Di liga champions, Liverpool dan Madrid punya sejarah hebat. Keduanya sudah berhadapan tiga kali di final. Pertemuan terakhir terjadi empat tahun lalu di Kiev dan dimenangi Madrid 3-1. Kekalahan yang membuat pemain Liverpool menyimpan dendam terhadap Madrid. Mohamad Salah, misalnya, setelah Liverpool memastikan tempat di final, langsung sesumbar menghadapi Madrid ketika ditanya klub yang ingin dihadapi.
Artinya motivasi mereka menghadapi Madrid di final adalah ingin membalas dendam. Karena itu mereka datang ke Stade de France hanya ingin membalas dendam terhadap Madrid, bukan untuk menjuarai liga champions. Di sini pemain Liverpool lupa bahwa lawan dihadapi adalah Madrid. The King of Europe. Pelajarannya, siapa saja boleh mengumbar kata-kata, tapi harus mengukur diri.
Madrid sang raja Eropa menjadikan final sebagai ajang pengukuhan diri (Madrid tidak perlu membuktikan diri lagi) sebagai raja Eropa. Bermain taktis dan efektif di partai final, Madird membiarkan Liverpool menguasai pertandingan dan menunggu moment untuk memukul balik saat lawan lengah. Madrid benar-benar memberi pelajaran untuk Liverpool. Bertandinglah untuk memenangi laga. Bukan untuk melampiaskan dendam.
Di partai final, Madrid memang terus ditekan Liverpool. Pertahanan Madrid dikurung hampir sepanjang laga. Walau demikian, gawang Madrid tidak kebobolan. Dari 24 percobaan yang dilakukan dengan 9 tembakan menemui sasaran, tidak satu pun berbuah gol. Madrid, sebaliknya hanya memiliki 4 tembakan ke gawang dengan dua mengarah ke gawang, satu peluang berhasil dikonversi menjadi gol. Itulah gol kemenangan yang dicetak Vinisius di menit 59. Lagi-lagi pelajaran berharga buat Liverpool, kemenangan dalam sepakbola tidak ditentukan lewat penguasaan bola. Tim mencetak gol (lebih banyak) itulah pemenangnya.
Melihat perjalanan Madrid dalam merengkuh trofi Si Kuping Besar, terbaca jalan yang dilalui sungguh terjal. Menghadapi para raksasa, Madrid berhasil menjungkal mereka satu persatu. Lalu apa yang membuat Madrid mampu melalui jalan terjal dan keluar sebagai pemenang?
Mengikuti pendapat khalayak, ada penialaian bahwa kesuksesan Madrid menjuarai liga champions karena faktor keberuntungan. Benar bahwa dalam suatu permainan, keberpihakan dewi fortuna kadang turut menentukan kemenangan sebuah tim. Namun melihat perjuangan Madrid menuju tangga juara, anggapan itu tidak pantas disematkan pada Madrid. Melakukan comeback sebanyak tiga kali menghadapi lawan-lawan berat dengan hanya mengandalkan faktor keberuntungan semata jelas tidak logis.
Karena itu, setidaknya ada tiga faktor yang menjadi kunci Madrid melewati jalan terjal merengkuh trofi Si Kuping Besar. Pertama, skill. Ini berkaitan dengan kemampuan individu pemain. Skill adalah salah satu elemen penting dalam sepakbola. Dengan skill yang dimiliki, pemain akan mudah mengontrol dan mengolah bola dengan baik. Pun mampu mengecoh dan menghadang lawan.
Pemain dengan skill tinggi berada pada level berbeda dengan pemain lain. Skill inilah yang membedakan seorang pemain dengan pemain lain. Dan semua orang tahu, Madrid adalah klub kaya yang bertaburan pemain bintang. Pemain yang punya kemampuan lebih dari pemain lain. Tanpa meremehkan klub dan pemain lain, setiap pemain yang menghuni klub ini adalah pemain yang tidak diragukan lagi mengolah si kulit bundar. Klub ini dijuluki Galaticos karena bertaburan pemain bintang.
Lihat saja Vinisius Junior dengan kemampuan lari seperti rusa dan melakukan gocekan. Atau Kroos dan Modric dengan keahlian dalam memberi umpan. Juga Benzema dengan naluri sebagai penyerang yang sudah teruji dalam menjebol gawang lawan.
Kedua, taktik. Ini berkaitan dengan stragtegi yang diterapkan dalam permainan. Dalam hal taktik permainan, pelatih lah orangnya. Seorang pelatih yang menentukan taktik dan atau strategi yang dipakai dalam permainan. Ibarat arsitek yang merancang bangunan, pelatih lah yang merancang "bangunan" permainan sebuah tim lewat taktik. Bicara taktik di Madrid, Anceloti adalah otaknya. Juru taktik asal Italia inilah yang merancang bentuk permainan Madrid.
Ketiga, mental. Ini berkaitan dengan psikologi pemain yaitu kesiapan pemain untuk bertanding. Performa pemain di lapangan hijau sangat ditentukan oleh mental yang dimiliki. Tanpa mental yang baik, pemain tidak akan bisa bermain dengan baik. Dengan mental yang baik, pemain akan tampil maksimal. Ada pernyataan bahwa untuk memenangi pertandingan dibutuhkan dua hal. Pertama, 90% persiapan mental. Kedua, 10% persiapan fisik.