Hal lain yang dibicarakan adalah pemondokan bagi anak-anak. Karena siswa yang belajar di SMPN 3 Wulanggitang juga berasal dari desa-desa tetangga yang jauh dari sekolah, sehingga anak-anak ini harus tinggal di Hewa, tempat beradanya lembaga pendidikan SMPN 3 Wulanggitang. Dalam praktek selama ini, anak-anak yang berasal dari desa tetangga seperti Lewoawan, Buranilan, Riangbaring tinggal di kost dan asrama yang ada di Hewa.
Ketika mendengar kata kost apalagi asrama, jangan membayangkan seperti yang ada di kota. Dimana tersedia tempat tidur yang layak, dan ada yang bertingkat. Ada meja belajar. Dan fasilitas mewah lainnya. Juga ada Bapak atau Ibu asrama. Di kost dan asrama "ala" desa, fasilitas tersebut ada yang tidak tersedia, dan yang tersedia pun sangat sederhana kalau tidak mau dikatakan tidak layak.
Bisa dibayangkan bagaimana keadaan anak yang datang ke sekolah dengan tidur beralaskan bambu; makan apa adanya. Hal-hal kecil dalam kehidupan siswa di luar sekolah seperti pemondokan, kebutuhan akan makan dan minum, pergaulan mereka sering luput dari perhatian kita. Tetapi tanpa disadari justru sangat mempengaruhi pendidikan anak.
Kita lebih menyoroti hasil belajar siswa yang rendah tetapi lupa mendiagnosis akar persoalan rendahnya hasil belajar siswa. Kita lupa bertanya apakah pemondokan anak sudah baik, apakah anak mendapat asupan makanan yang baik. Semua ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil belajar mereka.
Di akhir rapat umum ini, sebagaimana kebiasaan di Spentig Hewa, diumumkan tiga siswa yang memperoleh nilai akademik tertinggi pada setiap kelas. Siswa yang mendapat nilai tertinggi di masing-masing kelas yang dibacakan namanya akan tampil di hadapan orang tua siswa. Dari peringkat tiga kelas ini, dipilih tiga besar sekolah. Dan sebagai bentuk motivasi (juga bagi siswa lain), sekolah memberikan “apresiasi" kepada ketiganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H