Tahun pelajaran 2015/ 2016 saya (bersama 2 orang teman guru) menjejakkan kaki di SMP Negeri 3 Wulanggitang, Hewa. Kami bergabung di awal tahun pelajaran. Bulan Juli 2015.Â
Sebagaimana awal, semua serba baru. Kondisi dan suasana baru. Tempat baru. Orang-orang baru. Menghadapi hal-hal baru seperti ini, ada perasaan asing dalam diri. Seperti terlempar ke sebuah "dunia" lain.
Namun perasaan demikian hanya awal saja. Seiring perjalanan waktu, kondisi ini mulai berubah. Diri yang semula merasa asing mulai betah. Dan semakin lama saya benar-benar jatuh "cinta" pada lembaga pendidikan yang popular dikenal dengan sebutan Spentig Hewa ini. Di panti pendidikan ini saya seperti berada rumah. Ya, Spentig Hewa telah menjadi rumah sendiri.
Kesan pertama dimana ada perasaan "asing" mulai pudar seiring interaksi dan komunikasi yang dibangun dalam suasana persaudaraan. Keakraban dengan semua warga sekolah sungguh terasa.Â
Rekan-rekan guru, pegawai dan tata usaha, siswa-siswi, dan orangtua murid menjadi sahabat yang saling menopang. Suasana kekeluargaan yang terbangun di panti pendidikan ini benar-benar membuat saya merasa "at home."
Di "rumah" Spentig Hewa saya mengenal banyak orang dan belajar banyak hal di sini. Salah satu sosok yang menjadi inspirasi dan darinya saya menimba banyak pengalaman adalah kepala SMPN 3 Wulanggitang. Dia adalah Yohanes Hegon Kelen. Biasa disapa pak Hen.
Ketika menjadi anggota keluarga Spentig Hewa, pak Hen baru tiga bulan memimpin lembaga ini. Artinya kepemimpinannya seumur dengan masa tugas saya di Spentig Hewa. Kurang lebih 5 tahun. Tetapi masa pengabdian beliau di lembaga ini sudah lama.
Ketika Spentig Hewa didirikan 2002, di saat yang sama beliau diangkat menjadi PNS dan mendapat penempatan di SMPN 3 Wulanggitang. Sejak didirikan, banyak guru yang datang dan pergi dari Spentig Hewa. Tetapi pak Hen memilih tetap bertahan. Hingga akhirnya dipercayakan menakhodai lembaga ini. Menjadi kepala sekolah kedua SMPN 3 Wulanggitang.
Di bawah kepemimpinan putra Tanjung Bunga ini Spentig bergerak maju. Dengan semangat membangun dalam kekurangan, perlahan-lahan menata diri. Pembangunan mulai digalakkan. Tidak hanya fisik. Pembangunan non-fisik juga mendapat perhatian serius beliau. Beberapa diantaranya bisa dikisahkan di sini.
Salah satu warisan monumental yang akan selalu dikenang adalah pembangunan lapangan olahraga multi-fungsi Spentig Hewa. Di masa kepemimpinan pak Hen, dalam kerjasama dengan komite sekolah dan dukungan penuh orangtua murid lapangan olahraga multi-fungsi sebagai sarana untuk mengembangkan minat dan bakat siswa ini dibangun. Walau belum sepenuhnya tuntas, namun lapangan sudah bisa difungsikan.
Kegiatan pengembangan profesi guru seperti bimtek bagi guru dilakukan. Beberapa kali narasumber didatangkan untuk memberikan bimtek seperti kurikulum, IT, dan literasi. Pengembangan minat dan bakat siswa juga dijalankan. Ruang untuk mengembangkan bakat bidang olaharaga, seni, bela diri, literasi dibuka bagi siswa.
Secara pribadi, saya mendapat kesempatan untuk belajar banyak hal ketika diberikan kepercayaan menjadi koordinator gerakan literasi di SMPN 3 Wulanggitang. Dalam upaya menggerakkan literasi, beberapa hal yang kami jalankan adalah gerakan "Jumat Membaca" yaitu membaca pada setiap hari Jumat selama satu JP (40 menit).
Selain itu, majalah dinding "Kandil" dihidupkan kembali. Walau harus diakui upaya ini belum maksimal karena penerbitanya tidak regular, tetapi dukungan dari pimpinan diberikan secara total.Â
Awalnya kami menggunakan papan mading lama yang terbuat dari tripleks dan digantung/ dipaku di tembok kelas. Sebagai bentuk keseriusan mendukung gerakan literasi, papan mading tersebut diganti dengan yang baru: papan mading berdiri yang ditutupi dengan kaca.
Saya bersyukur karena dari gerakan sederhana menghidupkan literasi ini, artikel saya berjudul "Membumikan Literasi Melalui Gerakan Jumat Membaca" yang merupakan uraian pengalaman menggerakkan literasi di Spentig Hewa menjadi salah satu naskah terpilih dalam seminar nasional guru berprestasi tingkat nasional, 1-4 Oktober 2018 di Jakarta. Saya pun diundang sebagai pemateri dan peserta seminar.
Dari pengalaman kebersamaan, saya belajar banyak hal dalam kepemimpinan pak Hen Kelen. Dua hal berikut adalah spirit kepemimpinannya. Pertama, memimpin berarti melayani. Sebagai pemimpin (kepala sekolah) beliau meghayati spirit "servant leadership." Karena itu seorang pemimpin adalah pelayan.
Kepemimpinan yang melayani (servant leadership) sungguh dihidupi dalam menjalani amanah sebagai kepala Spentig Hewa. Halmana ditunjuk dalam sikap mau mendengarkan (guru-guru sebagai bawahannya), terbuka, dan empati dengan rekan kerja.
Kedua, memimpin dengan contoh. Dalam menunaikan tugas sebagai kepala sekolah, prinsip leadership by example benar-benar dipraktikkan. Pemimpin yang menghidupi spirit leadership by example adalah dia yang tidak memimpin dengan kata-kata tetapi memimpin dengan tindakan.
Pak Hen menjalankan kepemimpinan dengan contoh. Tidak hanya memerintah, beliau juga melakukan apa yang diperintah. Dalam banyak kegiatan, beliau terlibat langsung di garis depan memimpin rekan-rekan kerja mengeksekusi program dan atau kegiatan sekolah.
Kamis, 9 Juli 2020 kami menerima kabar gembira. Pak Hen diangkat dan dilantik menjadi pengawas sekolah di Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Flores Timur. Sebuah pencapaian tertinggi dalam jenjang karir sebagai pendidik.
Proficiat buat pak Hen atas pencapaian ini. Selamat menjalankan tugas baru sebagai pengawas sekolah. Kami mendoakan semoga pak Hen sukses selalu dalam tugas dan tanggungjawab yang baru ini. Spentig Hewa, rumah bersama kita akan selalu merindukan kehadiran pak Hen di moment-moment yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H