Ini adalah cerita tentang Tanjung Pura di Langkat, Sumatra Utara. Kalau bukan karena pekerjaan, mungkin saya tak akan tahu kota ini. Tak ada bayangan apa pun tentang kota ini. Yang saya tahu malah Universitas Tanjung Pura dan kerajaan Tanjung Pura di Kalimantan. Sekalinya tahu Tanjung Pura di Sumatra karena ditugaskan kesana. Alhasil, sebelum berangkat saya sibuk mencari informasi tentang Tanjung Pura Sumatra Utara. Yang di dapat dari googling belum cukup membuat saya bisa membayangkan seperti apa Tanjung Pura itu. Di benak ini cuma ada bayangan tak harus melalui perjalanan panjang karena untuk menuju kota ini bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam saja dari Medan.
Kemudian ditambah sekilas info yang menyebutkan kota ini termasuk wilayah pesisir, yang berarti harus siap berpanas-panasan. Juga info bahwa kota ini adalah kampung halaman Tengku Amir Hamzah, sastrawan yang juga pahlawan nasional. Tanjung Pura yang secara kultur sangat berbau Melayu, dari segi penduduknya justru banyak didominasi oleh pendatang asal Jawa yang sudah berada disana selama beberapa generasi.
Kota ini adalah kota tua yang konon masih menyisakan beberapa peninggalan masa lampau. Sebelum kesana, saya berada di Stabat, ibukota kabupaten. Dari Stabat, ibukota Kabupaten Langkat, Tanjung Pura bisa dicapai dalam waktu 30 menit. Tinggal lurus saja dari jalan utama Stabat. Tanjung Pura juga dilalui kendaraan yang akan ke Aceh, kota ini termasuk dalam Jalur Lintas Sumatra.
Tanjung Pura dulunya adalah pusat Kesultanan Langkat. Beberapa jejak peninggalannya yang tersisa masih dapat dilihat, diantaranya bangunan Museum Daerah Langkat yang isinya konon menggambarkan keragaman budaya di Langkat secara keseluruhan. Namun sayang, beberapa hari disana dan berkali-kali melewati bangunan tersebut, tak ada tanda-tanda "kehidupan" disana. Pagar yang selalu terkunci, pintu yang tertutup rapat, rerumputan yang sudah meninggi dan tak tampak seorang pun disana. Alhasil saya yang penasaran hanya bisa melihat bangunan museum dari luar.
[caption id="attachment_376172" align="alignnone" width="728" caption="Bangunan Museum Daerah Langkat yang terbengkalai (dokumen pribadi)"][/caption]
Peninggalan bersejarah lain yang masih bisa didatangi adalah Mesjid Azizi. Lokasinya tidak jauh dari Museum Daerah. Mesjid ini masih berdiri dengan megah, dengan arsitektur unik perpaduan antara gaya Melayu, India, Timur Tengah. Di area mesjid ini juga terdapat kompleks makam kerabat Kesultanan Langkat termasuk makam Tengku Amir Hamzah yang memang merupakan kerabat Kesultanan Langkat. Selain kompleks makam, juga terdapat Taman Bacaan Tengku Amir Hamzah, namun selalu dalam keadaan tertutup.
[caption id="attachment_376173" align="alignnone" width="734" caption="Mesjid Azizi yang sudah berumur 102 tahun. Salah satu kebanggaan Tanjung Pura (dokumen pribadi)"]
[caption id="attachment_377505" align="alignnone" width="613" caption="Makam Pahlawan Nasional Tengku Amir Hamzah di kompleks Mesjid Azizi (dokumen pribadi)"]
Bangunan- bangunan berarsitektur Belanda juga masih tersisa. Beberapa dialihfungsikan sebagai bangunan publik, di antaranya bangunan bekas Sekolah Cina yang menjadi bangunan SMA Negeri 1 Tanjung Pura, bangunan rumah Belanda yang menjadi kantor UPT Pendidikan dan Pengajaran, bangunan lama bergaya Melayu-Belanda yang menjadi bangunan SMP Negeri 1 Tanjung Pura. Kedua bangunan ini letaknya masih di pusat kota.
[caption id="attachment_377271" align="alignnone" width="649" caption="Bekas Sekolah Cina jaman Belanda, sekarang SMA 1 Tanjung Pura (dokumen pribadi)"]
Tidak hanya itu, di sebuah jalan yang tidak terlalu besar, yang berlokasi di luar pusat kota terdapat reruntuhan bangunan bekas stasiun kereta api. Tanda bekas stasiun kereta api ditandai dengan masih adanya rel kereta walaupun sudah tertutup semak belukar. Kalau tidak melewati jalan itu, saya mungkin tidak tahu kalau di kota ini pernah ada stasiun kereta api, karena jalan tempat bekas stasiun tersebut berada memang bukan jalan utama.
[caption id="attachment_377509" align="alignnone" width="737" caption="Bekas stasiun kereta api Tanjung Pura (dokumen pribadi)"]
Rumah berarsitektur Belanda juga masih tersisa di sekitar pusat kota, meskipun sudah tidak berpenghuni dan dengan kondisi yang tidak terawat dan terbengkalai. Keadaan ini semakin menunjukkan Tanjung Pura sebagai kota 'mati' yang dulunya pernah berjaya dan sekarang yang tersisa hanya bekas-bekasnya saja. Keberadaan sebagai kota 'mati' terlihat dari suasana kota dan sekitarnya yang terasa sepi. Keramaian hanya terpusat di dekat pasar. Satu keunikan lagi, di pusat kota terutama di sekitar pasar terdapat deretan bangunan lama bergaya Cina, sebagian di cat, sebagian lagi dibiarkan saja sehingga kesan vintage tetap terasa. Lokasi bangunan bergaya Cina ini tidak jauh dari Mesjid Azizi dan Pasar Tanjung Pura.
[caption id="attachment_377549" align="alignnone" width="619" caption="Rumah bergaya Belanda yang terbengkalai (dokumen pribadi)"]
[caption id="attachment_377546" align="alignnone" width="1335" caption="Deretan bangunan bergaya Cina di pusat kota (dokumen pribadi)"]
Untuk berkeliling kota melihat-lihat keunikan yang masih tersisa bisa dilakukan dengan menaiki becak motor dengan tarif yang lebih bersahabat daripada tarif becak motor di Medan. Karena kota kecil, tidak perlu memakan waktu lama untuk berkeliling. Namun sayangnya, jika ingin menginap disini, belum ada penginapan yang tersedia. Mungkin Tanjung Pura lebih pas diposisikan sebagai tempat mampir sejenak disela perjalanan menuju Aceh, untuk melihat-lihat keunikan yang tersisa, tanpa harus menginap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H