Untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan social distancing. Imbasnya, semua aktivitas di ruang public dihentikan. Kegiatan yang mengumpulkan orang banyak dilarang.
Tidak terkecuali dunia pendidikan. Aktivitas pembelajaran di sekolah ditiadakan. Semua warga sekolah dirumahkan. Merumahkan guru dan siswa tidak berarti meliburkan sekolah. Walau berada di rumah, aktivitas belajar harus tetap dijalankan. Guru dan siswa dirumahkan dan menjalankan pembelajaran di rumah masing-masing.
Sebagai gantinya dilakukan pembelajaran jarak jauh. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menginstruksikan agar pembelajaran jarak jauh dilakukan secara on line. Namun dalam realitas pelaksanaan, kegiatan pembelajaran jarak jauh ini tidak semudah yang dibayangkan. Ada banyak kendala yang dihadapi.
Dalam implementasi, pembelajaran on line di setiap daerah memiliki karakteristik masalah yang berbeda-beda. Bagi sekolah yang didukung oleh akses dan fasilitas yang memadai, tentu tidak menjadi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran secar daring. Namun bagi sekolah yang memiliki akses dan fasilitas terbatas, sangat sulit menjalankan pembelajaran on line.
Sekolah di daerah terpencil (3T) umumnya kendala utama yang dihadapi adalah masalah jaringan internet, disamping persoalan lain seperti jaringan listrik, penguasaan teknologi, kepemilikan gadget, dll. Kondisi ini juga dialami lembaga pendidikan SMPN 3 Wulanggitang.
Dalam kondisi serba keterbatasan di daerah terpencil, lembaga menyadari bahwa pembelajaran jarak jauh secara on line sangat sulit dijalankan. Dalam hal jaringan internet, desa-desa di wilayah selatan Wulanggitang sudah kalah. Jangankan jaringan internet, jaringan telepon seluler saja masih ada desa yang belum menikmatinya. Belum bicara kepemilikan gadget. Latar belakang orang tua murid yang mayoritas petani dan tergolong ekonomi lemah, sekitar 90 persen siswa di SMPN 3 Wulanggitang tidak memiliki HP dan atau laptop. Karena itu pilihan logis pembelajaran jarak jauh adalah pembelajaran secara luar jaringan.
Sebagai gambaran, SMPN 3 Wulanggitang terletak di desa Hewa, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten, Flores Timur, NTT. Sekolah ini didukung oleh beberapa sekolah pendukung (baca Sekolah Dasar) yang ada di kecamatan Wulanggitang dan Ile Bura. Karena itu murid-murid SMPN 3 Wulanggitang tidak hanya berasa dari desa Hewa tetapi juga dari desa lain. Sebaran desa-desa tersebut cukup berjauhan satu dengan yang lain.
Untuk mendukung pembelajaran off line, dilakukan home visit. Guru mengadakan kunjungan ke wilayah atau tempat tinggal siswa. Home visit ini berbeda dengan pemahaman umum yaitu kunjungan ke rumah siswa atau murid. Dalam kunjungan yang dilakukan di masa pandemic, guru tidak mengunjungi siswa dari rumah ke rumah tetapi bertemu dengan siswa secara bersama.
Untuk mendukung kesuksesan home visit, sekolah melakukan pemetaan wilayah domisili siswa. Dari hasil pemetaan, siswa dibagi dalam beberapa kluster yaitu Buranilan dan Lewoawan, Riang Baring, Watobuku, Tabana, Duang, Hewa, Kokang, dan Pante Oa. Bapak/Ibu guru kemudian dibagi dalam kluster tersebut berdasarkan banyaknya siswa di setiap kluster. Dan waktu yang ditetapkan untuk melakukan home visit adalah seminggu sekali yaitu pada hari Kamis.
Demi kelancaran kegiatan home visit, sekolah bekerja sama dengan pemerintah desa. Lembaga sekolah menyurati pemerintah desa untuk memberitahu kegiatan yang akan dilakukan dan meminta bantuan pemerintah untuk mengumumkan/ memberitahukan kepada orang tua siswa kegiatan dimaksud.Â
Pemerintah desa sangat welcome dengan upaya yang dilakukan sekolah ini. dukungan tersebut ditunjukkan dengan menyiapkan tempat/ ruang bagi guru dan siswa dalam mendukung kegiatan home visit ini. Walau bertemu dalam ruang atau tempat secara bersama, protocol kesehatan covid-19 tetap dijalankan dengan menjaga jarak antara satu dengan yang lain.
NTT memang sudah masuk zona merah covid-19. Namun di desa-desa yang kami kunjungi masih terbebas dari serangan virus corona. Walau demikian penjagaan yang ketat hampir dilakukan oleh semua desa. Posko covid-19 dan keamanan didirikan di setiap pintu masuk desa. Ada tenaga kesehatan dan linmas yang berjaga di setiap posko. Bagi setiap orang yang berkunjung wajib melaporkan diri dan menjalankan prosdure kesehatan covid-19 seperti mencuci tangan.
Dalam pembelajaran secara off line, disepakati bersama bahwa semua guru mata pelajaran menyiapkan bahan atau materi atau tugas yang akan dipelajari dan atau dikerjakan siswa di rumah. Karena itu dalam home visit, guru memberikan materi atau tugas kepada siswa sebagai bahan belajar di rumah.
Untuk membantu anak-anak dalam belajar selama masa pandemic covid-19 dan memudahkan mereka mengumpulkan tugas, di setiap desa ditunjuk seorang koordinator untuk setiap kelas. Tugas koordinator adalah mengumpulkan tugas teman-temannya yang sudah selesai dikerjakan. Atau apabila ada informasi yang akan disampaikan secara mendadak oleh guru/ sekolah maka koordintor yang akan dihubungi.
Saya kebetulan dipercayakan untuk mendampingi anak-anak yang berada di desa Pantai Oa bersama seorang rekan guru. Desa itu berjarak kurang lebih 12 km dari tempat tinggal saya. Dalam kunjungan, kami menemukan anak-anak dalam keadaan sehat. Dari cerita dan gambar yang dikirim teman-teman guru, siswa-siswa SMPN 3 Wulanggitang terlihat cerah dan gembira. Mereka sangat antusias dengan kehadiran guru.
Itulah kisah pembelajaran jarak jauh yang dilakukan sekolah kami. Dengan terjun langsung ke desa, kami bisa menemui siswa/i secara langsung, menanyakan kabar mereka, kondisi dan keadaan mereka. Juga melihat secara langsung keadaan lingkungan tempat tinggal mereka. Hal-hal tersebut sangat menunjang keberhasilan dalam belajar seorang. Bagaimana cerita di sekolah Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H