Lembata, sebuah kabupaten kepulauan di wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur dengan luas 1.266,39 km awalnya merupakan bagian dari kabupaten Flores Timur. Namun karena keinginan masyarakat Lembata akan pemerintahan sendiri, yang diperjuangkan tokoh masyarakat sejak tahun 1954, pada tahun 1999 Lembata menjadi daerah otonom, berpisah dari kabupaten "induk" Flores Timur. Dan terbentuklah kabupaten Lembata.
Keinginan rakyat Lembata yang diperjuangkan para tokoh Lembata tempo doeleo untuk memiliki pemerintahan sendiri bertujuan menjadikan Lembata lebih baik, lebih maju. Inti perjuangan otonomi adalah sebuah Lembata baru. Lembata yang masyarakatnya sejahtera lahir bathin. Lembata yang tidak tertinggal dan terbelakang tetapi setara dengan daerah lain.
Lembata baru adalah Lembata yang masyarakatnya mendapat pelayanan yang baik, mudah dan cepat. Lembata yang pendidikan yang layak dinikmati oleh semua orang. Lembata yang jalannya beraspal mulus hingga ke kampung-kampung. Lembata yang listriknya menyala siang-malam. Lembata yang airnya dapat dinikmati tanpa harus berjalan berkil-kilo meter. Lembata yang kalau orang sakit atau bersalin tidak harus ditandu ke kota kecamatan.
Lalu apakah Lembata baru yang diperjuangkan itu kini telah terwujud? Setelah 22 tahun Lembata menjadi kabupaten sendiri, apakah madu otonomi itu sungguh dinikmati rakyat Lembata?
Lembata Dalam Amatan Saya
Kamis, (24/06/2021) saya berkesempatan bale leu (pulang kampung) Lembata. Menggunakan angkutan laut kapal motor Sinar Mutiara 2, saya bertolak dari Larantuka pkl.08.00 WITA. Setelah singgah sebentar di pelabuhan Weiwerang, Adonara, KM. Sinar Mutiara 2 akhirnya sandar di pelabuhan laut Lewoleba pkl. 11.40 WITA.
Sebelum melanjutkan perjalanan ke kampung halaman, saya singgah sebentar di keluarga di bilangan Kota Baru dan Wangatoa. Hari itu ibu kota kabupaten Lembata, Lewoleba diguyur hujan. Walau tidak merata di semua tempat tetapi cukup untuk menyiram jalan dalam kota yang berdebu dan berlubang. Setelah mengunjungi keluarga, saya melanjutkan perjalanan ke kampung halaman.
Sepeda motor saya melaju ke arah timur Lembata mnyusuri jalan negara trans Lembata. Sejak dari kota Lewoleba, jalannya sangat mulus. Aspalnya bagus. Kondisi jalan seperti ini sampai memasuki wilayah Lewolein, desa Dikesare. Selepas itu hingga Tanjung Baja, perbatasan wilayah kecamatan Lebatukan dan Omesuri, pengaspalan jalan negara ini sedang dikerjakan. Mobil-mobil drum track terlihat mondar-mandir memuat material untuk menimbul jalan. Di sepanjang jalan terdapat tumpukan material kerikil.
Memasuki wilayah kecamatan Omesuri mulai dari Tanjung Baja hingga Liang Bonoq, jalan yang sudah diaspal kini sedang dilakukan perbaikan di beberapa titik. Juga pembuatan selokan. Sementara dari Liang Bonoq hingga Balauring, ibu kota kecamatan Omesuri, jalan ini sudah ditimbun dengan material tanah. Di saat kemarau begini jalannya sangat berdebu.