Untuk wanita, pekerjaan seperti ini justru sering dianggap sebagai langkah kemandirian. Masyarakat lebih mudah melihat usaha mereka sebagai perjuangan, bukan sekadar mencari uang.
Namun, pria yang melakukan pekerjaan serupa mendapat penilaian berbeda. Saya punya seorang teman masa kecil yang memutuskan untuk berjualan di pasar setelah tidak menemukan pekerjaan tetap.Â
Suatu kali, saya mendengar orang berkata, "Kenapa dia cuma jualan di pasar?" Padahal, bagi saya, teman saya itu berani mengambil risiko, menanggung beban ekonomi keluarga, dan bekerja keras. Mengapa pekerjaan itu dianggap lebih mulia saat dilakukan wanita, namun dipandang sebelah mata jika dilakukan pria?
Perspektif "Pria Belum Mapan"
Pandangan bahwa pria dengan pekerjaan sederhana dianggap belum mapan adalah tekanan yang sering dialami banyak pria. Saya sendiri menyaksikan bagaimana seorang teman pria merasa malu karena hanya bekerja serabutan, padahal dia bekerja keras setiap harinya. Tekanan ini ada di mana-mana---baik dari keluarga, teman, bahkan orang asing.
 Terkadang, ini membuat pria merasa tidak cukup, bahkan jika mereka memberikan usaha terbaik yang mereka bisa.
Bagi sebagian pria, tidak mencapai standar pekerjaan "bergengsi" dianggap sebagai kegagalan. Padahal, tidak semua orang punya kesempatan yang sama, dan tidak semua orang memiliki jalan hidup yang sesuai dengan ekspektasi. Pria yang bekerja dalam bidang sederhana tidak selalu kurang ambisius atau "kurang beruntung." Mereka mungkin justru membuat pilihan yang layak dihormati.
Di sisi lain, wanita yang berjualan atau memiliki usaha sendiri sering dipandang sebagai simbol pemberdayaan.
Di media sosial, banyak kisah inspiratif tentang wanita yang berjuang menghidupi keluarganya, dan ini layak diapresiasi.
Wanita dianggap "lebih baik" jika berdaya sendiri, dan bekerja keras menunjukkan bahwa mereka mandiri.
Namun, pandangan ini juga bisa menjadi bias, seolah-olah perjuangan wanita itu lebih "istimewa" daripada pria.