Mohon tunggu...
Gerardus Kuma
Gerardus Kuma Mohon Tunggu... Guru - Non Scholae Sed Vitae Discimus

Gerardus Kuma. Pernah belajar di STKIP St. Paulus Ruteng-Flores. Suka membaca dan menulis. Tertarik dengan pendidikan dan politik. Dan menulis tentang kedua bidang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menanti Gebrakan Mas Menteri Nadiem

18 Mei 2020   22:12 Diperbarui: 19 Mei 2020   21:05 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://voffice.co.id

Ketika Presiden Jokowi mengumumkan kabinet pada masa kedua pemerintahannya yang diberi nama Kabinet Indonesia Maju, public seperti terhenyak. Kenapa? Salah satunya adalah ditunjuknya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Penunjukan Nadiem seperti "melenceng" dari tradisi selama ini. Jabatan Mendikbud selalu identik dengan "orang dalam" pendidikan dan atau organisasi tertentu. Mas Nadiem tidak berasal dari kedua-duanya. Wajar public kaget.

Akibatnya muncul sikap pro dan kontra. Ada yang setuju, ada yang menolak. Suatu reaksi yang lumrah tentu saja. Apalagi baik yang pro maupun kontra tampil dengan argumentasi masing-masing. Pihak kontra merasa khawatir karena tidak memiliki berlatar belakang dan basic ilmu pendidikan, Mas Nadiem tidak menguasai persoalan pendidikan di Indonesia. Halmana akan berakibat pada kebijakan yang dikeluarkannya yang bisa melenceng dari tujuan pendidikan nasional. Masalah pendidikan Indonesia yang begitu kompleks harus ditangani oleh orang "dalam" pendidikan. Merekalah yang memahami "penyakit" pendidikan dan karena itu lebih tahu "obat" yang cocok menyembuhkannya. Memberikan kesempatan kepada "orang luar" untuk mengurus pendidikan hanya akan menambah ruwet persoalan yang sedang dihadapi.

Saya, sebagaimana pihak pro, percaya walau tidak memiliki latar belakang pendidikan, Mas Nadiem mampu membawa perubahan bagi dunia pendidikan. Alasannya adalah sudah terlalu lama pendidikan diurus "orang dalam" yang cendrung bersikap konservatif. Sikap ini dicirikan dengan keengganan untuk berubah dan terus melanggengkan pakem lama. "Orang dalam" sering terjebak pada comfort zone. Merasa nyaman dengan kondisi yang ada. Akibatnya pendidikan kita miskin inovasi. Tidak heran Menteri boleh berganti tetapi pendidikan tetap statis.

Persoalan pendidikan Indonesia sudah sangat akut karena itu dibutuhkan figure baru yang berani melakukan perubahan. Pendidikan memerlukan "darah segar" yang tidak takut membuat terobosan, bertindak kreatif dan berani mendobrak hal-hal monoton yang dipertahankan selama ini. Di sini kehadiran orang "luar" pendidikan merupakan keniscayaan. Figure yang berpikir dan bertindak out of the box. Mas Nadiem adalah jawaban yang tepat.

Ditunjuknya Mas Nadiem sebagai Mendikbud membawa angin segar bagi dunia pendidikan. Sebagai menteri berusia muda, 35 tahun, Mas Nadiem merupakan sosok yang mewakili millennial. Figure Mendikbud ini sudah sangat lekat dengan teknologi. Karyanya dalam membangun perusahan start up dengan aplikasi go-jek sudah tidak diragukan lagi.

Dengan keahliannya di bidang teknologi ini, Nadiem diharapkan dapat membenahi seabrek persoalan pendidikan di tanah air. Sebagaimana diungkapkannya saat ditunjuk menjadi Mendikbud, pendidikan Indonesia merupakan terbesar keempat di dunia dalam hal jumlah sekolah dan murid. Jumlah yang besar dengan kompleksitas persoalan yang berbeda-beda, ditambah luasnya wilayah geografis, ketimpangan dalam hal layanan dan kualitas pendidikan antara kota dan desa, dan wilayah Jawa dan luar Jawa, menuntut kecanggihan teknologi untuk mengatasi. Ini adalah keahlian Mas Nadiem.

Terlepas dari suara pro kontra tersebut, saya melihat penunjukan Mas Nadiem sebagai Mendikbud memancarkan sinar harapan akan perubahan dalam bidang pendidikan. Siapa pun yang menjadi CEO yang memimpin perusahan dengan ribuan karyawan dalam usia muda bukanlah figure biasa-biasa saja. Ia tentu memiliki visi yang tajam sehingga mampu melakukan revolusi dalam bidang pendidikan.

 

Nasip Guru Kita

Angin segar perubahan pendidikan mulai terasa tatkala Mendikbud tampil dengan pidato yang menyentak saat peringatan Hari Guru Nasional, 25 November 2019. Pidato yang hanya 2 halamana tersebut menguliti praktek pendidikan di tanah air selama ini yang cendrung birokratis-administratif. Tidak menunggu waktu lama, gebrakan lebih besar dilakukan Mas Mendikbud, Nadiem. Penghapusan Ujian Nasional yang merupakan momok menakutkan insan pendidikan yang selama ini hanya sebatas wacana benar-benar dieksekusi. Tahun 2020 merupakan UN terakhir dan selanjutnya evaluasi atas proses pendidikan akan dilaksanakan melalui Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

Harus diakui bahwa persoalan pendidikan nasional sangat kompleks. Membereskan persoalan ini secara menyeluruh bukan perkara gampang. Lalu bagaimana Mas Menteri harus menyelesaikan masalah pendidikan nasional? Tanpa mengecilkan persoalan lain, yang tentu saja harus dicarikan solusi segera, hemat saya persoalan guru harus menjadi prioritas Mas Nadiem.

Tidak dapat dibantah bahwa guru memegang peran vital dalam dunia pendidikan. Figure guru tidak bisa dipisahkan dari dunia pendidikan. Guru adalah garda terdepan pencerdas generasi muda harapan bangsa. Sebagai ujung tombak pendidikan, perannya tidak akan tergantikan oleh teknologi secanggih apapun. Maju mundurnya pendidikan sangat bergantung pada sosok guru. Bahkan dalam kurikulum yang jelek sekalipun, pendidikan akan melejit bila ditangani guru yang kreatif.

Dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (pasal 1 ayat 1).

Karena itu seorang guru dituntut untuk memiliki empat kompetensi yaitu professional, pedagogic, kepribadian, dan social. Artinya figure guru yang baik adalah seorang yang sungguh memahami materi yang akan diajarkan kepada siswa, memiliki kemampuan dalam melaksanakan proses pembelajaran, memiliki kepribadian yang baik dan mampu membangun relasi yang baik dengan sesama.

Walau perannya sudah tidak diragukan lagi, namun dalam menjalankan tugas pengabdian guru masih menghadapi sejumlah masalah. Persoalan tersebut tak pelak membuat nasip dan masa depan guru menjadi suram dan kebebasan dalam menjalankan tugas pun terkekang.

Persoalan yang dihadapi guru seperti upah yang rendah. Sudah jadi rahasia umum bahwa upah guru di Indonesia sangat jauh dari layak. Dibandingkan dengan Negara lain, gaji guru kita kalah jauh. Kalaupun ada anggapan bahwa kesejahteraan guru sudah membaik, itu hanya bagi guru PNS dan yang sudah bersertifikasi. Sementara guru yang belum bersertifikasi dan berstatus honorer kehidupannya mereka masih melarat. Upah yang jauh dibawah standar UMR tidak bisa diharapkan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Persoalan lain yang selalu dihadapi guru adalah birokrasi yang membelit. Aturan birokrasi seperti membelenggu kebebasan dan menghambat karir guru. Contoh konkret adalah kesulitan guru honorer mendapat Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Padahal sebagai nomor identitas, NUPTK merupakan syarat bagi guru untuk mendapat berbagai tunjangan dan atau mengikuti pelatihan dan kegiatan dalam peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.

Selain itu, guru juga sering mengalami politisasi. Sebagaimana jamak diketahui, pertarungan politik selalu memakan korban. Dan guru sering dijadikan sebagai tumbal. "Suara" guru yang selalu didengar dan dihargai di kampung-kampung membuat guru dijadikan objek kepentingan politik. Konsekuensinya, apabila tidak berhasil mengamankan kepentingan politik politisi local, guru siap "dilempar" ke daerah terpencil dan atau dicopot dari jabatan yang disandang.

Tentu masih banyak persoalan guru yang terus diwariskan dari rezim ke rezim tanpa ada solusi. Kini beban persoalan tersebut diletakkan di pundak Mas Nadiem. Menjadi imperatif moral bagi Mas Nadiem untuk segera membereskan persoalan tersebut. Semakin cepat persoalan itu dibereskan semakin cepat wajah pendidikan nasional menjadi cerah. Sebaliknya, membiarkan persoalan tersebut berlarut-larut akan membuat nasip pendidikan menjadi buram.

Pesan terakhir buat Mas Nadiem: kehebatan Mas Menteri di bidang teknologi sudah tidak diragukan lagi; tetapi kesuksesan Mas Nadiem memajukan pendidikan akan diuji dan dipuji ketika Mas Nadiem mampu membereskan persoalan pendidikan nasional termasuk persoalan yang mendera guru. Selamat bekerja, Mas "Menteri" Nadiem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun