Mohon tunggu...
Kundiharto
Kundiharto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Psychology Student

Deep interest in the fields of Information Technology, Psychology, Marketing, Management, and Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Rumput Tetangga Terlihat Lebih Hijau

18 November 2024   07:09 Diperbarui: 18 November 2024   08:30 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pexels/Rafael T Montufar

Orang yang sudah menikah berpikir untuk bercerai, sementara yang belum menikah berharap bisa menikah.

Orang yang tak dikenal mendambakan ketenaran, sementara mereka yang terkenal justru menginginkan privasi. 

Anak muda ingin cepat menjadi tua, sementara orang tua berharap bisa memutar kembali waktu. 

Orang miskin ingin menjadi kaya, dan sementara orang kaya menghabiskan malam-malam mereka berharap menemukan kembali kedamaian yang hilang saat mengejar kekayaan.

Kita sering merasa bahwa "rumput tetangga lebih hijau," tetapi tidak ada yang bisa tumbuh tanpa merawat apa yang sudah kita miliki.

Kenyataannya, tak ada seorang pun yang memiliki segalanya, tetapi setiap orang sebenarnya sudah memiliki cukup. Hanya saja, mereka perlu berhenti sejenak dan melihat apa yang sudah ada di depan mereka.

Saya sering memikirkan kutipan ini saat merasa hidup saya kurang sempurna. Ketika melihat kehidupan teman-teman di media sosial yang terlihat selalu bahagia, saya sering bertanya-tanya, "Apa yang salah dengan hidupku?" Namun, setelah refleksi, saya sadar bahwa kebahagiaan bukan soal memiliki lebih banyak, tetapi soal menyadari bahwa apa yang kita miliki sudah cukup.

Perbandingan = Sumber Ketidakpuasan

Kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain adalah musuh terbesar kebahagiaan. Saya pun pernah terjebak dalam perangkap ini. Saat melihat teman memiliki karier yang gemilang, pasangan yang tampak sempurna, atau liburan mewah, saya sering merasa hidup saya jauh tertinggal. Namun, jika kita pikirkan lebih dalam, apa yang kita lihat hanyalah permukaan.

Di era media sosial, semua orang cenderung menunjukkan sisi terbaik hidupnya. Tapi siapa yang tahu apa yang terjadi di balik layar? Teman saya yang sering pamer liburan mewah ternyata sedang berjuang melunasi utang kartu kredit. Teman lain yang selalu terlihat harmonis dengan pasangannya ternyata merasa kesepian karena kurangnya komunikasi.

Membandingkan diri hanya membuat kita lupa pada apa yang sudah kita miliki. Padahal, setiap orang memiliki perjalanan hidup dan tantangannya masing-masing. Ketika kita berhenti membandingkan, kita memberi ruang pada diri sendiri untuk merasa cukup dan bersyukur.

Tidak Ada yang Memiliki Segalanya

Kita sering berpikir bahwa orang lain hidup tanpa masalah. Nyatanya, tidak ada seorang pun yang benar-benar memiliki segalanya. Seseorang mungkin memiliki karier yang sukses, tetapi kehilangan waktu bersama keluarga. Yang lain mungkin hidup dalam kemewahan, tetapi kehilangan kedamaian batin.

Saya punya teman yang sangat saya kagumi karena hidupnya terlihat sempurna: dia memiliki rumah besar, pekerjaan mapan, dan pasangan yang mendukung. Tapi ketika kami berbicara lebih dalam, dia mengungkapkan betapa ia merasa tertekan menjaga citra sukses yang ia bangun. Dia merasa tidak bisa menjadi dirinya sendiri dan kehilangan kebahagiaan yang sederhana.

Dari sini, saya belajar bahwa kesempurnaan hanyalah ilusi. Tidak ada yang benar-benar memiliki segalanya, tetapi setiap orang memiliki sesuatu yang berharga. Jika kita terus mencari "lebih," kita akan kehilangan kesempatan untuk menikmati apa yang sudah kita miliki.

Pentingnya Merawat Apa yang Dimiliki

Metafora "rumput tetangga lebih hijau" sangat relevan dalam kehidupan. Tentu saja, rumput tetangga akan terlihat lebih hijau jika kita terus memandanginya tanpa memperhatikan rumput di halaman kita sendiri. Tetapi apa jadinya jika kita mulai merawat rumput kita sendiri?

Saya pernah merasa iri pada karier seseorang yang tampaknya begitu stabil dan menjanjikan. Namun, saya lupa bahwa saya juga memiliki pekerjaan yang saya cintai, meskipun mungkin jalannya lebih berliku. Setelah saya memutuskan untuk fokus pada pekerjaan saya dan berusaha memberikan yang terbaik, saya menemukan bahwa "rumput" saya ternyata bisa tumbuh subur, bahkan lebih hijau dari yang saya bayangkan.

Kuncinya adalah merawat apa yang kita miliki. Apapun itu: hubungan, karier, atau kesehatan. Kita tidak bisa berharap kebahagiaan datang begitu saja tanpa usaha. Merawat apa yang ada di depan kita adalah cara untuk menemukan kepuasan dan makna dalam hidup.

Apa artinya hidup yang cukup? Bagi sebagian orang, mungkin itu berarti memiliki rumah, pekerjaan tetap, dan keluarga yang harmonis. Bagi yang lain, mungkin cukup berarti memiliki kesehatan dan waktu luang untuk mengejar hobi.

Bagi saya, hidup yang cukup adalah ketika saya bisa melihat ke sekeliling dan merasa bahwa apa yang saya miliki sudah lebih dari cukup untuk bahagia. Ketika saya berhenti memikirkan apa yang tidak saya miliki dan mulai bersyukur atas hal-hal kecil---seperti waktu bersama keluarga, makanan yang enak, atau momen tenang di pagi hari---saya merasa damai.

Sering kali, kita terjebak dalam pemikiran bahwa "cukup" adalah sesuatu yang harus dicapai. Padahal, "cukup" adalah keadaan pikiran. Jika kita terus mengejar definisi "cukup" dari sudut pandang orang lain, kita tidak akan pernah merasa benar-benar puas.

Penutup

Pada akhirnya, hidup bukan tentang memiliki segalanya, tetapi tentang merasa cukup dengan apa yang kita miliki. Kebahagiaan tidak datang dari membandingkan diri dengan orang lain, tetapi dari menyadari bahwa apa yang ada di depan mata sudah lebih dari cukup untuk menciptakan kehidupan yang bermakna.

Kita tidak bisa mengontrol apa yang terjadi di luar diri kita, tetapi kita bisa memilih cara kita melihat dunia. Jadi, alih-alih terus memandangi "rumput tetangga," mari fokus pada halaman kita sendiri. Sirami, rawat, dan nikmati prosesnya. Karena mungkin, rumput yang lebih hijau bukanlah ilusi---itu adalah hasil dari usaha kita sendiri.

Ingatlah, kita memang tidak bisa memiliki segalanya, tetapi kita selalu punya cukup untuk bahagia, jika kita memilih untuk melihatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun