Mohon tunggu...
Kundiharto
Kundiharto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Psychology Student

Deep interest in the fields of Information Technology, Psychology, Marketing, Management, and Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kekerasan di Sekolah: Sebuah Refleksi Era Digital

2 Oktober 2023   10:26 Diperbarui: 24 Oktober 2023   14:26 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecepatan informasi di era digital ini bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi, remaja memiliki kesempatan untuk memperluas wawasan, belajar dari sumber-sumber terbaik di dunia, dan terkoneksi dengan peluang yang tak terbatas. Namun di sisi lain, informasi yang datang silih berganti tanpa henti dapat menyebabkan kebingungan, distorsi nilai, dan krisis identitas pada remaja.

Kecepatan informasi tanpa disertai dengan pembinaan karakter yang kuat bisa menjadi resep bencana. Remaja yang belum memiliki landasan moral dan etika yang kuat dapat dengan mudah terseret arus informasi yang mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Misinformasi, propaganda, hingga konten yang mengandung kekerasan bisa dengan mudah diterima tanpa filter oleh mereka.

Kurangnya pembinaan karakter di tengah derasnya arus informasi ini mengakibatkan remaja cenderung memilih untuk menerima informasi tanpa kritik. Mereka mungkin tidak lagi mempertanyakan kebenaran dari informasi yang diterima atau bahkan mempertimbangkan dampak dari informasi tersebut terhadap diri mereka maupun lingkungan sekitar.

Sebagai contoh, remaja yang kerap menemui konten kekerasan atau perilaku destruktif di media sosial mungkin akan merasa bahwa perilaku tersebut adalah hal yang lumrah. Tanpa ada bimbingan dan pembinaan karakter yang memadai, remaja bisa saja meniru perilaku tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan nyata.

Oleh karena itu, di era digital ini, penting bagi kita untuk memastikan bahwa pembinaan karakter remaja tidak kalah cepatnya dengan kecepatan informasi yang mereka terima. Kita harus memastikan bahwa setiap remaja memiliki bekal moral, etika, dan kemampuan kritis untuk menilai setiap informasi yang mereka terima, sehingga mereka bisa menjadi generasi yang kuat, cerdas, dan berintegritas di tengah derasnya arus informasi di era digital.

Efek Media Sosial terhadap Persepsi Realitas dan Dorongan Emosi

Media sosial, sebagai salah satu produk paling berpengaruh dari revolusi digital, telah memberikan dampak signifikan terhadap cara kita melihat dunia dan merasakan emosi. Perubahan-perubahan ini khususnya terasa kuat di kalangan remaja, yang seringkali menghabiskan banyak waktu di dunia virtual.

1. Distorsi Persepsi Realitas

Media sosial seringkali memberikan representasi yang distorsi dari realitas. Pengguna biasanya memilih untuk membagikan momen-momen terbaik mereka, menciptakan kesan bahwa hidup mereka selalu sempurna. Bagi remaja yang masih dalam tahap pencarian identitas, hal ini dapat menyebabkan perasaan tidak memadai atau merasa bahwa realitas hidup mereka tidak sebaik yang ditampilkan orang lain.

2. "Echo Chambers" dan Polaritas

Algoritma media sosial seringkali menghadirkan konten yang sesuai dengan pandangan dan preferensi pengguna, menciptakan apa yang disebut "echo chamber" atau ruang gema. Ini dapat mempengaruhi persepsi remaja tentang dunia, di mana mereka hanya melihat satu sisi dari sebuah isu dan tidak terpapar pada perspektif lainnya. Hal ini dapat memperkuat pandangan mereka dan membuat mereka kurang toleran terhadap pendapat yang berbeda.

3. Dorongan Emosi yang Diperkuat

Respon instan dalam bentuk "like", "share", dan komentar positif atau negatif dapat mempengaruhi mood dan harga diri remaja. Ketika mendapatkan validasi dalam bentuk "like" atau komentar positif, remaja mungkin merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri. Sebaliknya, ketika menghadapi kritik atau cyberbullying, dampak emosionalnya bisa sangat mendalam.

4. FOMO (Fear of Missing Out)

Media sosial seringkali menciptakan perasaan FOMO di antara remaja. Melihat teman-teman mereka melakukan kegiatan yang tampak menyenangkan atau memiliki sesuatu yang mereka inginkan dapat menimbulkan perasaan cemburu, tidak memadai, atau merasa ditinggalkan.

5. Realitas vs. Virtual

Dengan begitu banyak waktu yang dihabiskan di media sosial, batasan antara dunia nyata dan dunia virtual mungkin menjadi kabur. Ini bisa mengakibatkan remaja mengalami kesulitan dalam membedakan antara apa yang nyata dan apa yang hanya merupakan representasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun