Mohon tunggu...
Paulus Ibrahim Kumentas
Paulus Ibrahim Kumentas Mohon Tunggu... Guru - Suara dari Ujung Celebes

Curhat seorang suami, ayah, pengacara, guru, hamba Tuhan, agen asuransi jiwa, dan rakyat Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Agama Menjadi Produk Gagal

7 Juni 2017   01:13 Diperbarui: 7 Juni 2017   01:34 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul di atas merupakan petikan ucapan dari salah satu pejabat Tiongkok ketika berbincang dengan Wakil Walikota Bitung, Ir. Maurits Mantiri  ketika beliau berkunjung ke negeri Tirai Bambu itu beberapa bulan lalu.  Orang Tiongkok tersebut membandingkan kehidupan orang Indonesia yang 100% beragama, dengan orang Tiongkok yang mayoritas tidak berTuhan, dan hanya sekitar 10% yang beragama, namun mempunyai kehidupan moral yang jauh lebih baik dari orang Indonesia.

Bisa jadi anda tersinggung dengan pernyataan ini sama seperti saya.  Sisi keimanan   kepada Tuhan yang mengajarkan saya untuk berbuat baik dan menjadi terang bagi dunia (kosmos) ini serasa ingin berontak ketika mendengar pernyataan bahwa agama ibarat produk gagal.  Anda dan saya sah -- sah saja untuk tersinggung, bahkan bila si Tiongkok ini orang Indonesia, pasti dia akan menjadi korban selanjutnya dari pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Namun bukan tanpa sebab, dia mengeluarkan pernyataan seperti itu.  Banyaknya kasus korupsi di Indonesia yang sudah di luar akal sehat karena mellibatkan para pejabat mulai level menteri, hingga Kepala Daerah, para legislator, para penegak hukum mulai dari polisi "berbintang", jaksa, hakim, pengacara senior, termasuk para hakim penjaga Konstitusi di MK pun tidak luput dari hawa nafsu korupsi. Bahkan  Beberapa hari lalu, KPK membuat kejutan lagi dengan menangkap tangan pejabat Auditor Keuangan Negara melakukan tindak pidana korupsi!

Itu baru korupsi, belum kejahatan lain seperti narkoba, perdagangan manusia, terorisme dan serentetan catatan hitam lain yang memang tidak layak menghiasi kehidupan masyarakat yang katanya mempunyai agama.  Apa jawab kita kepada mereka bila mereka menanyakan, "benarkah agama ini yang membuat seorang anti korupsi masuk penjara, dan menghasilkan seorang pemuka beristri yang ber-chat porno dengan orang lain yang bukan pasangan sahnya?

Menjawab pertanyaan -- pertanyaan seperti ini, mau tidak mau sambil menahan malu kita harus mengakui bahwa agama di negeri ini belum maksimal dalam menjalankan fungsinya.  Agama lebih banyak tersandera dalam permainan politik daripada masuk dalam ranah moral.  Setahun terakhir ini agama begitu disibukkan dengan politik praktis. Begitu sibuknya, bahkan ketika KPK masih melakukan Operasi Tangkap Tangan dan BNN melakukan penangkapan para Bandar, penjual,kurir, sampai pengguna narkoba, agama hanya berdiam diri dan seolah-olah tidak mau bertanggung jawab atas bobroknya moral bangsa ini.

Tidak pernah ada gerakan massif dari kaum agama untuk menyelamatkan generasi muda dari jerat narkoba. Belum pernah ada dakwah massal untuk para geng motor yang sering bikin kacau, demikian juga penginjilan besar-besaran untuk para remaja yang sering terlibat dalam tawuran pelajar.  Ranah  moral yang seharusnya 100% milik agama justru tidak dikerjakan dengan maksimal.

Agama harus hadir sebagai penjaga moralitas. Agama-agama di Indonesia percaya bahwa mereka hadir sebagai jawaban atas kekisruhan kehidupan manusia.  Menjaga moralitas sesungguhnya baru fungsi awal agama di dunia ini.  Para tokoh atheis di abad 18-19 bahkan menyatakan bahwa tanpa agama pun, manusia dapat mempunyai standar moral dari dirinya sendiri.   Bila menjaga moralitas saja tidak mampu, bagaimana mungkin agama dapat menuntun umatnya untuk masuk surga?

Agama harus mampu menjalankan misi awalnya di dunia sebagai rahmat bagi dunia/Semesta (RAHMATAN LIL'ALAMIN) dan perwujudan besarnya kasih Allah akan dunia ini (Alkitab TB, Yohanes 3:16).  Jangan ada lagi yang mengatakan bahwa ibaratnya suatu produk, agama merupakan produk gagal.  Bangsa ini harus membuktikan keTuhanan-nya kepada dunia. Indonesia harus membuktikan bahwa Tuhan itu ada, dan para pendiri bangsa ini tidak salah mendirikan Negara ini di atas dasar Pancasila dengan nilai KeTuhanan menjadi nilai utama dari Pancasila.

Pembuktian keberadaan Tuhan melalui moralitas bangsa yang beradab, juga sekaligus merupakan pembuktian kebesaran Indonesia sebagai bangsa.

GOD BLESS INDONESIA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun