Mohon tunggu...
Kukuh P. Putra
Kukuh P. Putra Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Kukuh P. Putra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Plagiasi, Penyakit Kronis Dunia Akademik

10 September 2018   15:04 Diperbarui: 10 September 2018   15:05 1381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setujukah Anda bahwa melakukan penelitian itu menyenangkan, seru, memicu motivasi dan rasa ingin tahu, menambah pengalaman dan pengetahuan? Saya setuju. 

Penelitian memang sedemikian menantang, terlebih jika hasil dari penelitian tersebut adalah suatu produk yang memiliki nilai jual, tentu saja lebih banyak motivasi untuk segera menyelesaikan penelitian tersebut. 

Namun di samping segala keseruan melakukan penelitian, tidak jarang ada sesuatu hal yang sangat membosankan, menjengkelkan dan tidak jarang menguras habis semangat yang tadinya menyala-nyala, yaitu "memuatnya dalam bentuk tulisan".

Mungkin banyak dari kita yang ketika melakukan penelitian wajib disertai tulisan ilmiah, terutama mahasiswa. Skripsi adalah salah satunya. Saya tidak menyangkal bahwa dalam mengerjakan skripsi memang bagian yang paling menjenuhkan adalah ketika menulis (saya juga pernah jadi mahasiswa). 

Dalam prosesnya, mungkin skripsi memang menyenangkan. Pergi ke suatu tempat, melakukan observasi terhadap objek, mencobakan sesuatu terhadap objek, merekam hasilnya, dan seterusnya, di mana rasa penasaran begitu besar. Puncak dari kesenangan tersebut adalah ketika kita mendapati hasil analisisinya, apakah sesuai dengan hipotesis atau berlawanan.

Sayangnya, banyak mahasiswa yang semangatnya hanya sampai di hasil penelitian saja. Ketika menuliskan pembahasan mulai merasa jenuh, ide sudah habis, dikejar deadline, ditambah lagi revisi dari dosen pembimbing banyak sekali dan kadang sulit dimengerti, di situlah biasanya jari kelingking kiri mulai nakal dengan menekan tombol "ctrl" dan jari telunjuk lebih nakal lagi dengan memilih tombol "C". Siapa yang sampai 2018 ini belum mengerti tentang kode legendaris ctrl+C dan ctrl+V? 

Begitulah, senjata andalan mahasiswa (dan beberapa oknum peneliti malas) yang sering digunakan untuk menambah jumlah tulisan dalam papernya, dengan menyalin kalimat (bahkan paragraf utuh) dari suatu sumber di internet (entah apapun itu) dan menempelkannya (paste) ke paper miliknya. 

Bro, itu tindakan yang sangat haram di dunia akademik. Tentu saja ada sanksinya. Tahukah Anda bahwa peneliti senior dapat membedakan tulisan asli atau hasil salinan ketika membacanya? Tidak jarang universitas melanggan suatu perangkat lunak khusus yang mampu mendeteksi keaslian atau kemiripan suatu tulisan dengan tulisan lain yang sudah terpublikasi.

Tindakan copy-paste tersebut seringkali digunakan karena dianggap dapat membantu mempercepat penyelesaian penulisan suatu karya ilmiah, padahal justru sebaliknya. 

Dosen pembimbing tentu saja akan sangat berhati-hati dalam pembimbingan skripsi mahasiswanya, bukan karena ingin menghambat kelulusan mahasiswa namun menghindari sanksi yang juga akan dikenakan pada dosen dan lembaganya jika terdapat publikasi dengan indeks plagiasi tinggi atas nama dosen tersebut. 

Hal inilah yang seringkali tidak dipahami mahasiswa, terutama mahasiswa yang memiliki orientasi "cepat lulus" (dan yang terlanjur berpikiran buruk terhadap dosennya).

Lalu bagaimana cara agar terhindar dari plagiasi? Jawabannya hanya satu, kerjakanlah sendiri dengan jujur. Dimulai dari membangun kerangka berpikir ilmiah dalam proposal yang merupakan hasil pemikiran sendiri, yang setiap detail kata-katanya juga berasal dari pemikiran sendiri. 

Jika memerlukan data atau argumen pendukung dari referensi lain, hindari copy-paste. Baca baik-baik referensi yang digunakan, pahami segala informasi yang dibutuhkan dalam referensi tersebut, kemudian tuliskan dalam paper kita sendiri dengan menggunakan bahasa, kalimat, frase kita sendiri, hingga menjadi paragraf yang merupakan racikan kita sendiri, tanpa mengubah makna dari informasi aslinya. 

Dengan demikian kita mendapatkan paragraf dengan cerita yang rapi, runtut dan original. Sulit? tentu saja. Hal ini bukan saja dialami mahasiswa, namun seluruh akademisi yang bekerja dengan tulisan ilmiah.

Jadi, buang jauh-jauh pemikiran bahwa copy-paste akan mempercepat penyelesaian karya ilmiah. Justru copy-paste akan memperlambat penyelesaian tersebut. Mengapa bisa begitu? Karena ketika terdeteksi indeks plagiasi tinggi, maka dosen pembimbing atau reviewer akan mengembalikan naskah kita dengan mewajibkan perbaikan mayor (perbaikan besar yang menyangkut kerangka berpikir, data, dan apapun yang bersifat fundamental). Tentu saja hal itu di luar harapan kita sebagai penulis. 

Oleh karena itu, kerjakan paper Anda sebaik mungkin tanpa menjiplak sedikitpun. Semoga artikel ini bermanfaat, khususnya bagi mahasiswa yang hampir berpikir untuk bunuh diri. Selamat berkarya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun