Kita pasti tidak menyadari, bahwa semakin dewasa akhlaq kita tidak semakin baik, melainkan semakin turun. Lihat saja, ketika kita masih kecil (dibawah tujuh tahun), kita sekolah diajarkan untuk selalu berdo’a sebelum dan sesudah melakukan apapun. Seperti makan, tidur, mandi dan yang lainnya. SD kita masih melaksanakan hal – hal tersebut. Tapi lihatlah ketika kita sudah mulai SMP, apakah rutinitas tersebut masih sering kita lakukan?. Mungkin ada yang masih mempraktikannya, tapi lebih banyak yang tidak mempraktikan. Apalagi ketika sudah bertemu dengan rutinitas yang menguras tenaga.
Masuk SMA sudah mulai ekstrim penurunanya, ketika SMP kita masih membaca do’a sebelum belajar, ketika berpapasan dengan guru masih mau bersalaman. Tapi tengok ketika kita SMA, kebiasaan bersalaman dengan guru sudah jarang sekali yang melakukan. Bahkan tak sedikit anak yang ketika bertemu guru mereka justru lari.
Masuk perguruan tinggi , apakah kebiasaan yang diajarkan guru TK dan SD kita masih dipraktekan? Ini lebih ekstrim lagi, yang tadinya masuk kelas kita berdo’a dahulu, apakah di perguruan tinggi kita biasakan? Justru kita lupakan. TK, SD, SMP, dan SMA kita membiasakan keluar dari ruang kelas setelah guru keluar, kecuali jika guru memerintahkan kita untuk keluar terlebih dahulu. Di perguruan tinggi justru kita keluar dari ruang kelas, mendahului dosen – dosen kita. Walaupun dosen tidak memerintahkan, kita tetap keluar lebih dulu dari pada dosen.
Walaupun tidak semua mahasiswa melakukan hal tersebut, tapi mayoritas dari kita membiasakan hal buruk tadi. Banyak juga mahasiswa yang masuk terlambat, tapi mereka tidak meminta izin dengan sopan kepada sang pengajar (dosen).
Terbukti, semakin kita dewasa akhlaq kita semakin turun. Ini baru contoh dalam pendidikan sekolah dan perkuliahan, kita belum melihat contoh – contoh yang lain di luar sana. Seperti bagaimana sikap kita terhadap orang tua.
“Memang kita sering kurang menyadari, dengan kemunduran akhlaq kita. Apalagi saat diperguruan tinggi, kita justru menganggap itu hal yang umum”. Kata Ashfa (mahasiswi Yogyakarta).
Sebagai orang yang lebih dewasa, kita seharusnya lebih memperbaiki akhlaq dan kebiasaan kita. Karena kita sedang dicontoh dan ditiru oleh adik – adik kelas kita. Akhlaq dan kebiasaan yang dahulu diajarkan guru dan orang tua kita sebaiknya terus dipraktekan serta kita kembangkan.
Apalagi nantinya kita akan memiliki keturunan, pasti kita tidak mau jika keturunan kita memiliki akhlaq yang buruk ketika mereka beranjak dewasa.
Bayangkan saja jika kita menjadi seorang pengajar, dan memiliki anak didik yang nilai akhlaqnya rendah. Sedangkan bangsa kita dinilai, bangsa yang masyarakatnya memiliki sopan santun dan akhlaq yang tinggi. Tentunya kita tidak mau bangsa kita dilanjutkan oleh pemuda pemudi yang akhlaq dan moralnya buruk.
Jika kita masih mempraktekan budaya tersebut, alangkah indahnya hidup kita, penuh sopan santun. Karena setiap apa yang kita lakukan pasti akan ada balasannya, baik itu kebaikan atau keburukan.
Jadi, jika kita melakukan kebiasaan baik terhadap dosen atau guru kita, pasti ketika kita menjadi pengajar, kita akan diperlakukan baik juga oleh murid – murid kita. Tapi sebaliknya, jika kita menghilangkan kebiasaan baik tersebut, kita pasti mendapat hal yang sama dari anak didik kita dikemudian hari.
Walaupun tak semua akan menjadi seorang pengajar, tak menutup kemungkinan bahwa kita tetap mendapat balasan dari kelakuan kita, bisa saja dari anak – anak kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H