Mohon tunggu...
Paulus Ibrahim Kumentas
Paulus Ibrahim Kumentas Mohon Tunggu... Guru - Suara dari Ujung Celebes

Curhat seorang suami, ayah, pengacara, guru, hamba Tuhan, agen asuransi jiwa, dan rakyat Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Papua Tidak Jauh, Papua Ada Di Indonesia

30 Desember 2016   00:26 Diperbarui: 30 Desember 2016   01:33 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka : Location?

Saya  : Biak

Mereka:  Di mana tuh?

Saya:  Papua

Mereka:  Jauh banget………

Itu adalah cuplikan chat saya (masih pakai Mirc), ketika saya baru menginjakkan kaki di Tanah Papua pada tahun 2001 yang lalu.

Ungkapan “jauh banget” adalah reaksi yang selalu saya terima ketika  saya ketikkan Papua sebagai lokasi saya.  Ya, bagi orang Indonesia, Papua sepertinya lebih jauh daripada Australia, Belanda, Jerman, atau bahkan Amerika, dan sayangnya stigma itu masih tetap melekat hingga saat ini.

Bagi kebanyakan orang Indonesia, Papua tidak  lebih dari daerah tertinggal yang tidak layak untuk dikunjungi. Setiap usaha memperkenalkan keajaiban pesona alam Papua tidak akan ada artinya bila stigma lama tentang Papua tetap melekat di benak masyarakat Indonesia.

Stigma – stigma lama Papua seperti  masyarakat yang primitive, keras dan terbelakang, sulitnya sarana dan prasarana, resiko perang suku, bahkan gerakan politik Organisasi Papua Merdeka, hingga saat ini memang masih mengalahkan Indahnya Raja Ampat,  Puncak Cartensz, Danau Sentani, rumah semut di Merauke, dan  tempat-tempat wisat eksotik lainnya.

 Saya sering bertemu dengan orang-orang kaya yang sudah keliling dunia, dan setiap saya tanyakan apakah pernah ke Papua, jawaban mereka tetap sama: “Tidak pernah”.  Setiap usaha saya untuk mempromosikan indahnya alam Papua, seolah-olah sia-sia, ditelan oleh stigma masyarakat kita tentang (orang) Papua.  “Takut”, itulah kata yang kerap terucap dari para “penjelajah dunia” ini, ketika saya menyodorkan Papua sebagai tujuan wisata mereka.

Mengangkat masa depan Papua akan selalu menjadi wacana, bila bangsa Indonesia belum “berdamai” dengan Papua. Penghapusan stigma “primitif, keras dan terbelakang” yang sudah tertanam selama puluhan tahun, harus dihapus dengan iklas dan serius.  Mengapa harus iklas dan serius, karena memang tampaknya tidak ada pihak yang serius ingin membangun paradigma baru tentang Papua. Berita tentang Papua yang sampai di masyarakat, masih saja berkisar gerakan separatis OPM, perang suku, dan pelayanan sosial ke “tempat terpencil” di Papua.  Bahkan banyak organisasi sosial dan keagamaan yang “menjual” Papua. Mereka datang ke Papua, kemudian saat kembali ke daerahnya, mereka mengekspose  kegiatan mereka di Papua hanya untuk meningkatkan nilai jual mereka, karena sudah melakukan kegiatan di “tempat terpencil dan terbelakang”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun