Pernikahan usia anak (perkawinan anak) merupakan pernikahan yang melibatkan seseorang yang masih dibawah umur 18 tahun dan masih menjadi salah satu masalah sosial yang kompleks di Indonesia. Pernikahan usia anak bukan solusi terhadap permasalahan ekonomi dan sosial.
Demikian pula, praktik ini selalu menimbulkan masalah yang lebih kompleks. Dalam hal pendapatan nasional pendapatan pertumbuhan,yang diperkirakan mencapai 7,5 persen pada tahun 2023 , Indonesia menghadapi sejumlah permasalahan terkait tumbuh kembang anak .Kini puluhan ribu anak di bawah usia 18 tahun terkena dampak berbagai faktor salah satu adalah keadaan ekonomi keluarga .
Selain itu dampak yang harus dirasakan oleh anak ketika terjerumus pada pernikahan diusia belum menginjak 18 tahun yaitu resiko kesehatan seperti komplikasi kehamilan dan melahirkan, karena sistem reproduksi anak yang masih belum matang dan siap, kemungkinan angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga yang mungkin akan lebih tinggi terjadi, serta peningkatan resiko penyakit menular seksual yang sangat membahayakan kesehatan. Pada dampak psikilogis anak juga rentan terjadi karena kondisi mentalnya masih lemah sehingga tekanan mental yang berat dapat menyebabkan trauma psikologis jangka panjang akibat pemaksaan pernikahan karena anak belum siap untuk bertanggung jawab dalam pernikahan dan pengasuhan. Dan biasanya berdampak pada anak yang dilahirkan umumnya pertumbuhan dan perkembangannya mengalami keterlambatan (Stunting) dari anak pada umumnya.
Selain itu dampak sosialnya masih akan terus berkelanjutan karena angka kemiskinan yang akan terus berlanjut, anak putus sekolah dan kehilangan kesempatan untuk bersekolah dan mendapatkan pendidikan yang layak, pengabaian hak-hak anak seperti bermain, belajar, bersosilisasi dan perkembang.Sehingga kita sangatlah penting untuk mencegah praktik ini untuk melindungi hak-hak anak.
“Contoh kasus yang terjadi yaitu sepasang anak yang masih duduk dibangku SMA yang berinisial N ( perempuan) berusia 16 tahun dan M ( laki-laki ) berusia 15 tahun pernikahan ini terjadi sebab pergaulan bebas yang hanya berumur jagung ini berlangsung hanya 3 bulan, setelah menikah N tidak siap fisik dan mental sehingga sering terjadi percekcokan dan adu mulut pada rumah tangga ini sehingga menyebab kan pasangan muda ini mengakhiri rumah tangganya”
Untuk itu kita harus menerapkan beberapa solusi agar bisa mencegah dan mengurangi praktik pernikahan usia anak yaitu orang tuya harus berperan aktif dalam pencegahan praktik pernikahan usia anak, dengan cara memastikan hukum dan kebijakan melindungi hak-hak anak harus diperkuat kembali,melakukan sosialisasi dan kampannye tentang pencegahan praktik pernikahan usia anak, melibatkan pemimpin masyarakat, agama,dan adat yang mendukung upaya pencegahan pernikahan usia anak.Dengan peningkatan akses layanan yakni menyediakan layanan kesehatan reproduksi nak dan konseling bagi anak-anak , serta memastikan ketersediaan sarana untuk melaporkan kasus pernikahan usia anak, Menyediakan program bantuan sosial dan pendapatan bagi keluarga rentan, mendorong kemandirian ekonomi perempuan dan orang tua, menghilangkan praktik tradisional yang menyebabkan pernikahan usia anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H