Aburizal Bakrie memang memiliki modal mumpuni berupa kendaraan politik sekelas Partai Golkar. Namun, modal kendaraan politik saja tidak cukup untuk memenangkan kontestasi pilpres tahun 2014. Apalagi saat ini Aburizal Bakrie tengah menghadapi tantangan serius dari lingkungan internal Partai Golkar, terutama tokoh-tokoh senior.
Elektabilitas
Patut diingat di era pemilihan secara langsung seperti saat ini tingkat elektabilitas seorang kandidat juga memainkan peran penting dalam menentukan hasil akhir. Fenomena kemunculan Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi bukti konkret hal itu.
Pada pemilu tahun 2004, Partai Demokrat selaku pendukung utama SBY hanya memperoleh suara sebesar 7,45 persen sehingga secara matematis peluang SBY untuk menduduki kursi kepresidenan pun kecil. Namun, realitas politik berbicara lain pada pilpres putaran kedua SBY berhasil meraup suara sebesar 60,62 persen.
Hal serupa kembali terjadi pada pemilu tahun 2009. SBY berhasil tampil sebagai pemenang pilpres hanya dalam satu putaran dengan perolehan suara sebesar 60,80 persen, jauh melampaui perolehan suara Partai Demokrat sebesar 20,85 persen.
Satu pelajaran penting bagi para capres dalam pilpres mendatang adalah keharusan memperhatikan penilaian publik terhadap diri mereka. Jika tingkat popularitas atau citra seorang kandidat tidak baik di mata publik, maka tentu akan sangat sulit untuk mendongkrak tingkat elektabilitas kandidat bersangkutan. Dukungan politik mumpuni dari partai politik tidak lagi menjadi faktor penentu bagi kemenangan seorang kandidat dalam era pemilihan langsung seperti saat ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H