Kebijakan publik di Indonesia sering kali berada di bawah sorotan, mengingat kompleksitas yang melibatkan pluralitas budaya, dinamika politik, serta tantangan birokrasi. Pemerintah telah berupaya meningkatkan kualitas melalui berbagai program dan evaluasi, namun tantangan seperti efektivitas implementasi, ketimpangan hasil, dan keterbatasan kapasitas masih sering menjadi sorotan.
Evaluasi terbaru, seperti Penilaian Kinerja Pelayanan Publik Prioritas (PEKPPP) tahun 2024 oleh Kementerian PANRB, menunjukkan bahwa reformasi pelayanan publik masih menghadapi tantangan seperti kurangnya profesionalisme sumber daya manusia (SDM), keterbatasan infrastruktur, dan minimnya integrasi sistem informasi. Selain itu, laporan Indeks Kualitas Kebijakan (IKK) oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyoroti bahwa meskipun ada upaya perbaikan, proses formulasi kebijakan masih membutuhkan keterbukaan lebih besar terhadap masukan berbasis data dan partisipasi publik.
Beberapa langkah inovatif telah diambil pemerintah, seperti digitalisasi layanan melalui aplikasi SP4N-LAPOR dan evaluasi berbasis bukti pada sektor-sektor penting seperti kesehatan dan pendidikan. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah memperluas cakupan layanan, meskipun masih menghadapi tantangan seperti defisit anggaran dan ketimpangan distribusi fasilitas kesehatan di daerah terpencil.
Selain itu, program seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) mencerminkan upaya pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam perumusan kebijakan. Namun, efektivitasnya sering kali terbatas oleh kurangnya pendidikan politik masyarakat dan dominasi elit dalam pengambilan keputusan.
Langkah Strategis untuk Masa Depan
1. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi dan akuntabilitas adalah landasan utama dalam menciptakan kebijakan publik yang efektif dan berintegritas. Pemerintah Indonesia telah berupaya meningkatkan transparansi melalui berbagai inisiatif seperti aplikasi SP4N-LAPOR, yang memungkinkan masyarakat melaporkan masalah layanan publik. Namun, sistem ini masih perlu penyempurnaan untuk memastikan bahwa setiap laporan ditindaklanjuti dengan cepat dan efisien. Selain itu, laporan PEKPPP menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan besar antara visi reformasi dan praktik di lapangan, khususnya dalam birokrasi tingkat daerah yang sering tertinggal dibandingkan dengan pemerintah pusat.
Ke depan, langkah-langkah konkret perlu dilakukan untuk memperluas transparansi, seperti mengintegrasikan platform digital yang memungkinkan pelacakan status kebijakan secara real-time oleh publik. Hal ini dapat mengurangi ruang untuk praktik korupsi dan memastikan bahwa anggaran digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Selain itu, audit reguler oleh lembaga independen dapat meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
2. Investasi dalam Infrastruktur Digital dan Sumber Daya Manusia (SDM)
Reformasi kebijakan publik tidak akan berhasil tanpa infrastruktur yang memadai dan SDM yang kompeten. Digitalisasi layanan publik, seperti yang terlihat pada integrasi sistem informasi dalam sektor kesehatan melalui JKN, telah menunjukkan manfaat besar dalam memperluas akses masyarakat. Namun, implementasi ini masih menemui kendala, termasuk infrastruktur digital yang tidak merata di daerah terpencil dan kurangnya kemampuan teknis petugas lapangan.
Investasi dalam teknologi harus diiringi dengan pelatihan SDM yang komprehensif. Pemerintah perlu membangun pusat pelatihan regional yang fokus pada pengembangan keterampilan digital dan administratif, khususnya untuk aparat di daerah terpencil. Selain itu, kemitraan dengan sektor swasta dapat mempercepat pembangunan infrastruktur digital. Sebagai contoh, kolaborasi antara pemerintah dan penyedia teknologi dapat memperluas akses internet di daerah tertinggal, memungkinkan pelayanan berbasis digital yang lebih efisien.
3. Penguatan Partisipasi Publik
Partisipasi publik adalah elemen krusial dalam formulasi kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan. Di Indonesia, program seperti Musrenbang telah membuka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka. Namun, efektivitasnya sering terbatas oleh kurangnya pendidikan politik dan kapasitas masyarakat dalam memahami kompleksitas kebijakan publik. Sebagai hasilnya, masukan masyarakat sering kali tidak sepenuhnya tercermin dalam kebijakan yang diambil, terutama di daerah yang masyarakatnya kurang teredukasi.
Untuk memperkuat partisipasi publik, pemerintah perlu mengembangkan strategi pendidikan politik yang berkelanjutan. Program pelatihan bagi masyarakat tentang cara berpartisipasi dalam proses kebijakan, misalnya melalui lokakarya atau media digital, dapat membantu. Selain itu, penggunaan teknologi seperti platform konsultasi daring dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat, terutama dari kelompok yang sebelumnya kurang terwakili, seperti perempuan dan komunitas adat. Dengan cara ini, formulasi kebijakan dapat mencerminkan kebutuhan dan aspirasi seluruh lapisan masyarakat.
4. Penekanan pada Kebijakan Berbasis Bukti
Pengambilan keputusan berbasis bukti adalah pilar dalam menciptakan kebijakan yang relevan dan efektif. Namun, di Indonesia, penggunaan data dalam formulasi kebijakan sering kali terhambat oleh kualitas data yang rendah, kurangnya integrasi antar instansi, dan minimnya kapasitas analitis birokrat. Sebagai contoh, program-program sosial seperti PKH telah menunjukkan pentingnya data yang kuat dalam menentukan sasaran penerima manfaat, tetapi pengumpulan dan analisis data di daerah terpencil masih menjadi tantangan besar.
Pemerintah perlu berinvestasi dalam membangun sistem pengelolaan data nasional yang terpadu dan dapat diakses oleh semua instansi terkait. Selain itu, pelatihan khusus bagi birokrat dalam analisis data dan perencanaan berbasis bukti harus menjadi prioritas. Kolaborasi dengan lembaga riset, universitas, dan sektor swasta juga penting untuk memperkaya basis data dan metodologi analisis. Dengan pendekatan ini, kebijakan publik tidak hanya menjadi responsif tetapi juga proaktif dalam mengatasi tantangan sosial-ekonomi.
Indonesia memiliki potensi besar untuk memperbaiki kualitas kebijakan publik, namun membutuhkan pendekatan yang lebih strategis, inklusif, dan berbasis bukti. Dengan memperkuat tata kelola, mendukung inovasi, dan meningkatkan partisipasi masyarakat, formulasi kebijakan dapat diarahkan untuk mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Upaya ini tidak hanya penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H