Mohon tunggu...
Gerardus Kuma
Gerardus Kuma Mohon Tunggu... Guru - Non Scholae Sed Vitae Discimus

Gerardus Kuma. Pernah belajar di STKIP St. Paulus Ruteng-Flores. Suka membaca dan menulis. Tertarik dengan pendidikan dan politik. Dan menulis tentang kedua bidang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guruku Sayang, Guruku Malang

11 Juni 2021   14:43 Diperbarui: 11 Juni 2021   14:54 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pendidik SMPN 3 Wulanggitang, Hewa. Dok.pribadi

Sementara realitas di sekolah masih ada guru honorer yang belum memiliki NUTPK. Untuk mengatasi masalah ini, maka iuran komite dari orangtua siswa menjadi solusi. Tentang guru honorer, nasipnya memang masih memprihatinkan. Terutama soal upah, sudah menjadi rahasia umum bahwa besarannya masih jauh dari layak. Guru honorer masih diupah lebih rendah dari UMR.

Tidak seperti guru negeri yang memiliki gaji sama berdasarkan masa kerja dan golongan, besaran gaji guru honorer bervariasi setiap sekolah. Memprihatinkan, di tengah biaya kebutuhan hidup yang terus mencekik leher, seorang guru honorer masih dibayar dengan Rp. 300.000 setiap bulan. Dan bayangkan, gaji guru yang demikian itu harus ditunggak pembayarannya sampai berbulan-bulan karena mandeknya uang komite.

Mari kita mendudukkan persoalan ini secara proporsional tanpa mengorbankan hak anak akan pendidikan dan juga tidak mengabaikan hak hidup guru yang layak.

Refleksi Atas Kasus Ibu Azi Delfina

Apa pun alasan di baliknya, peristiwa penikaman yang mengakibatkan tewasnya ibu Azi Delfina harus dikutuk. Ini adalah tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Peristiwa ini merefleksikan beberapa hal berikut. Pertama, kurangnya rasa hormat akan guru. Peran guru yang begitu mulia dalam mendidik dan membimbing siswa sudah tidak dihargai. Di masa lalu, guru sangat dihormati. Seiring perkembangan jaman, penghormatan terhadap guru semakin pudar.

Menurunnya sikap respect terhadap guru merupakan persoalan umum yang dihadapi dunia pendidikan sekarang. Lunturnya rasa hormat pada guru telah menjadi fenomena umum. Beraneka macam perlakuan buruk yang diterima guru menunjukkan lunturnya sikap hormat pada guru. Tidak hanya dikalangan siswa, tetapi juga orangtua dan masyarakat. Di kalangan murid, tidak segan ada yang melawan guru. Demikian pula orangtua dan masyarakat begitu ringan tangan terhadap guru.

Kedua, tidak adanya jaminan keamanan terhadap guru. Aturan yuridis perlindungan profesi guru memang sudah ada. Namun semua itu belum mampu menjawab keresahan guru akan rasa aman dalam menjalankan tugas profesi. Aneka tindakan kekerasan terhadap guru terus berulang. Perlakuan kasar yang melukai bathin maupun fisik terus dialami guru.Kekerasana verbal maupun fisik yang menimpa guru kian hari kian akut.

Sayang, kekerasan terhadap dilakukan baik oleh siswa yang dididik guru maupun orangtua yang anaknya didiknya guru. Tindakan kekerasan yang terus dialami guru menunjukkan bahwa hantu kekerasan terhadap guru masih bergentayangan. Hantu kekerasan yang terus mengancam guru ini tentu menimbulkan rasa takut dalam diri guru.

Ketiga, rendahnya perhatian akan nasip guru. Hal ini berkaitan dengan penghargaaan akan dedikasi dan pengorbanan guru. Yang dimaksudkan di sini adalah nasip guru honorer. Perlakuan yang berbeda atas status guru membuat nasib guru honorer di negeri ini tidak menentu. Panggilan hidup menjadi guru (honorer) tidak memberi jaminan hidup yang layak. Karena upah yang diterima guru tidak sebanding dengan dedikasi dan pengorbanan yang diberikan.

Kiranya kekerasan yang menumbalkan Ibu Azi Delfina membuka mata hati semua pihak untuk lebih menghormati guru, memberikan rasa aman bagi guru dan tidak memandang rendah nasip guru. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun