Guruku adalah orang pesantren. Setiap hari rutin mengajarkan kepada kami salat, berdoa, dan mengaji.
Guruku,
Seolah tak pernah lelah, memberikan senyuman hangat.
Setiap kali berjumpa. Meskipun badannya sudah tidak muda lagi. Namun, semangatnya tetap sama.
Netranya yang tajam, berwarna kebiruan. Seolah membawa karisma tersendiri.
Tegas, tetapi sangat hangat ketika di dekatnya.
Guruku sangat jarang keluar dari ndalemnya. Entah apa penyebabnya?
Ia keluar mungkin hanya mengajar di surau dan menyirami tanaman.
Aku juga tak pernah melihat di tempat kami ada upacara bendera dan pembacaan Pancasila. Sebagai wujud penghormatan pada pahlawan bangsa.
Tapi guruku sering berpesan pada kami.
"Tanah dimana kamu lahir, tumbuh besar, belajar dan bermain.
Di dalamnya ada orang-orang yang kamu cintai. Kamu harus menjaganya. Tidak boleh merusaknya.
Rawatlah rumahmu, sebagai mana kamu merawat agamamu. Cintai rumahmu sebagaimana kamu mencintai dirimu."
Aku memang bukan golongan santri di pesantren dan juga bukan pelajar di lembaga formal.
Namun, setiap hari kami diajarkan. Orang yang mencintai agamanya, pasti menjaga rumahnya
Rumah bukan tempat.
Namun, rumah adalah hati.
Senin, 24 Oktober 2022
Zus_EmKa
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H