Di corong NIROM, Wage mengudara dengan lagu Matahari Terbit. Ternyata, di luar studio, puluhan Polisi Hindia Belanda sudah siap-siap. Nah, waktu Wage keluar studio, dia langsung diringkus, dimasukkan mobil, dan langsung dikirim ke Penjara Kalisosok. "Wage diinterogasi dalam sakit. Diduga dia disiksa selama interogasi," kata Soerachman.
Sepuluh hari, Wage dipenjara. Hampir tidak ada yang berani menengoknya. Dia sungguh nelangsa namun dia tetap punya mimpi.
"Nasibkoe soedah begini. Inilah jang disoekai oleh Pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saja meninggal, saja ichlas. Saja toch soedah beramal, berdjoeang dengan tjarakoe, dengan biolakoe. Saja jakin, Indonesia pasti merdeka".
Catatan singkat ini ditulis sendiri olehnya dari Penjara Kalisosok. Dibukukan pada Sedjarah Lagu Kebangsaan Indonesia Raja (1967). Hingga suatu pagi, 17 Agustus 1938, lelaki yang disapa Wage ini dipulangkan. Ini karena tidak ditemukan rencana makar seperti yang dituduhkan.
"Ketika dipulangkan, Wage sudah tidak bisa bergerak, meskipun masih sadar. Tengah malamnya Wage menghembuskan nafas terakhir," kenang Soerachman.
Dia meninggal dalam sepi. Wage belum pernah menikah hingga akhir hayatnya. Bahkan saat kematiannya, mayatnya tidak segera ditangani. Ini karena Reokijem beragama Kristen yang tidak tahu tata cara pengurusan jenasah cara Islam.
Oerip Kasansengari segera datang dari rumahnya di Maspati ke Tambaksari, Surabaya malam itu juga. Oerip lah yang memimpin merawat jenasah hingga mengurus pemakamannya di Makam Rangkah Surabaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H