#CapacityBuilding #MembangunIndonesia
Saya terhenyak membaca berita tentang Presiden Uruguay yang bernama Jose Mujica, betapa tidak, beliau adalah sosok yang mendapatkan julukan sebagai Presiden termiskin di dunia. Beliau adalah Presiden yang tidak mendiami istana negara yang megah, tetapi malah menikmati romantisme sebuah peternakan reot.
Jose Mujica – atau yang biasa dipanggil Pepe – adalah salah satu pejabat negara yang lebih memilih untuk hidup secara sederhana, padahal ia adalah seorang Presiden. Selain Pepe, tentu kita banyak mengenal sosok Presiden atau pejabat publik lainnya yang tidak tergoda untuk menyalahkangunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri.
Tentu pilihan Pepe, dan sosok lainnya, yang lebih memilih untuk hidup sederhana, patut diberi apresiasi. Pilihan tersebut, setidaknya menjadi bentuk kepedulian terhadap nasib rakyat yang tidak semuanya sudah bisa hidup dalam kesejahteraan.
Hanya saja perlu diingat bahwa kewajiban utama seorang Presiden dan pejabat publik lainnya bukanlah hidup dengan sederhana apalagi miskin, tetapi memastikan bahwa bahwa ada keadilan hukum, sosial dan ekonomi di tengah masyarakatnya.
Percuma saja kalau Presidennya menjadi sederhana dan bahkan miskin, tetapi rakyatnya masih jauh dari kata sejahtera. Tentu kalau bisa memilih, masyarakat akan memilih hidup dengan kesejahteraan, tidak masalah jika Presiden mereka kaya raya. Lalu sebaliknya, masyarakat tetap akan memprotes Sang Presiden jika ternyata tidak mampu membuat kehidupan mereka bertambah baik, pun ternyata Sang Presiden tersebut hidup dengan sama miskinnya seperti mereka.
Dan itulah yang kemudian yang dialami oleh Pepe, kesederhanaan hidupnya tidak serta merta akan melepaskan dirinya dari dinamika politik. kelompok oposisi tetap melancarkan kritis pedas, karena Pepe dianggap tidak berhasil meningkatkan kesejahteraan ekonomi warganya. Selain itu, ia juga dianggap belum mampu meningkatkan pelayanan publik, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
Pada akhirnya kita memang tidak boleh terjebak pada popularitas yang sebagiannya bisa menipu. Menyenangkan memang jika mempunyai Pemimpin yang sederhana dan merakyat, tetapi hal tersebut tidak cukup menjadi modal untuk memberbaiki bangsa.
Sederhana dan merakyat tentu penting, tetapi kapasitas juga tidak kalah penting. Kapasitas lah yang kemudian membuat Pemimpin mampu memperbaiki negara, melepaskan rakyatnya dari kemiskinan, juga meningkatkan pelayanan publik seperti kesehatan dan pendidikan.
Kesederhanaan adalah gaya hidup, ia adalah pilihan pribadi. Karena itu seorang Pemimpin sesungguhnya mempunyai hak untuk hidup kaya raya, sama berhaknya dengan pemimpin lain yang hidup dengan cara sederhana. Tentu saja selama kekayaan tersebut tidak didapat dengan cara menyalahgunakan kekuasaan.
Baik dan kuat harus ada pada sosok seorang pemimpin, tidak boleh dipisahkan. Pemimpin yang kuat tetapi tidak mempunyai kebaikan pasti akan melakukan kezaliman, tetapi pemimpin yang lemah pun ia mempunyai kebaikan, akan tidak berdaya menghadapi permasalahan yang dialami oleh rakyatnya.
Wallahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H