Pernahkah anda berurusan dengan debt collector ? Mudah-mudahan jangan sampailah berurusan dengan Debt Collector, karena mereka dengan berbagai cara akan melakukan ancaman-ancaman baik secara verbal maupun sms atau media eletronik lainnya bahkan kekerasan fisik. Masih teringat beberapa tahun lalu salah satu nasabah C*tiba*k tewas setelah datang kekantor bank tersebut untuk menyelesaikan permasalahan tersebut salah satu kekerasan fisik yang dilakukan debt collector kepada nasabahnya. Kekerasan verbal dan SMS mungkin lebih banyak lagi yang tidak muncul dipermukaan.
Penulis sendiri kemarin mendapatkan telepon dari orang yang mengaku bernama R*bby mengaku dari (G* Money Credit Card) menuduhkan bahwa saya adalah Pak Wid*do. Ia mengancam apabila saya tidak menyelesaikan pembayaran kartu kredit bapak di GE maka akan mengosongkan dan menggembok rumah kami. Saya sudah menjelaskan bahwa saya bukan pak wid*do, pak wid*do telah menjual rumahnya kepada saya namun ia tidak percaya dan ia menyatakan bahwa mendapatkan no HP saya dari orang yang bisa dipercaya, siapa dia yang memberikan saya tidak tahu.
Mencoba Googling mencari pasal apa yang bisa digunakan untuk menuntut balik para debt collector yang melakukan pengancaman via SMS, penulis mendapatkan referensi dari hukumonline.com yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transasksi Elektronik telah mengatur mengenai Ancaman yang dilakukan melalui media elektronik.
Ancaman melalui SMS dapat dikenakan pasal 27 ayat (4) Â UU ITE yang berbunyi sebagai berikut:
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisi dan/atau membuat dapat akses informasi/electronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman".
Adapun ancaman atau sanksi pidana dari Pasal 27 ayat (4) UU ITE tersebut sesuai Pasal 45 ayat (1) UU ITE adalah penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
Sementara Pasal 5 ayat (1) UU ITE menyebutkan
"Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah"
Pasal tersebut menegaskan bahwa bentuk cetak sebuah dokumen/informasi elektronik berdasakan Undang-Undang  ITE dapat dijadikan barang bukti yang sah dalam persidangan. Akan tetapi, Aparat Penegak Hukum harus dapat membuktikan bahwa dokumen cetak sebagaimana dimaksud adalah sama/identik dengan informasi/dokumen elektronik yang ada pada sebuah sistem elektronik.
Perlu diketahui bahwa informasi elektronik yang tersimpan dalam sebuah perangkat mobile (handphone, smartphone dl) pada umumnya masih tersimpan dalam memory maupun/log perangkat meskipun telah dihapus. Apabila telah dihapuspun secara permanen dengan teknik tertentu dalam perangkat tersebut untuk periode tertentu tetap tersimpan dalam server/operator.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H