Suara gemuruh air semakin keras. Namun tidak ada kecurigaan kalau suara itu sebagai alarm bencana banjir bandang. Dan tiba-tiba saja, ketika nyala lilin belum setengah batang, pintu belakang rumah mereka jebol dihantam banjir diikuti luapan air yang memenuhi seisi rumah.
Kaget melihat luapan air yang dalam sekejap menggenangi rumah, secara refleks pak Agus bersama istri menggendong kedua buah hati mereka. Keadaan menjadi gelap dan mencekam, namun merek tidak panik. Dengan tenang bersama istri berusaha menyelamatkan anak mereka, apalagi mereka memiliki seorang bayi yang baru berumur tiga hari (lahir 01 April 2021).
Pak Agus menggendong anak pertamanya yang berumur 3 tahun dan istri menggendong anak kedua. Ketika hendak keluar rumah untuk menyelamatkan diri, banjir sudah mengepung mereka. Air sangat deras. Motornya yang diparkir di teras rumah pun sudah hanyut disapu banjir. Mereka memutuskan untuk bertahan di teras rumah sambil menggendong kedua anak mereka.
"Ketika banjir menjebol pintu belakang rumah, walau dalam keadaan gelap, kami tidak panik. Saya menenangkan istri sambil menggendong kedua anak kami. Saya gendong anak pertama, istri gendong anak kedua yang baru berusia tiga hari. Kami keluar rumah dan berdiri di teras," cerita pak Agus.
Air semakin deras dan ketinggiannya semakin bertambah hingga mencapai dada. Pak Agus coba memanggil tetangganya tetapi semua dalam keadaan kalang kabut berupaya menyelamatkan diri dan keluarga. Dalam kondisi terendam banjir mereka hanya pasrah. Menyerahkan diri seutuhnya pada Allah.
Kurang lebih lima belas berlalu. Dan Tuhan masih memelihara pak Agus sekeluarga. Pertolongan itu datang lewat sebatang kayu yang tiba-tiba tersangkut melintang antara kontrakan pak Agus dan rumah pak Ridwan. Melihat kayu yang terlintang tersebut, Pak Agus mengajak istrinya untuk menyeberang ke rumah pak Ridwan. Sambil terus menggendong anak mereka berusaha menerobos banjir dengan berpegangan pada batang kayu tersebut agar tidak terbawa banjir.
Dari rumah pak Ridwan mereka menuju rumah tetangga lagi. Dan terus berusaha untuk keluar dari jebakan banjir; menyelamatkan diri dengan menerobos banjir, lumpur dan material banjir lainnya. Dalam upaya menyelamatkan diri di tengah malam yang gelap gulita, keadaan sekeliling sudah dipenuhi material banjir berupa lumpur, potongan kayu, dan batu dan material lainnya. Resiko terkena material banjir tidak dihiraukan. Biar terluka yang penting nyawa selamat.
Bersama sekitar 14 warga mereka bertahan di sebuah rumah warga menunggu air surut. Setelah air agak surut salah seorang warga memberanikan diri keluar mencari jalan dan tempat bagi mereka untuk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman. Dengan bantuan warga tersebut, mereka semua menyelamatkan diri di mesjid Baburrahman Waiburak. Hingga pagi (Minggu, 040/04/2021) pak Agus bersama istri dan anak dijemput keluarga Haji Yunus untuk menumpang di rumah mereka.
Bencana yang menimpa anggota komunitas Guru Garis Depan (GGD) Flores Timur, Agus Priyanto juga turut dirasakan seluruh anggota komunitas. Sebagai ungkapan solidaritas atas peristiwa sedih yang dialami pak Agus, GGD Flotim hadir membantu keluarga pak Agus.
Solidaritas itu diwujudkan dalam bentuk bantuan bahan kebutuhan pokok, kebutuhan bayi dan anak, peralatan memasak, dan peralatan tidur. Selain itu GGD juga ikut membersihkan rumah kontrakan pak Agus dari sisa-sisa material banjir seperti lumpur, potongan kayu dan batu.