Mohon tunggu...
Gerardus Kuma
Gerardus Kuma Mohon Tunggu... Guru - Non Scholae Sed Vitae Discimus

Gerardus Kuma. Pernah belajar di STKIP St. Paulus Ruteng-Flores. Suka membaca dan menulis. Tertarik dengan pendidikan dan politik. Dan menulis tentang kedua bidang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merdeka dari Korona, Yakin Kita Bisa

6 September 2021   21:29 Diperbarui: 6 September 2021   21:35 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerardus. Dok.pribadi

Bangsa Indonesia baru saja memperingati HUT Kemerdekan ke-76. Perayaan kemerdekaan ini cukup ironis karena dirayakan dalam situasi tidak merdeka. Kemerdekaan bangsa ini kita peringati dalam kondisi "terjajah". Di mana penjajah hadir dalam bentuk virus korona yang mengancam keselamatan semua manusia.

Kondisi terjajah ini dialami bersama seluruh masyarakat dunia. Pandemi korona telah merampas kemerdekaan kita dalam bergerak. Kemerdekaan kita dalam beraktivitas terkekang karena ruang gerak kita dibatasi. Kebebasan kita untuk melakukan kegiatan di luar rumah dikekang larangan dan aturan yang membatasi aktivitasi sosial kita.

Pandemi korona yang merampas kemerdekaan kita ini harus diperangi. Dalam perang melawan pandemi korona, kita dapat belajar dari pengalaman perang melawan penjajah dahulu. Di mana keberhasilan mengusir bangsa kolonial karena kita bersatu. Sejarah perjuangan telah mengajarkan bahwa tanpa persatuan, tanpa kebersamaan, tidak akan ada cerita kesuksesan menikmati alam kemerdekaan.

Bangsa Indonesia juga memiliki catatan sejarah yang bagus dalam perang melawan beberapa wabah penyakit yang pernah melanda negeri ini. Tercatat bangsa Indonesia pernah diserang penyakit cacar yang disebabkan oleh virus variola. Namun virus ini berhasil dilawan. Selain itu ada wabah polio. Penyakit menular yang menyebabkan kecacatan pada anak-anak ini pun mampu dikalahkan.

Dengan pengalaman keberhasilan dalam perang dahulu, baik melawan kaum penjajah maupun wabah penyakit, kita optimis bahwa bangsa ini pasti bisa mengalahkan virus yang mematikan ini. Kemerdekaan dari pandemi korona pasti akan kita raih. Dengan berjuang berasama, kita pasti bebas dari serangan virus korona.

Dalam perang melawan korona sejauh ini, kita telah berupaya secara maksimal. Pemerintah dan masyarakat dengan cara masing-masing telah berusaha melawan virus korona. Namun harus diakui bahwa masih ada kelemahan yang perlu perbaikan agar perang ini segera mungkin kita menangi.

Melawan Korona dari Desa

Sejauh ini fokus perhatian pemerintah dalam penanganan korona lebih banyak diarahkan di kota (baca Jawa-Bali). Sementara desa (baca luar Jawa-Bali) bagai dilupakan. Ketimpangan dalam pelayanan terhadap masyarakat yang terserang virus korona sangat terasa antara desa dan kota.

Disparitas dialami masyarakat dalam hal fasilitas kesehatan yang memadai. Kondisi ini memang sudah terjadi sebelum pandemi korona. Dan jurang ini semakin menganga ketika korona melanda. 

Rumah sakit yang mampu menangani pasien korona dengan baik dan dalam jumlah banyak hanya terdapat di kota. Demikian pun test PCR. Hanya ada di kota. Akses vaksin korona apalagi. Masyarakat kota lebih diprioritaskan ketimbang orang desa.

Indonesia saat ini sedang mengalami gelombang kedua Covid-19. Walau kita boleh sedikit bernafas lega karena kasus aktif menunjukkan tren penurunan, namun ada kekhawatiran di mana kasus di luar Jawa-Bali masih tinggi. Sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi, kenaikan signifikat kasus Covid-19 di luar Jawa-Bali. 

Tercatat angka kasus positif di luar Jawa-Bali pada 25 Juli 2021 sebanyak 13.589 kasus atau 34 persen dari kasus nasional. Namun pada 1 Agustus 2021 naik menjadi 13.589 kasus atau 44 persen kasus baru nasional, dan per 6 Agustus 2021 naik lagi menjadi 21.374 kasus atau 54 persen kasus baru nasional. Propinsi yang secara khusus disoroti Jokowi adalah Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Papua, Sumatera Barat, dan NTT (nasional.tempo.co,08/08/2021).

Sorotan Jokowi adalah alarm untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran korona di desa. Karena itu perang terhadap korona dari desa harus digiatkan lagi dengan, pertama, menghidupkan kembali posko korona desa. Ketika awal pandemi korona, marak didirikan posko penjagaan di tingkat desa. Tujuannya untuk membatasi aktivitas masyarakat dan mengontrol mobilitas masyarakat dari dan ke wilayah tertentu. Namun seiring perjalanan waktu, posko-posko tersebut telah ditutup.

Posko yang telah ditutup dapat dihidupkan lagi dengan memperluas fungsinya. Selain sebagai pos penjagaan, juga menjadi posko informasi; sumber informasi tentang korona bagi masyarakat. Di tengah perang melawan korona distribusi informasi yang cepat dan akurat sangat urgen. Hal ini untuk mengimbangi informasi yang tidak terarah dan simpang siur. Informasi yang diperoleh selama ini lebih banyak lewat media online. Sayang informasi yang beredar sudah terkontaminasi dengan berita hoax.

Kedua, percepat program vaksinasi. Saat ini vaksin menjadi solusi preventif penyebaran virus korona. Karena itu menjadi tugas pemerintah menyediakan vaksin yang mudah diakses oleh semua kalangan, termasuk masyarakat desa. Program Desa Merdeka Vaksin bisa menjadi tawaran solusi. Di mana desa menjadi titik pusat program vaksinasi. 

Teknisnya pemerintah desa menjadi penggerak utama dengan mendata warga dan menyiapkan tempat vakasinasi. Program Desa Merdeka Vaskin ini selain mempercepat, mempermudah akses, dan menjangkau masyarakat bawah, juga dapat mengurangi kerumunan sebagaimana terjadi selama ini karena masyarakat dibiarkan mencari dan mendatangi sendiri tempat vaksinasi.

Program vaksinasi ini harus dibarengi dengan edukasi. Ini penting agar tidak ada resistensi dari masyarakat. Masyarakat harus mendapat informasi yang benar tentang vaksin, mengapa harus divaksin, bagaimana cara mendapat vaksin. 

Masyarakat perlu diberi pemahaman tentang pentingnya vaksin untuk memperoleh kekebalan tubuh agar bisa melawan virus korona. Ini berarti narasi yang dibangun untuk menakut-nakuti masyarakat dengan ancaman tidak akan mendapat pelayanan administrasi pemerintah bila tidak menunjukkan kartu vaksinasi harus dihindari.

Ketiga, konsistensi dalam menjalankan aturan. Ketika virus korona sampai di negeri ini, banyak aturan yang dibuat pemerintah dalam upaya menahan laju penyebarannya. Secara nasional mula-mula diberlakukan work from home. Menjalankan semua aktivitas dari rumah. Aturan ini lalu diganti dengan pembatasan sosial berskala besar. Kemudian diganti lagi dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat dengan level-levelnya.

Pemberlakuan aturan tersebut disertai penerapan protokol kesehatan dengan menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker, mengurangi kerumunan, dan mengurangi mobilitas penting dijalankan. Namun dalam tataran praktis, pelaksanaan aturan tersebut masih jauh dari ideal. Ini adalah kelemahan terbesar dalam perang melawan korona: inkonsistensi dalam menjalankan aturan.

Kehidupan memang harus tetap berjalan walau di tengah pandemi. Tetapi menerapkan aturan kesehatan adalah wajib hukumnya. Karena aturan adalah panglima tertinggi. Pengabaian dan pelanggaran terhadap aturan kesehatan membawa dampak nyata pada peningkatan kasus. 

Dalam penerapan aturan, pemerintah harus memberikan contoh yang baik. Menjadi teladan dalam menjalankan aturan kesehatan. Bukan sebaliknya melanggar aturan yang membuat masyarakat menjadi apatis.

Bangsa ini terkenal dengan semangat gotong royong yang tinggi. Bila kita bergerak bersama: menjalankan protokol kesehatan: pemerintah memberikan teladan yang baik dan masyarakat pun mematuhi; saling membantu dan menolong, niscaya bangsa ini akan menang dalam perang melawan korona. Yakin kita bisa merdeka dari korona.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun