Pelaksanaan ETMC XXXI awalnya diselimuti keraguan. Maklum, Lembata tidak memiliki stadion sepak bola. Namun keraguan itu dibayar tuntas dengan penyelenggaraan yang sukses. Ada dua sukses yang digapai. Pertama, sukses sebagai penyelenggara. Ketika ditunjukkan menggantikan kabupaten Flores Timur, Lembata mulai berbenah diri. Persiapan dilakukan. Stadion dibangun.
Persiapan infrastruktur ini mendukung event ETMC XXXI berlangsung dengan baik. Sejak kick off partai perdana hingga partai puncak, semua laga berjalan baik. Kesan baik tidak hanya datang dari dalam arena pertandingan. Di luar lapangan juga menghadirkan kesan manis. Para pemain, official, suporter tim tamu diterima dengan ramah. Dilayani dengan baik. Lembata benar-benar menjadi tuan rumah yang baik.
Kedua, kesuksesan tim Persebata Lembata menjadi runner-up. Tim kesayangan masyarakat Lembata, Persebata Lembata berhasil melaju hingga partai final. Walau harus mengakui keunggulan Perse Ende di partai puncak, posisi runner-up adalah prestasi terbaik selama keikutsertaan Persebata Lembata di ajang ETMC. Persebata Lembata juga diganjar penghargaan tim fair play. Prestasi ini patut diapresiasi karena di tengah "gunjangan" di tubuh Askab Lembata dan persiapan yang minim, tim "Sembur Paus" mampu menorehkan prestasi membanggakan.
Hal lain yang membanggakan adalah antuasiasme masyarakat Lembata dalam mendukung Persebata Lembata. Setiap kali Persebata Lembata bertanding, lapangan bola tidak pernah sepi. Penonton selalu full. Tribun Gelora 99 selalu dipenuhi penonton. Dari timur, laskar Uyelewun datang dengan gong gendang. Tidak ketinggalan suporter dari Ile Ape dari utara, dan suporter Atadei, Wulandoni dari Selatan.
Bola kaki sebagai olahraga yang populer menyedot ribuan penonton dari seluruh wilayah Lembata. Masyarakat rela datang dari kampung-kampung menyaksikan pertandingan secara langsung di Gelora 99. Walau stadion Gelora 99 dipenuhi ribuan suporter Persebata Lembata, namun pertandingan selalu berjalan aman, dan tertib. Tanpa ada keributan. Apalagi kerusuhan.
Melihat wajah sepak bola kita yang selalu buram; pertandingan kadang diakhiri kericuhan, kesuksesan penyelenggaraan ETMC XXXI di Lembata adalah cermin untuk berkaca. Sebagaimana bola yang bulat, sepak bola harus mempersatukan. Bukan mencerai-beraikan. Sepak bola harus membawa damai. Bukan mendatangkan pertikaian. Sepakbola harus menghadirkan sukacita. Bukan mencipatakan kekacauan.
Dalam permainan sepak bola, sportivitas harus dijunjung tinggi. Mesti ada kerendahan hati menerima kekalahan. Dan sikap jiwa besar mengakui keunggulan lawan. Di lapangan sepak bola, tidak ada tempat untuk kekerasan. Sepakbola, sebaliknya adalah medan perjumpaan kemanusiaan. Lapangan bola adalah arena menambah kawan. Bukan medan mencari musuh.
Spirit Membangun Lembata
Pertanyaannya: Apa yang bisa ditimba dari HUT Otonomi Lembata ke-23 dan perhelatan ETMC XXXI untuk Lembata ke depan? Dua moment ini telah lewat. Namun tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja. Dari dua event ini kita dapat menimba spirit untuk membangun dan menata Lembata menjadi lebih baik sesuai semangat otonomi.
Karena melihat kondisi Lembata hingga usia otonomi ke -- 23, ada banyak fakta buram yang menenggelamkan Lembata dalam keterpurukan. Banyak persoalan yang membelit kabupaten "Ikan Paus" ini yang tidak bisa diurai.
Beberapa persoalan di Lembata yang harus ditangani secara serius adalah kasus pembunuhan yang bagai hantu yang terus bergentayangan mengancam warga. Persoalan korupsi yang masih merajalela. Proyek mangkrak yang sangat marak. Pembangunan infrstruktur jalan yang sangat timpang; memprioritaskan daerah tertentu dan menganak-tirikan wilayah lain.