Mohon tunggu...
Kuncoro Maskuri
Kuncoro Maskuri Mohon Tunggu... Dosen - Doktor Linguistik Pragmatik

Pembelajar Bahasa/Linguistik, Sosial Budaya, Pendidikan, dan Keagamaan. (email: dibyomaskuri@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Taktik PDIP di Pilkada Serentak 2018 demi Pilpres 2019

2 Maret 2018   16:12 Diperbarui: 2 Maret 2018   16:46 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
regional.kompas.com

Drama politik pilkada serentak seluruh Indonesia tahun 2018  baru saja dimulai secara resmi. Para  calon kepala daerah propinsi maupun kota/kabupaten telah mendapat nomor urut peserta pilkada.  Partai-partai pengusung cakepda (calon kepala daerah) dan cawakepda (calon wakil kepala daerah) mulai secara terbuka begerak  menyosialisasikan atau mengkampayekan jagoan-jagoannya ke masyarakat. 

Masa kampanye bisa jadi merupakan masa yang paling penting dalam proses pilkada. Karena disinilah para cakepda/cawakepda berusaha maksimal menampilkan dirinya untutk menarik perhatian dan meninggalkan pesan mendalam kepada masyarakat/calon pemilih, dengan harapan pada saat hari pemungutan suara nanti masyarakat memilih mereka. 

Pilkada serentak 2018 ini diyakini oleh para pelaku politik/politisi dan  pengamat politik khususnya, menjadi pilkada yang sangat strategis untuk kepentingan Pilihan Presiden di 2019 nanti. Sementara bagi masyarakat umum tidak terlalu mempedulikan itu, siapapun pemimpinnya nanti, baik walikota/bupati, gubernur maupun presiden, yang penting bagi mereka adalah terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan yang merata, memadai dan pantas. Ini artinya siapapun pemimpinnya, apapun latar belakangnya dan darimanapun asalnya, masyarakat bisa menerima dan siap dipimpinnya walaupun tingkat penerimaan masyarakat berbeda-beda. 

Ada yang terpaksa menerima karena pilihannya kalah, ada yang setengah terpaksa karena memilih tidak didasari oleh rasa senang kepada yang dipilih tetapi lebih kepada program kerjanya, atau  benar-benar menerima dengan senang hati karena pilihannya menang.

KPU RI sudah menetapkan bahwa ada 171 daerah di seluruh Indonesia yang mengikuti Pilkada 2018, dengan rincian 17 Propinsi, 39 Kota, dan 115 Kabupaten. Pencoblosan Pilkada Serentak 2018 akan dilakukan pada tanggal 27 Juni 2018. Dari sejumlah 171 daerah peserta pilkada tersebut maka pilgub/pilkada di tiga propinsi di Pulah Jawa-lah yang  paling mendapat banyak perhatian dan liputan dari media massa cetak maupun elektronik  yang nasional maupun lokal. Ketiga propinsi tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pusat perpolitikan tanah air sejak jaman pra-kemerdekaan hingga saat ini  ada di Pulau Jawa, bahkan kalau ditarik lebih jauh ke belakang lagi sudah dimulai sejak masa pemerintahan kerajaan Majapahit (1293 -- 1500 M).  

Hal ini bisa dimengerti mengingat pusat pemerintahan memang ada di Pulau Jawa  di Jakarta. Oleh karena itulah  di setiap Pilkada DKI selalu ramai, panas, cenderung memainkan emosi negatif massa bukan akal sehat (seperti Pilkada 2017 yang lalu) yang akibatnya bisa memunculkan friksi atau ketidaknyamanan dalam berkehidupan sosial di masyarakat. 

Partai-partai politik melalui calon kepala  daerah yang diusungnya berusaha sekuat mungkin mengerahkan sumber dayanya memenangkan Pilkada DKI. Ada anggapan bahwa yang bisa memenangkan Pilkada di Ibu Kota Negara RI akan mudah meraih kemenangan  pilkada-pilkada di luar DKI Jakarta (khususnya di tiga Propinsi besar di Pulau Jawa). Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, buktinya di tahun 2013, PDIP yang menang di DKI Jakarta, tidak bisa memenangkan Pilgub Jatim maupun Jabar, meskipun  menang di Jateng. 

Pilgub Jatim  2013 dimenangkan oleh Partai Demokrat sebagai motor utama, sementara di Pilgub Jabar 2013 pemenangnya adalah PKS sebagai motor utama.  Selain alasan Ibu Kota Negara ada  di Pulau Jawa, alasan yang tidak dapat dipungkiri adalah jumlah suara pemilih di Pulau Jawa paling banyak di seluruh Indonesia. Jumlah suara pemilih inilah yang jadi target utama diraih oleh partai-partai politik. 

Berdasarkan data dari KPU jumlah suara pemilih terdaftar di Pulau Jawa pada tahun 2014 sebesar 57,19%, dengan rincian: Jabar 17,44%, Jatim 15.95%, Jateng 14.23%, Banten 4.24%, DKI Jakarta 3.88% dan DI Jogjakarta 1.45%. Ini artinya bila satu partai politik bisa mendapatkan  jumlah suara pemilih yang sangat signifikan, misalnya (di atas) 40%, maka peluang menang di Pilpres akan lebih besar.  

Pilkada Serentak 2018 berdekatan dengan proses/tahapan Pilpres 2019, bulan Agustus 2018 yang akan datang dimulai pendaftaran calon presiden dan wakil presiden. Jadi tidak salah bila banyak yang berasumsi bahwa pilkada serentak 2018 ini menjadi tolak ukur keberhasilan pilpres 2019 nanti.  Situasi ini pasti menjadi perhatian besar dan sangat penting bagi partai politik-partai politik dalam menentukan taktik atau strategi agar capres-cawapres yang diusungnya bisa menang di pilpres nanti. 

Menarik memperhatikan gerakan-gerakan, sepak terjang, atau taktik politik yang dilakukan PDI di pilgub Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Meskipun PDIP di Pilgub Banten dan DKI Jakarta 2017 kalah, namun jumlah suara yang diperoleh cukup signifikan untuk dijadikan gambaran perolehan suara yang akan diperoleh dalam Pilpres 2019 yang akan datang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun