Ketika aku gemetar dan takut menatapmu tangan lembutmu menepuk-nepuk bahuku lalu memelukku tanpa bersuara, hanya hembusan nafas serta gema detak jantungmu yang terdengar, tiada amarah.
Ketika aku kehilangan mimpiku dan terhanyut jauh terseret riak kekecewaan, engkau  menghampiriku dan duduk disampingku lalu menembangkanku kidung yang agung.
Ketika tangisku tak lagi bersuara dan hanya menjelma menjadi gumpalan udara yang menyesakkan tenggorokanku, engkau dengan anggunnya menghiburku.
Ketika aku lelah dicecar dengan celaan yang membuat lututku gemetar lalu lumpuh dan tercabik kemudian tak kuasa tersungkur dan semua menertawakanku, engkau sunggingkan senyummu untukku lalu engkau akan mengkisahkan petualangan masa mudamu yang seakan menyihirku untuk menertawakan diriku sendiri.
Ketika orang merasa dibatasi dengan segala peraturan, tekanan, norma-norma yang kental, engkau dengan riangnya memberiku semua gembok segala tetek bengek aturan itu juga rantai pembatas di tanganku lalu berbisik "sumua kunci gembok itu telah kuselipkan di saku celanamu, apapun pilihanmu itu adalah yang memang seharusnya kamu pilih".
Ketika aku tidak mengenali lagi siapa diriku, jarimu yang hangat engkau genggamkan erat di jariku lalu dengan riangnya engkau mulai candaan yang membuat mataku berbinar.
Ketika aku ditinggalkan oleh Tuhan, engkau menjelma menjadi malaikat yang bersinar terang benerang di tengah malam melindungiku dengan pelukan sayapmu dan membujuk Tuhan untuk kembali padaku.
Ibu, ketika aku merenung kudapati engkau di setiap lapis renunganku. Semua tentangmu, tentang semua yang terbaik yang kau beri.
Ibu, izinkan aku untuk menyanyikan doa. Doa dari seorang anak ke seorang ibu, tanpa perantara, tanpa tata cara hanya sebuah doa yang hanya bisa kita pahami.
Selamat ulang tahun Ibu, aku merindukanmu.
November 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H