Mohon tunggu...
Alvan Lazuardie Alkhaf
Alvan Lazuardie Alkhaf Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Mahasiswa Biasa, dan Pemimpi Besar

Mahasiswa biasa yang berkeinginan besar menjadi wartawan dan penulis karya sastra handal. Berkeinginan agar novel karya saya bisa difilmkan (insya Allah kalau ada yang mau melirik).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merayakan Reformasi

13 Juni 2020   14:00 Diperbarui: 13 Juni 2020   14:03 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bagus, kalau Kakak masih sadar akan semua itu."

Obrolan aku dan kamu semakin membuatku menangis tidak karuan. Entah aku merasakan adanya kekhawatiran yang mendalam akan keselamatan dirimu ketika melakukan demonstrasi demi semua itu. Mau marah, tetapi sama siapa. Mau mengeluh, tetapi sama siapa lagi. Bimbang rasanya hati ini melihat kondisi bangsa ini yang hancur babak belur akibat sikap otoriter pemerintahan ini.

Dalam sholat tahajud yang aku lakukan malam itu, aku berdoa dalam hati yang amat dalam, Ya Allah Ya Tuhanku! Seandainya Indonesia masih terus dalam keadaan mengawatirkan, aku tahu akan semua konsekuensi kalau aku tidak memikirkan dampaknya kemudian. Perpecahan dan permusuhan antar anak bangsa sudah terjadi. Apakah aku harus mengikuti suara hati masyarakat, terutama mahasiswa, yang menginginkan perubahan? Berilah hamba petunjuk dariMu, Ya Allah!

Sambil menunggu, izinkan aku berkelakar soal bungkamnya kebebasan berekspresi dalam menyampaikan kritik terhadap anggota dewan yang sering berplesir ke luar negeri dengan pemimpin negara, tanpa memerhatikan rakyat di luar sana yang membutuhkan pembangunan di pemerintahan yang katanya "mencanangkan arah pergerakan pembangunan realistis".

Padahal, mereka-mereka itulah yang senang menghambur-hamburkan uang untuk tujuan STUDI BANDING ke luar negeri. Apakah itu yang disebut "mencanangkan arah untuk pergerakan pembangunan realistis" untuk kemajuan Indonesia? Barangkali kalau aku jadi mereka, mungkin saat ini aku akan dibakar hidup-hidup oleh rakyat dan mahasiswa yang muak dengan janji-janji palsu tanpa adanya kerja yang nyata.

Media sangat berperan dalam menyuarakan kritik dan saran masyarakat melihat sikap anggota dewan yang terlihat keluar jalur dan kerap memenangkan ego. Namun, setelahnya dibungkam dengan alasan kritik yang tidak masuk akal dan membahayakan reputasi pemimpin negara di mata internasional. Hei, itu, kan, hanya kritik demi perubahan yang lebih baik demi Indonesia. Masak kalian bilang itu tidak masuk akal dan membahaykan pemimpin negara? Mikir, dong! Makiku dalam hati.

Oleh karena itu, mahasiswa, yang mewakili rakyat, menginginkan perubahan dari sistem yang sangat otoriter. Disaat yang sama, krisis moneter yang membuat Indonesia babak belur pun membuat mereka menginginkan keinginan yang sama. Apa harus terdiam melihat Indonesia menjadi miskin dan tidak aman lagi bagi dunia? Semuanya, termasuk aku, akan berkata tidak.

Tanpa disadari, demonstrasi itu berubah menjadi kerusuhan tidak terkendali. Yang aku dengar dari teman-temanmu, kamu dikabarkan terluka pada bagian wajah akibat kena pukulan aparat yang mencoba membubarkan pengunjuk rasa di depan kampus. Bergegaslah aku ke rumah sakit bersama teman-temanmu sesaat setelah kerusuhan. Aku terkejut melihat kamu berbaring di ranjang selasar rumah sakit. Aku menangis sejadi-jadinya melihat kondisimu yang berlumuran darah. Aku berkata, "Dik, kamu tidak seharusnya maju untuk membela mahasiswa lain yang ditangkap aparat. Kamu jangan sekalipun menyakiti dirimu sendiri,"

Kamu menjawab, "Enggak pa-pa, Kak. Yang penting aku nggak mati konyol di hadapan mereka. Perjuanganku masih belum selesai, Kak."

Aku berkata lantang dalam tangisku, "Ya tapi kamu jangan nekat. Aparat sekarang telah menjaga ketat sekitaran Trisakti pasca-kerusuhan menyeramkan itu, Dik! Ingat, kamu jangan mereka-reka kematianmu sendiri. Kamu masih muda dan aku sangat menyayangimu. Kalau kamu menginginkan Pak Harto jatuh, aku mendukung kamu dengan berdemonstrasi. Tapi, kamu jangan mempermainkan hidupmu dengan menerobos barikade aparat yang memaksa membubarkan demonstrasi..."

Entah apa yang akan terjadi setelah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun