Mohon tunggu...
Paulus Ibrahim Kumentas
Paulus Ibrahim Kumentas Mohon Tunggu... Guru - Suara dari Ujung Celebes

Curhat seorang suami, ayah, pengacara, guru, hamba Tuhan, agen asuransi jiwa, dan rakyat Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Ditikam Murid Hingga Tewas di Sekolah, PR Pak Mendikbud Baru

26 Oktober 2019   23:24 Diperbarui: 27 Oktober 2019   00:00 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seorang guru ditikam hingga tewas oleh muridnya sendiri di sekolah gara-gara si murid tidak terima mendapat teguran dari pak guru karena merokok di lingkungan sekolah.  Peristiwa ini sangat menghebohkan masyarakat Sulawesi Utara, khususnya para pelaku dunia pendidikan apalagi setelah melihat video penikaman yang viral, di mana tergambar dengan jelas kesadisan sang murid menikam sang guru berkali-kali (tewas dengan 14 tusukan)

Klik di sini untuk baca beritanya

Peristiwa ini terjadi pada hari Senin, 21 Oktober 2019 dan 2 hari kemudian Presiden Joko Widodo melantik Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru; Nadiem Makarim.

Penunjukkan seorang Nadiem Makarim menjadi seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentu saja mengejutkan masyarakat Indonesia, mengingat sang menteri bukanlah seorang praktisi pendidikan, melainkan seorang CEO perusahaan decacorn yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di dunia bisnis, khususnya bisnis berbasis digital.

Tentu saja Presiden Joko Widodo bukan khilaf dalam menunjuk "Mas" Nadiem Makarim untuk menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tapi bila kita menyimak pidato Presiden setelah pelantikan presiden dan wakil presiden, kita bisa mengerti bahwa Presiden Jokowi menginginkan suatu trasformasi di bidang pendidikan yang harus dipimpin oleh seorang outbox thinker.

Kembali ke peristiwa penusukan di atas,  hingga saat saya menulis artikel ini, masyarakat Sulut masih hangat memperbincangkannya.  Generasi milenial (Kelahiran 70-80 an) di Sulawesi Utara banyak yang mengenang masa-masa sekolah dulu, di mana seorang murid sangat menghormati dan tidak akan berani melawan gurunya.  

Ketahuan merokok di lingkungan sekolah, atau kedapatan bolos bukanlah kenakalan remaja yang baru.  Itu adalah kenakalan anak sekolah dari generasi ke generasi. Namun tidak ada seorang siswa pun yang berani protes bila dimarahi guru gara-gara kedapatan merokok.

Bahkan nostalgia berbagai jenis hukuman dari guru gara -gara kedapatan merokok pun menjadi pokok bahasan sekunder di medsos Sulawesi Utara saat ini, mulai dari tamparan, pukulan kayu di kaki, lari keliling lapangan, skorsing, panggilan ortu ke sekolah, hingga disuruh merokok rokok lintingan yang dibikin panjang.

Toh, dari semua hukuman itu tidak ada satupun yang berani melawan guru, bahkan para siswa tidak berani melaporkan hukuman guru tersebut ke orang tuanya, karena itu hanya akan menjadi malapetaka kedua.  Orang tua akan tambah marah bila tahu anaknya kedapatan bersalah di sekolah dan mendapat hukuman dari guru.

Peristiwa  penikaman guru di lingkungan sekolah ini bisa menjadi suatu bahan rujukan bagi pak menteri untuk kembali meninjau sistem pendidikan nasional.  pendidikan nasional yang seharusnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas no 20 Tahun 2003) ternyata masih bisa menghasilkan manusia yang biadab seperti itu. 

Sebagaimana pidato Presiden Jokowi setelah pelantikan Presiden, sekarang bukan lagi tentang proses, tapi hasil. Bangsa ini harus melihat hasil pendidikan sebagaimana yang diamanatkan UU Sisdiknas, yaitu manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, serta akhlak mulia serta keterampilan.  Perlu ada kajian mendalam mengenai peristiwa ini.  Peristiwa ini seperti bisul  pecah, dan masih banyak nanah yang akan keluar.

Sistem pendidikan nasional yang selalu berubah ( dinamis ) membuat para guru kalang kabut.  Mulai dari sebutan yang selalu berubah (dari Ebtanas menjadi  Ujian Nasional, murid menjadi peserta didik, SMA jadi SMU kemudaian jadi SMA lagi, STM dan SMEA jadi SMK, dll), kurikulum yang berubah-ubah,  hingga cara penilaian yang terus diperbaharui justru membuat arah pendidikan Nasional semakin kabur.

Parahnya lagi, perubahan sistem selalu diberlakukan  tanpa persiapan yang cukup. Masih lekat dalam ingatan kita bagaimana kurikulum 2013 diberlakukan dan membingungkan guru-guru terutama guru Sekolah Dasar. Bahan pengajaran selama 6 tahun hanya disosialisasikan melalui diklat-diklat beberapa hari.

Kalau di antara pembaca ada yang punya anak SD, coba di cek buku tematik yang mereka pakai di sekolah dan tanyakan pada si kecil, apakah semua materi di buku tematik tersebut diajarkan di sekolah?

Saya pastikan pasti banyak materi yang dilewati (skip) karena guru tidak punya kemampuan untuk mengajar semua materi tersebut.  Saya tentu saja maklum, mengingat di buku Tema tersebut semua pelajaran dari PKN, Bahasa Indonesia, Matematika, Olahraga, Seni tari, seni suara, seni musik, IPA; semuanya ada di satu buku tersebut.

Standar kompetensi pendidikan yang diatur Permendiknas no 23 Tahun 2006 hanya memuat standar kompetensi tanpa indikator yang jelas.

Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak, memang menjadi standar kompetensi lulusan sekolah dasar tapi hanya sampai di situ.  Penilaiannya menjadi subjektif atau bahkan hanya formalitas, karena tidak ada indikator mengenai anak yang menjalankan ajaran agama.

Harus ada indikator yang jelas (bisa puasa penuh selama Ramadhan, sholat 5 waktu, tidak pernah mengucapkan kata2 kotor, dapat mengucapkan doa, dll) dan indikator ini harus terus menjadi standart penilaian yg dilakukan setiap hari. 

Tentu saja untuk melakukan ini, sekolah harus bekerja sama dengan orang tua karena menjalankan ajaran agama bukan hanya di sekolah, tapi juga di rumah. 

Mustahil? Tentu tidak.  Kondisi ini dapat terpenuhi bila rasio guru murid tidak terlalu besar, dan ada pemahaman dari orang tua bahwa pendidikan, apa lagi pendidikan karakter spiritual  untuk pembentukan akhlak bukan hanya tugas guru di sekolah, melainkan juga tugas orang tua, dan prestasi akademik bukan bekal satu- satunya bagi seorang anak untuk berhasil, tapi justru kematangan karakter, emosional, dan kehidupan spiritual yang membuat seseorang berhasil.

yang menyedihkan adalah UU perlindungan anak yang seharusnya melindungi anak, saat ini  justru sering digunakan untuk "melawan" para guru di sekolah, hingga akhirnya para guru saat ini sudah bukan lagi menjadi pendidik, tapi  pengajar.

Para guru sudah tidak mau ambil resiko bila mendidik anak (memberi sanksi/hukuman) karena sudah bukan berita baru lagi bila ada orang tua yang mengamuk di sekolah gara-gara anaknya dihukum oleh guru.  Belum lagi guru yang berurusan dengan hukum gara-gara menghukum anak dan dituduh melanggar UU perlindungan anak.

Akhirnya guru pun hanya mentransfer ilmu akademik.  Tiada lagi beban untuk membentuk anak menjadi disiplin. Toh, yang menjadi standar penilaian juga jumlah lulusan. Toh, Kepala Sekolah hanya mendapat teguran dari Kepala Dinas bila ada muridnya yang tidak lulus Ujian Nasional.

Yang penting anak lulus dari sekolah. Selesai.

Masalah akhlak, kedisiplinan, moral, itu bukan lagi urusan guru di sekolah. Daripada kena jebakan batman UU perlindungan anak, lebih baik main safe. Tidak usah lagi menghukum anak, tugas guru hanya menerangkan pelajaran. Itu sudah cukup.

Salah satu PR berat mas Nadiem adalah mengembalikan kewibawaan guru. Lindungilah guru dalam melakukan tugasnya sebagai pendidik. Jangan ada lagi guru yang dilaporkan ke polisi gara-gara menghukum murid bandel, dan jangan ada lagi guru yang gugur di sekolah gara-gara memberikan tindakan disiplin kepada muridnya.

Sepertinya PR ini tidak bisa diselesaikan dengan aplikasi, tapi perlu pembaharuan pola pikir guru, orang tua, dan......KPAI.

Transformasi pendidikan jelas tidak semudah mengedipkan mata.  Sebenarnya masih banyak lagi PR mas Nadiem yang harus digarap selama 5 tahun ke depan, seperti peningkatan mutu Universitas Negeri (IKIP dulu) yang menjadi rahim guru Indonesia, angka buta aksara di Indonesia yang masih belum mencapai titik 0, angka literasi anak Indonesia yang masih rendah, dan masih banyak lagi.

Bila mencermati pernyataan mas Nadiem setelah dilantik bahwa selama 100 hari pertama menjadi menteri, beliau akan mendengar dan belajar dari pejabat2 (senior) Kementerian Pendidikan, ada harapan besar akan adanya transformasi Pendidikan Nasional. 

Baru sekarang ada seorang Menteri Pendidikan dengan rendah hati berkata bahwa ia akan memulai tugasnya dengan belajar. Tentu saja ini hal yang luar biasa mengingat  prestasi sang Menteri yang telah berhasil membangun sebuah decacorn. Suatu pencapaian yang hanya bisa dilakukan oleh 19 orang di dunia ini.

Mas Nadiem, anda sudah melakukan hal luar biasa di dunia bisnis digital. Saya cukup optimis, anda akan melakukan hal luar biasa di dunia pendidikan Indonesia. Dan satu lagi, jangan ada lagi guru yang gugur di sekolah karena mendisiplinkan murid, karena sekalipun guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, mereka tidak akan pernah menerima kenaikan pangkat secara anumerta.

Selamat bekerja Mas Nadiem Makarim,  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Tuhan memberkatimu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun