“Priinggg” “prangggg” “priiingg” bangun tidur hingga akan tidur segalanya hancur. Hatiku hancur, jiwaku hancur, keluargaku hancur. Kenyataan hidup sebagai anak tunggal semakin memacu kehancuran hidupku. Bantingan piring-piring selalu terdengar karena kelakuan dua manusia yang dipaksa bersama. Ya! Orang tuaku dijodohkan karena alasan bodoh “harta”.
Padahal keduanya berasal dari keluarga berpendidikan. Itulah alasan aku tidak peduli dengan pendidikan. Melihat fakta yang terjadi pada orang tuaku bahwa pendidikan terlihat tidak ada gunanya. Aku juga tidak memiliki teman. Siapa yang mau berteman denganku?.
Diriku sendiri saja menyatakan aku setengah gila, bahkan sudah gila. Tak tau harus apa, tak punya tujuan, tak ada orang yang bisa dipercaya. Setiap hari yang aku pikirkan hanyalah bagaimana cara keluar dari kehancuran ini?.
Hingga saat ini yang menemaniku hanyalah “handphone”. Segalanya aku lakukan disana. Aku bergabung ke dalam grup yang beranggotakan orang-orang yang rapuh,hancur bahkan gila sepertiku. Ku temukan grup ini di internet saat sudah tidak tau lagi harus mengadu ke siapa. Kita berbagi cerita, saling berpendapat, dan menyemangati satu sama lain. Jujur saja grup itu tidak terlalu membantu.
Aku tetap merasa hancur. Bahkan bagiku sekolah bukan lagi tempat belajar, melainkan tempat tidur. Suara pecahan barang, nangis, teriak, dan pukulan terdengar setiap hari dirumahku. Dasar orang tuaku! Jika tidak saling cinta dan dijodohkan kenapa harus menghasilkan aku? Entah tuhan yang jahat, atau aku yang jahat? Atau orang tuaku yang bodoh dan jahat?.
1 maret 2015, seorang anggota grup bertanya padaku “apa yang kamu inginkan saat ini?” aku menjawab “ketenangan,kebahagian, orang tua yang rukun! Ohh maaf aku lupa itu sangat tidak mungkin. Aku hanya ingin ketenangan dan kebahagian versi diriku sendiri”. “jika sempat, berkunjunglah ke Desa Manggilang,Jogja.
Lihatlah apa yang ada disana. Semoga bisa merubah hidupmu”. Hahh! Aku bergetar, tidak mengerti maksud pesan itu. Tapi hatiku seperti tertarik untuk pergi kesana. Segera aku luncurkan surat izin sekolah kepada guruku selama lima hari.
Aku bertekad akan pergi ke desa itu. Entah nanti apa yang terjadi, namun harapanku sangat besar pada tempat itu. Segera kukemas barang-barang secukupnya dan membawa sedikit uang yang aku punya. Aku tidak izin pada orang tuaku. Hanya mengirim sms singkat yang menjelaskan aku tidak akan pulang selama lima hari. Sudah kuduga! Tidak ada pesan balasan dari mama maupun papa. Membuatku semakin hancur saja!.
Sembilan jam perjalanan dari Jakarta ke Jogja. Pintu kereta terbuka,udara panas Jogja sangat menyengat. Ku langkahkan kakiku ke tujuan awal, ya! Mencari Desa Manggilang. Beberapa kali kutanyakan pada warga Jogja, tentang Desa Manggilang.
Aku terkejut! Ternyata desa itu sangat terkenal di Jogja. Jaraknya hanya 2 jam dari stasiun Jogja, jika naik bus. Namun aku juga heran, semua orang yang aku tanya tentang desa itu, langsung menatapku aneh. Apakah aku terlihat menyedihkan? Atau aku seperti gembel? Atau desa itu sungguh misterius? Tatapan orang membuatku semakin penasaran akan desa itu.