. Menjadi orang tua memang bukanlah hal yang mudah. Dia merasa bersalah mengapa dia bahkan tidak mengetahui apapun tentang anaknya. Dera meninggal karena kasus perundungan di sekolahnya. Banyak yang merasakan kehilangan. Namun, yang merasa paling kehilangan tentulah sang ibu yang bahkan merasa sangat menyesal tidak mengetahui apapun tentang kondisi anaknya di sekolah selama ini. Menurut kabar yang ia terima, ini bukanlah kasus perundungan pertama yang dialami anaknya. Ini adalah yang kesekian kalinya dan yang paling parah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun