Kasus tugu jam ini kemudian melahirkan polemik yang tidak berkesudahan. Kritik ke Inggris berkali kali muncul dalam bentuk tulisan, bahkan tulisan-tulisan itu belakangan menyalahkan pemerintah lokal Surabaya. Hingga sepuluh tahun berselang, kritik itu tidak sepenuhnya tuntas. Bahkan semakin viral hingga ke negara Belanda.Â
Dalam deskripsi di Amsterdamsche Nieuws van den Dag pada 21 Agustus 1908, jurnalis Maurits Wagenvoort mencatat: "Satu hal yang agak aneh bagi saya di kota Hindia Belanda ini: ada sebuah monumen untuk Ratu -Inggris- Victoria. Â
Sebuah monumen untuk mengenang kenaikan tahtah Ratu Inggris yang telah meninggal (meninggal tahun 1901. Red). Ada sebuah komunitas Inggris yang berkembang dan banyak di Surabaya, yang merasa pantas untuk mengekspresikan kesetiaan dan rasa kebangsaannya pada negara asalnya, dengan mendirikan sebuah peringatan untuknya di kota tempat tinggalnya. Sangat mahal, tetapi sangat praktis," jelasnya.
Menurutnya, Belanda memang akan sulit menolak menerima tawaran hadiah jam di kota jajahannya. Tapi tidat patut itu dilakukan oleh komunitas Inggris. Sama tidak patutnya, jika komunitas Belanda di Singapura (koloni Inggris. Red) misalnya, datang dengan gagasan mendirikan monumen peringatan Ratu Belanda di Esplanade (daerah di Singapura. Red)
Peristiwa tugu jam ini akhirnya merembet semakin luas ke mana-mana, menyambar isu lain tentang eksistensi Belanda pada negara jajahannya sendiri menghadapi hegemoni Inggris yang semakin menghawatirkan. "Rasa nasional warga negara Belanda di luar negeri kurang tegas," kritik  Wagenvoort.Â
Di Batavia trem uap bernama Hohenzollern, nama kastil di Jerman. Orang Inggris mengirim anaknya ke sekolah yang melarang bahasa Belanda; namun dengan pengantar Bahasa Inggris.Â
Pemerintah tidak bisa berbuat banyak. Di juga mengkritik kenapa potret Gubernur Jenderal Hindia Belanda tidak diwajibkan dipasang di dinding instansi, sekolah-sekolah, atau rumah-rumah. Bagi dia, orang-orang Belanda mengalami krisis nasionalisme. Â
"Saya ulangi: menjadi bangsawan atau bukan, berpikir oranye atau tidak, ini tidak ada hubungannya. Ini ada hubungannya dengan pertanyaan apakah orang merasa Belanda.Â
Warga negara kita di Hindia Belanda agak suam-suam kuku. Belanda atau non-Belanda mereka hanya merasa SUDAH Belanda' Tetapi untuk orang Inggris juga Surabaya itu , bukan sekadar SUDAH, Mereka adalah tetap orang Inggris, yang mendirikan monumen nasional Inggris, di koloni negara lain,".Â