Mohon tunggu...
Gerardus Kuma
Gerardus Kuma Mohon Tunggu... Guru - Non Scholae Sed Vitae Discimus

Gerardus Kuma. Pernah belajar di STKIP St. Paulus Ruteng-Flores. Suka membaca dan menulis. Tertarik dengan pendidikan dan politik. Dan menulis tentang kedua bidang.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Buku Imajinasi, Problematika, Kompleksitas Wajah Pendidikan Indonesia

3 Maret 2022   07:17 Diperbarui: 3 Maret 2022   07:24 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku yang ditulis Mas Anggi Afriansyah ini telah saya terima bulan Desember 2021. Dilengkapi tanda tangan penulisnya. Walau sudah dua bulan, buku ini baru saya tuntaskan sebagai buku kedua yang saya baca di bulan Pebruari 2022.

Buku ini merupakan kumpulan esai Mas Anggi yang tersebar di media nasional dan daerah baik cetak maupun online seperti Kompas, Media Indonesia, Detik.com, Jawa Pos, Koran Jakarta, dll.

Buku setebal (i-xi) 282 halaman ini memuat 52 tulisan yang dikelompokkan dalam enam tema besar yaitu (1)wajah pendidikan di Indonesia, (2)problematika pendidikan di Indonesia, (3)relevansi ajaran Ki Hajar Dewantara dalam konteks kiwari, (4)sekolah: penguatan dialog, pancasila, anti kekerasan, (5)menguatkan siswa membaca, (6)pergulatan pendidikan di pesantren.

Sebagaimana judulnya, esai-esai dalam buku ini menyorot ihwal pendidikan di tanah air. Lewat tulisan-tulisannya, Mas Anggi ingin merefleksikan situasi pendidikan di negeri ini. Dan juga mengimajinasikan Indonesia yang maju dan sejahtera tetapi diimbangi oleh kesadaran akan wajah pendidikan nasional yang penuh problematika dengan kompleksitasnya.

Sebagai peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional, mengapa Mas Anggi harus menulis isu pendidikan?

Diakuinya (hal.vii-ix), ketertarikannya terhadap isu pendidikan didasari dua alasan. Pertama, alasan personal. Mas Anggi berasal dari keluarga guru. Bukan hanya Bapak atau Mamanya. Tetapi kedua orangtuanya adalah guru. Darah guru ini juga diwariskan kepadanya. Ia masuk keguruan di Universitas Negeri Jakarta. Dan pernah menjadi guru sebelum bekerja di BRIN sekarang. Itulah mengapa dunia pendidikan sangat dekat dan lekat dengannya.

Kedua, alasan subtansial. Mas Anggi melihat situasi kebangsaan saat ini dihadapkan dengan berbagai problem: kekerasan, intoleransi dan radikalisme, politik yang penuh kebencian, pengabaian penguatan karate kebangsaan, marginalisasi kelompok minoritas, kesenjangan dan ketimpangan sosial. 

Kondisi ini memanggilnya mendalami isu-isu pendidikan dan menuliskannya. Karena mengutip Ki Hajar Dewantara, pendidikan harus memerdekan. Karena itu orientasi pendidikan harus selaras dengan penghidupan dan kehidupan bangsa.

Saya merekomendasikan buku ini untuk orang yang ingin mendalami pendidikan di tanah air. Isu pendidikan nasional di kupas tuntas di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun