Mohon tunggu...
Kukuh Purwanto
Kukuh Purwanto Mohon Tunggu... Penulis lepas -

Don't follow me. I'm lost too!

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Teknik Mujarab Mengubah Penampilan Diri

2 Desember 2018   20:51 Diperbarui: 2 Desember 2018   22:44 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya butuh empat puluh satu hari untuk mengubah wajah seisi kota.

"Penduduk di sini sekarang bisa mengobrol tentang apa pun tanpa takut kena kram mulut. Dua mulut tambahan itu bertutur sefasih mulut konvensional, dan warna suaranya berbeda bergantung pada mulut mana yang bicara," ujar salah satu warga. "Semua orang bisa bergunjing atau menelepon simpanannya dengan tenteram sekarang."

Evolusi tahap kedua bermula pada Februari 2004, dengan penambahan jumlah mulut dan kehilangan telinga yang tersisa. Kasus pertama yang tercatat menimpa seluruh siswa sekolah di tiga SMA dan sebagian siswa di sembilan SMP. Baru pada enam tahun lalu evolusi ini berlangsung di tingkat usia yang lebih tinggi, menyerbu separuh penduduk kota yang sebelumnya telah cukup puas memiliki tiga mulut saja.

Perubahan fisiologis ini bukan tanpa sebab: satu jurnal kesehatan yang beredar terbatas di kalangan dokter spesialis di kota Nyecete menyimpulkan bahwa penetrasi jejaring sosial menjadi pemicu utama evolusi tahap kedua. Menurut jurnal itu, kecenderungan pengguna jejaring sosial untuk bereksistensi lewat status dan komentar berbanding lurus dengan kecepatan evolusi.

"Orang-orang lebih memilih berlama-lama di depan layar ponselnya, mengetik apa pun yang ada di kepala, dan berpikir bahwa membaca status atau berita online sama bergunanya dengan membaca buku," tutur seorang dokter yang tak ingin namanya disebut di sini. Saya setuju dengannya, tetapi mengapa hal itu hanya terjadi di Nyecete dan tidak di tempat lain? Toh, jaman sekarang mudah sekali menemukan orang-orang yang menghabiskan hidupnya di dunia maya.

"Barangkali disebabkan oleh kultur kami; seorang pendiam bisa dikucilkan seumur hidupnya di sini. Tetapi, tidak menutup kemungkinan evolusi yang sama akan terjadi pada orang lain di daerah lain, asal mereka senang sekali menggunakan mulutnya ketimbang organ mana pun seperti masyarakat di sini."

Dokter itu benar. Evolusi, bagaimanapun, hanya berlaku pada entitas yang membutuhkannya. Bila semak dan rumput adalah makanan utama jerapah, tentu ia tak akan berleher panjang. Logika yang sama bisa dipakai untuk menerangkan alasan hilangnya telinga dan bertambahnya mulut masyarakat Nyecete.

Alih-alih mencari solusi untuk meredam laju evolusi, Pemerintah Kota Nyecete menganggap evolusi ini sesuatu yang unik sehingga patut disyukuri, bahkan dirayakan. Contohnya, Pemkot secara rutin mengadakan program "Celoteh Hari Ini" di alun-alun. Pesertanya memenuhi alun-alun, duduk merubung layar jumbo dengan kepala tertunduk dan mulut yang tak pernah mengatup. Mulut yang mana pun.

Peserta diminta untuk berkomentar sepanjang mungkin di status medsos milik Pemkot, dan pemenangnya akan dipampang di layar  itu. Pemenang  kemarin adalah seorang gadis enam belas tahun yang mengetik empat ratus delapan puluh tujuh komentar dalam satu status Pemkot mengenai pentingnya mencuci tangan. Komentarnya sendiri tak ada satu pun yang berkorelasi dengan kebersihan.

Dengan perasaan tertekan oleh kebisingan yang tak berputus saya memutuskan untuk segera pulang. Saya telah menyaksikan dampak buruk dari ketidakmampuan manusia untuk mendengar sekaligus berhenti berbicara, dan itu semua membulatkan tekad saya untuk melego ponsel dan menekuri buku di sepanjang sisa hidup sesampainya di rumah nanti.

Namun, masih ada tugas yang harus dirampungkan sebelum pulang. Maka, saya dan keempat rekan mengunjungi restoran terbaik di depan alun-alun, memesan apa pun yang direkomendasikan sambil terus menutup telinga, dan mendapati makanan pembuka kami diantar lima menit kemudian oleh pramusaji bermulut tiga tanpa telinga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun