Mohon tunggu...
Sapto Kelingan
Sapto Kelingan Mohon Tunggu... Buruh - Eling asalle, Eling baline

Polos dan apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Luka di Masa Pendemi

12 Juni 2020   10:47 Diperbarui: 12 Juni 2020   11:17 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku hadir sebelum adzan zhuhur bertalu-talu. Embun pagi masih melekat di tembok-tembok kusam. Kicau burung-burung menyambut hadirnya mentari. Tidak semua masalah, orang lain tahu masalah tersebut. 

Tidak semua orang memvonis luka dengan dugaan yang fakta. Di pagi buta kehadiran Rahim semesta tanpa disadari. Ia sendiri membawa kabar buruk untuk penguasa. 

Kebenaran yang belum tentu benar. Membawa segala cara kebohongan untuk mencari kebenaran. Aku seperti tertarik menawar barang tersebut yang belum jelas bentuknya. Aku seperti tergiur tetapi hampir tak sekali ingin mempunyai. Sudah jelas warna hitam itu pekat kau malah mencoba untuk menghapusnya dengan pengapus (air mata). 

Atau mewarnai kembali dengan warna yang lain supaya menarik. Dan warna hitam itu hilang tak berganti warna lain. Kejanggalan itu mulai menjadi-jadi dimana tetes air mata seorang ibu yang menyesali tindakan atau perlakuan anaknya pada kekasih anaknya. Ia sama sekali tidak ingin ada yang dirugikan karena kebohongan yang kusampaikan ini. Bahwa akulah yang maha benar pada perkara ini.

Aku bercerita tentang apa yang terjadi pada luka di waktu mentari tiba dan mencoba mengobatinya dengan hujan. Aku melihat setatus kekasih anakku. Dia memarahiku seperti orang yang mabuk karena efek penggunaan sabu, keluhnya. Aku buat skenario supaya orang yang ku wawancarai berusaha membuka fatwa tersebut. 

Pelan-pelan aku merangkum perkataan yang disampaikan olehnya. Aku lupa merekam pembicaraan kemarin. Sehari-hari bertemu seperti ada yang berbeda pada tingkah lakunya. Dia menyakini lawan bicara dengan perumpaan hilangnya kalung di leher si mungil cucunya. Kalung tersebut dilepas oleh anakku. 

Ibunya bilang pada cucunya itu dengan polosnya. Sama bakung atau opung kalung dede dilepaskannya? Munafik dong padanganku pabila sahabatku mengambil kalung hanya untuk demi membeli sabu-sabu. Atau ini hanya jebakan atau padangan ku anakku mengebossi semua itu untuk teman-temannya. Pabila anakku punya hutang bilang nominalnya berapa. 

Agar ibu yang melunasi, tegasnya dengan tetesnya air mata bersamaan. Dan setau ku ia hanya mengonsumsi vegetarian tersebut di gunung saja tidak lebih dari itu, tegasku. Mumpung ibu yang menyelidiki dahulu daripada ayahnya atau masnya yang menanyakan hal ini sebelum terjadi semuanya. 

Ibunya berusaha mencari info siapa yang suka membeli sabu-sabu itu dari mana asalnya. Karena minggu-minggu ini kondisi anakku seperti kurus sekali. Dia sudah umur 25 tahun. Saya kuatir dia minder pabaila bertemu dengan orang-orang, ujarnya. Ibu pingin sekali buatkan dia usaha seperti saudaranya. 

Usaha laundry namanya. Ia aku suruh mantau atau curi ilmunya kemudian nanti di aplikasikan sendiri di rumah. Akan ibu modali untuk segalanya, tegasnya. Ia selalu menanyakan dari mana sumber pemilik barang tersebut kalau memang kamu tahu beritahukan saja, tegasnya. Ibu tidak akan menceritakan ini pada orang lain sekalipun dengan Tuhan. 

Tapi ibu tidak menyalahkan pabila ayah dan masnya yang turun untuk mencari berita kebohongan tersebut. Untuk komunikasi gawai di rumah sudah ibu sadap semua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun