Akan tetapi, gelombang kerusuhan menjalar hingga ke luar Jakarta. Kota-kota besar di pulau Jawa membara. Toko-toko dijarah dan dibakar, terutama bila pemiliknya adalah keturunan Tionghoa. Gelombang migrasi etnis Tionghoa yang ketakutan membeludak, memenuhi ruang tunggu bandara dengan kecemasan akan masa depan dan tercerabutnya dari masa lalu.
Situasi panas di seluruh negeri tak menular hingga ke Cepu, meski itu tak berlaku di keluarga Loekminto. Istrinya yang amat jarang menitikkan air mata kini terduduk lemas di ranjangnya dengan kelopak mata yang hanya menyisakan segaris celah. Ia sudah pingsan sebanyak delapan kali dalam dua puluh empat jam, sementara suaminya membanting selusin porselin dan vas kristal dan dua buah tv dalam rentang waktu yang sama. Penyebabnya jelas: Ngaisah.
Gadis itu dihamili oleh Tommy, anak sang majikan yang memiliki kompetensi untuk menjadi Don Juan. Sialnya, tak seperti pacar-pacarnya yang dengan senang hati menggugurkan kandungan untuk kemudian dia tinggal pergi, Ngaisah berkeras ingin mempertahankan kehamilannya, apa pun yang terjadi. Tommy mengancam akan melenyapkan jabang bayi itu beserta ibunya, yang dibalas dengan anggun oleh Ngaisah dengan melaporkan perbuatan Tommy kepada Loekminto.
Sang juragan pun terluka harga dirinya. Bagaimanapun, menghamili seorang gadis jauh lebih biadab ketimbang mencabut nyawa orang dalam sebuah kecelakaan, apalagi gadis tersebut adalah pembantunya sendiri. Loekminto dihadapkan pada pilihan dilematis: menikahkan anaknya semata wayang dengan gadis berkasta rendah, atau menolak bertanggung jawab yang akan mendatangkan cemooh lebih heboh dari para tetangga dan kolega. Bila dipikir-pikir, kedua pilihan itu sama-sama membuatnya malu.
Loekminto pada akhirnya tak memilih pilihan pertama, dan juga yang kedua. Ia merancang pilihan nomor tiga yang lebih ekstrem, yang ia lakukan keesokan harinya. Juni 1998, Tommy dikirim ke Australia dengan dalih meneruskan kuliah.Â
Ia menyewa tiga centeng yang membekap Ngaisah di rumahnya sepulang kerja, menguret kandungannya di klinik salah satu dukun bayi ketika gadis itu pingsan, lalu membuangnya di Caruban, di rerimbun alas saat tengah malam.
"Nama baik keluarga adalah segalanya," terang Loekminto dengan mimik sedih, "meski saya harus kehilangan cucu dan tengkleng terbaik."
Anaknya tak pernah pulang ke Indonesia sejak saat itu. Tak juga mengirim kabar. Namun, sang mantan calon menantu entah bagaimana bisa kembali ke Cepu. Gadis itu telah berubah sepenuhnya. Ia kehilangan wajah ayu dan postur semampai dan kemampuan jeniusnya dalam memasak, dan juga kehilangan kewarasannya.Â
Ngaisah bisa Anda temui di taman Sewu Lampu Cepu, atau pada emperan toko dan los pasar ketika malam. Ia mendendangkan lagu Nina Bobok kala siang dan Teluk Bayur saat senja, dan orang-orang menjulukinya Mamah Jahat meski tak ada kejahatan apa pun yang ia lakukan selain buang air sembarangan.
Dan Mamah Jahat adalah ibu saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H